Kampung Naga, Potret Desa Adat yang Masih Bertahan di Tengh Modernisasi

24 Juni 2024, 19:05 WIB
Kampung Naga, perkampungan masyarakat adat di dekat aliran Sungai Ciwulan, di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. /Portal Banudng Timur/Risa Hapipah /

PORTAL BANDUNG TIMUR - Di Tengah arus modernisasi yangmenjanjikan segala kemapanan,  terus menggerus tradisi lokal di Tanah Bumi Parahyangan Jawa Barat. Kampung Naga salah satu kampung dan masyarakat adat yang ada di Jawa Barat yang hingga kini masih  mempertahankan kebudayaan Sunda, ditengah badai modernisasi yang terus menggempur.

Kampung Naga dikenal sebagai salah satu kampung adat yang mempertahankan warisan leluhur, terletak di sekitar Sungai Ciwulan, di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Atau sekitar 30 meter dari pusat kota Tasikmalaya.

Baca Juga: Kampung Adat Mahmud Tetap Menjaga “Pamali” di Tengah Arus Modern

Kesederhanaan cukup meresap dalam kehidupan masyarakat Kampung Naga hingga pada lingkup rumah yang terbuat dari berbagai bahan alami seperti kayu, bambu, ijuk dan daun tepus. Pemakaian bahan alami ini merupakan upaya yang digariskan leluhur dalam mengadaptasi potensi dan daya dukung alam sekitar.

Dalam teriknya matahari, suasana di dalam rumah tetap sejuk. Sebaliknya, suhu ruangan tetap hangat ditengah dinginnya malam. Seluruh elemen berfungsi efektif. Celah-celah antar anyaman dinding dan pada bahan penutup atap memungkinkan sirkulasi udara ke dalam dan keluar rumah serta papan kayu sebagai lantai memberikan kehangatan ketika udara dingin.

Masyarakat kampung Naga hidup dengan bersawah dan berhuma. Melalui kepercayaan dewi Sri, mayarakat kampung Naga menempatkan padi sebagai dasar kemakmuran dan mempertahankan jenis padi warisan karuhun yaitu pare gede dan pare segon.

Baca Juga: Merajut Asa Enam Kampung Adat melalui Lawung Budaya Masyarakat Adat

Jenis-jenis padi ini masih ditanam dan diolah secara tradisional, sehingga musim panen untuk kampung Naga terjadi hanya dua kali setahun. Pemisahan kulit padi dilakukan dengan tradisional yaitu menggunakan lisung yang terdapat di saung lisung.

Menumbuk padi di saung lisung adalah aktivitas para ibu dan gadis-gadis di sela- sela kegiatan rutin mereka di rumah maupun di sawah. Padi yang sudah ditumbuk menjadi beras disimpan di tolombong atau karung, sedangkan yang belum ditumbuk akan diikat, ikatan padi yang sudah dijemur biasanya disimpan di goah pada setiap rumah.

Warga adat Kampung Naga tengah menjemur gabah, masyarakat adat mengenalnya dengan Pare Gede.
Keunikan lain dari Kampung Naga adalah eksistensi dari tradisi lokal yang masih bertahan, salah satunya adalah upacara Hajat Sasih, merupakan aktivitas ritual yang dilaksanakan secara rutin enam kali setahun atau menempatkan waktu pelaksanaan berdasarkan penanggalan Islam.

Setiap Hajat Sasih, menyertai acara peringatan yang berbeda, misalnya upacara Hajat Sasih Mauludan. Seringkali upacara adat disertai dengan perayaan keagamaan di hari yang sama.

Masyarakat Naga juga memperingati tahap-tahap perjalanan kehidupan seperti kelahiran, khitanan, dan pernikahan memperingati untuk peristiwa tertentu, mengadakan upacara yang berhubungan dengan pembuatan dan penempatan rumah baru, melakukan upacara yang berkaitan dengan tanaman padi.

Pemukiman tradisional dan keberagaman tradisi adat kampung Naga merupakan warisan leluhur yang masih diteruskan dari generasi ke generasi, hasil adaptasi terhadap lingkungan dan cerminan dari sistem kepercayaan masyarakat yang terkonsep dalam warisan karuhun.

Dalam penuturan Heri Permana selaku bagian yang terhimpun dalam organisasi Hipana atau Himpunan Pramuwisata Kampung Naga mengatakan bahwa jika melihat dari sisi kacamata kekhawatiran mengenai modernisasi saat ini memang mudah terkikisnya generasi muda dalam hal tradisi, namun hal tersebut tentu tidak bisa dihindari.

Upaya untuk memupuk dan menjaga tradisi adalah dengan melibatkan generasi muda pada setiap kegiatan adat sebagai bentuk untuk memperkenalkan dan menanamkan rasa cinta, dan rasa ingin menjaga tradisi yang ada. Namun demikian, pengaruh baru masuk dan diterima penduduk selama tidak bertentangan dengan tradisi kampung Naga. (Risa Hapipah)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler