Kepala BPIP Ingatkan Pentingnya Salam Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa

- 2 April 2022, 15:39 WIB
Seorang ibu melintas di depan tembok dengan mural Pancasila di tengah pemukiman warga di RW 02 Kelurahan Sukaasih, Kota Bandung.
Seorang ibu melintas di depan tembok dengan mural Pancasila di tengah pemukiman warga di RW 02 Kelurahan Sukaasih, Kota Bandung. /Portal Bandung Timur/hp.siswanti/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Salam Pancasila dinilai sebagai salam pemersatu kebangsaan yang menjadi tugas dan fungsi lembaganya dalam membangun harmoni antarumat beragama. Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi mengatakan, sejarah dan latar belakang Salam Pancasila diadopsi dari Salam Merdeka Bung Karno (Presiden Soekarno) yang dikumandangkannya pada awal kemerdekaan.menekankan pentingnya sosialisasi.

"Salam ini sejatinya dikenalkan Presiden Pertama RI Soekarno pada 1945. Bung Karno bilang kita ini kemajemukannya berlapis-lapis. Supaya tidak repot dengan hal-hal sensitif, maka perlu ada salam pemersatu kebangsaan," katanya melalui keterangan tertulis, Sabtu, 2 April 2022.

Menurut dia, salam yang bisa merangkum semua yang tidak menimbulkan perbedaan itu bentuk gerakannya yaitu mengangkat tangan kanan lima jari di atas pundak sedikit. Ini maksudnya mengamalkan kelima sila Pancasila dan harus ditanggung dan menjadi kewajiban bersama-sama rakyat Indonesia.

Baca Juga: Kondisi Tak Terawat, Teras Cihampelas Butuh Revitalisasi Cepat

Kemudian, setiap jemari tidak berpisah, pengertiannya adalah antara sila satu dengan yang lainnya saling menyatu dan menopang.

Selain pentingnya mensosialisasikan Salam Pancasila, Kepala BPIP juga menyinggung soal konsensus dalam berbangsa dan bernegara. Menurut dia, legitimasi kebangsaan tertinggi bukan muncul dari suatu kelompok tertentu, tetapi ada di kebersamaan dan persahabatan.

"Artinya, konsensus merupakan sumber hukum tertinggi yang mengatur kehidupan. Untuk agama, konsensusnya adalah kitab suci masing-masing. Karena ini dalam kehidupan bernegara, maka konsensusnya termaktub dalam UUD 1945. UUD 45 itu isinya nilai-nilai keagamaan yang sudah disepakati bersama, tapi bahasanya memakai bahasa hukum," katanya pula.

Oleh karena itu, Yudian selalu menegaskan bahwa tidak ada toleransi tanpa konsensus. Karena, nanti masing-masing standarnya berbeda. "Masing-masing nanti punya warna antara kelompok yang satu dengan yang lainnya," jelasnya.***

Editor: Syiffa Ryanti


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah