Warga Kampung Adat Cireundeu Cimahi Peringati Tragedi Longsor TPA Leuwigajah

- 21 Februari 2024, 17:16 WIB
Ais Pangampih Kampung Adat Cireundeu Kota Cimahi Abah Widia memimpin doa bersama untuk korban bencana longsor TPA Leuwigajah, pada peringatan Tragedi Longsor TPA Leuwigajah, Rabu 21 Februari 2024.
Ais Pangampih Kampung Adat Cireundeu Kota Cimahi Abah Widia memimpin doa bersama untuk korban bencana longsor TPA Leuwigajah, pada peringatan Tragedi Longsor TPA Leuwigajah, Rabu 21 Februari 2024. /Portal bandung Timur/May Nurohman/

PORTAL BANDUNG TIMUR – Tragedi Tempat Pembuangan Akhir sampah Leuwigajah Kota Cimahi Senin 21 Februari 2005 merupakan peristiwa kelam buruknya tata kelola sampah di wilayah Bandung Raya. Peristiwa longsoran sampah yang didahului dengan suara ledakan pada puku 02.00 WIB menewaskan 157 orang warga Kampung Cilimus dan Kampung Pojok  yang berjaran 1 kilometer dari gunung sampah dari Kota Bandung, Cimahi dan Kabupaten Bandung.

Bencana lingkungan yang menimpa warga Kampung Cilimus dan Kampung Pojok  Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi, setiap tahun diperingati oleh kaum kerabat korban. Meskipun tanggal  21 Februari yang merupakan tanggal peristiwa bencana lingkungan dijadikan Hari Peduli Sampah Nasional atau HPSN oleh Kementerian Lingkungan Hidup, namun gebyarnya kurang begitu terasa.

Meski tanpa mendapatkan dukungan dari pemerintah, Warga Adat Kampung Cireunde tetap melaksanakan tradisi mendoakan keluarga mereka yang menjadi korban longsor gunung sampah setinggi 200 meter lebih pada 21 Februari 2005, atau 19 tahun lalu.

Baca Juga: Kampung Cireundeu Kota Cimahi Jadi Pusat Gerakan Tanam Pohon

“Merupakan kewajiban kita untuk mendoakan mereka yang telah meninggal, apalagi mereka adalah saudara-saudara kita, Tragedi Leuwigajah harus menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa kita harus senantiasa bersahabat dengan alam, menjaga dan melestarikan agar tidak sampai terjadi bencana,” kata Abah Widia Ais Pangampih Kampung Adat Cireundeu Leuwigajah Kota Cimahi yang mempimpin jalannya doa.

Kegiatan yang diikuti oleh para orang tua dan anak-anak, khususnya keluarga korban longsor TPA Leuwigajah, dilakukan dengan berjalan kaki dari Kampung Adat Cireunde menuju lokasi. Sesampai dilokasi, Abah Widi langsung memimpin doa bersama untuk ketenangan korban.

Baca Juga: Warga Adat Kampung Cireundeu Gelar Tutup Taun Ngemban Taun dengan Suka Cita

“Kita sengaja melibatkan anak-anak agar mereka mengetahui dan menjadikan peristiwa bencana sebagai pelajaran. Karena hingga kini meski sudah 19 tahun trauma akan bencana longsor yang terjadi masih dialami oleh Sebagian warga dan mereka masih mengenang saudara yang meninggal dengan jalan cukup tragis,” kata Abah Widia.

Usai kegiatan doa bersama dilanjutkan dengan menaburkan Bungan dan setelah itu warga kembali ke Kampung Adat Cireunde. Sementara sebagian lainnya masih tetap bertahan untuk memanjatkan doa bagi keluarga mereka yang menjadi bagian dari 157 orang yang tewas.

“Saya ada Uwa dari kakak ibu bersama anak-anaknya yang ikut terkubur dan tidak pernah diketemukan. Ibu saya hingga saat ini masih trauma dengan kejadian longsor sampah di TPA Leuwigajah ini, bahkan tadi saat diajak ke sini untuk berdoa bersama juga tidak mau karena masih trauma,” kata Neneng seorang warga.***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x