Hari ini Rupiah Kembali Melemah Karena Sentimen Konflik di Timur Tengah

- 30 Oktober 2023, 13:37 WIB
ilustrasi uang rupiah / emaji / pixabay
ilustrasi uang rupiah / emaji / pixabay /emaji/pixabay

PORTAL BANDUNG TIMUR - Masuki penghujung bulan Oktober, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus terkoreksi hampir menyentuh Rp16.000.

Terkait dengan hal tersebut, Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan terkoreksinya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS karena adanya sentimen guna menghindari resiko akibat eskalasi konflik di Timur Tengah.

“Rupiah masih berpotensi melemah ke kisaran Rp15.965-Rp16.000 hari ini dengan support di sekitar Rp15.880-Rp15.900 per dolar AS,” kata Ariston Tjendra dikutip Portal Bandung Timur dari Antara, Senin 30 Oktober 2023.

Menurut Ariston, pertemuan rapat kebijakan Moneter Bank Sentral AS kemungkinan melemahkan rupiah. “Kenyataanya, inflasi memang belum ke level target dan The Fed (Federal Reserve) biasanya tidak memperjelas kebijakannya ke pasar sampai pengumuman hasil rapat,” ujarnya.

Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi menguat sebesar 0,15 persen atau 24 poin menjadi Rp15.915 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.939 per dolar AS.

Seperti diketahui, perang tahap kedua ini di ungkapan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada akhir pekan lalu mempengaruhi sentimen pasar akan konflik timur tengah yang sedang berlangsung saat ini.

Benjamin mengatakan dalam perang tahap kedua ini, pasukan rezim Zionis Israel telah melancarkan serangan darat ke Gaza, Palestina, sebagai bagian untuk menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, serta membebaskan para tawanan.

Selain itu, potensi pelemahan rupiah turut dipengaruhi antisipasi pasar terhadap rapat kebijakan Moneter Bank Sentral AS pekan ini.

Dalam pertemuan tersebut, pengendalian inflasi dan penguatan kondisi ketenagakerjaan akan menjadi topik pembicaraan. Inflasi masih menjadi fokus karena melenceng jauh dari target 2 persen, dan para pejabat AS bakal mempertanyakan apakah kebijakan saat ini masih cukup mendorong inflasi turun atau perlu kebijakan baru.

Editor: Syiffa Ryanti

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x