PORTAL BANDUNG TIMUR - Setiap pagi seminggu tigakali jalanan aspal Jalan Raya Cigadung rutin dilaluinya. Jalannya sudah sedikit tertatih-tatih saat mengangkat lodong (bumbung bambu) wadah cai lahang (air nira) untuk di tuangkan kedalam gelas. Diusianya yang sudah 76 tahun, Abah Julanta, masih tampak cekatan melayani pembeli air nira jualannya.
Saat ditanya tentang kondisi tubuhnya yang terlihat renta dan tertatih-tatih setengah menyeret kaki kiri, mata kakek Abah (kakek) Julanta langsung berbinar. Berceritalah dirinya tentang peristiwa yang menyebabkan kakinya tidak berfungsi normal.
“Ini merupakan buah dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari segala bentuk rongrongan pada negara. Pertarungan dengan gerombolan (DI TII) di Gunung Batara Guru Sumedang saat melakukan (operasi) pagar betis, membuat kaki yang terkena golok harus cacat dan kalau jalan sedikit diseret,” ujar Abah Julanta, yang mengaku terlibat operasi pagar betis saat usianya baru 13 (tahun 1955).
Baca Juga: Jawa Barat, 14 Daerah Beresiko Bencana Tinggi, 13Lainnya Sedang
Dikatakan Abah Julanta, sejak dikeluarkannya kewajiban bagi orang tua maupun anak-anak muda dan dewasa mengikuti operasi pagar betis untuk menumpas pemberontakan DITII, dirinya yang baru berusia 13 tahun terpaksa ikut. “Karena waktu itu abah sudah kawin dan punya istri, jadi oleh desa diwajibkan ikut operasi (pagar betis),” kenang Abah Julanta saat ditemui untuk kesekian kalinya tengah berjualan di Jalan Cigadung Raya, Cibeunying Kaler.
Saat kelompoknya menyusuri kawasan pegunungan Ujungberung (Manglayang) untuk menuju gunung Palasari sebelum Bukittunggul, pimpinan rombongan menerima kabar untuk menuju Gunung Batara Guru.
Diterima kabar komandan rombongan bahwa di kawasan Gunung Batara Guru perbatasan Kabupaten Bandung dan Sumedang (pegunungan Masigit Kareumbi), gerombolan membabibuta melukai dan bahkan membunuh warga untuk merampas harta benda.
Baca Juga: Diperluas Penerapan PPKM di Denpasar Bali
Dalam kondisi rombongan yang sudah kelelahan, di daerah Cibiru rombongan dibawa menggunakan truk ke Cinulang Cicalengka. “Begitu mendengar rombongan datang gerombolan melarikan diri ke pegunungan dan terus dikejar, saat pengejaran tersebut Abah berkelahi dan sempat kena tebas golok gerombolan yang berusaha melarikan diri,” ujar Abah Julanta.