Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang, dari Kereta Api sampai Hujan Abadi Lahan Rezeki bagi Pribumi

- 18 Juni 2024, 08:43 WIB
Kawah Kereta Api merupakan salah satu kawah dari 23 kawah yang terdapat di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang.
Kawah Kereta Api merupakan salah satu kawah dari 23 kawah yang terdapat di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang. /Portal Bandung Timur/Emilia Fatmawati/

 

PORTAL BANDUNG TIMUR - Apa yang terlintas dalam pikiran kita jika mendengar suara kereta api di tengah hutan pinus yang jauh dari keramaian? Tentu penasaran bukan.

Rasa penasaran seperti itu juga biasa terlintas di benak para pengunjung yang baru pertamakali menyambangi D'Glorious Crater Kamojang, satu daru 23 lubang kawah di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang. Sebuah kawasan wana wisata alam yang berlokasi di dua wilayah pemerintahan, yaitu Desa Laksana, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung dan Desa Randukurung, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut.

 

Selain itu ‘dekat dengan langit’ menjadi julukan lain bagi Kamojang. Dengan ketinggian 500-1000 mdpl membuat cuaca di Kawasan ini sangat unik. Hujan, kabut dan terik begitu mudah silih berganti dan acap kali kontras dengan wilayah sekitarnya.

Baca Juga: Dan Resmi Sudah, Ruas Jalan Pegunungan Kamojang Jadi Jalan Pager Betis Letjen Ibrahim Adjie  

Dari kejauhan di antara rapatnya pepohonan hutan, para wisatawan dapat melihat kepulan uap panas membumbung begitu tinggi, seolah memperlihatkan identitas kekayaan sumber daya panas bumi yang dimilikinya.

Lewat penuturan Yoyo  salah seorang petugas pengelola pariwisata Kawah Kamojang yang berusia 52 tahun, penulis mendapat informasi bahwa gema suara kereta api di kompleks Kawah Kamojang itu berasal dari sumur yang digali oleh pihak kolonial Belanda. Tekanan uap panasnya sangat kuat dan tetap stabil hingga kini.

Pada akhirnya area itu dijuluki Kawah Kereta Api karena di sana selalu ada atraksi dari pengelola yang menghasilkan suara mirip dengan lokomotif kereta api. Selain itu untuk pengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan pihak pengelola pun secara khusus memberi pagar pembatas di area tersebut.

 “Kalau yang di bawah, yang Kawah Kereta Api itu buatan Belanda waktu zaman pengeborannya masih manual. Cara penggalian atau pengeborannya juga hanya bisa secara lurus, dan itu pengeborannya tahun 1926. Untuk melihat potensi panas bumi," kata Yoyo menjelaskan.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah