Menikmati Wisata Sejarah, di Taman Hutan Raya Di Kota Sumedang

- 19 Juni 2024, 12:51 WIB
Tahura Gunung Kunci Sumedang di Kelurahan Kota Kulon Kecamatan Sumedang selatan Kabupaten Sumedang sebagai objek wisata alam kurang didukung fasilitas.
Tahura Gunung Kunci Sumedang di Kelurahan Kota Kulon Kecamatan Sumedang selatan Kabupaten Sumedang sebagai objek wisata alam kurang didukung fasilitas. /Portal Banudng Timur/Rizky Syaeful Malik/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Jejak- jejak kelam pada masa penjajahan masih bisa kita lihat hingga sekarang di Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Benteng Belanda menjadi saksi bisu warisan kolonialisme Belanda yang masih berdiri kokoh hingga saat ini.

Taman Hutan Raya Gunung Kunci yang berlokasi di Jalan Pangeran Sugih, Kelurahan Kota Kulon, Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang Jawa Barat, di sebelah barat alun-alun Kota Sumedang, menjadi bukti. Benteng tinggi konkoh di bangun pada masa penjajahan Belanda dan di fungsikan sebagai tempat berkumpulnya pasukan Belanda dan sebagai gudang senjata serta gudang logistik.

Berdasarkan angka tahun yang tertera, Benteng Belanda  yang ada di dalam Tahura Gunung Kunci Sumedang  dibangun pada tahun 1914. Di bangun  oleh Gubernur Jendral  Van Limburg Stirum dan selesai pada tahun 1917.

Baca Juga: Bunga Bangkai Amorphopallus titanum Hadir Kembali di Tahura Djuanda Dago Setelah 3 Tahun

Tujuan pembangun benteng tiada lain sebagai benteng pertahanan dari pasukan Jepang. Kawasan Benteng Belanda yang berada dalam pengelolaan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Pemda Sumedang. sekarang lebih dikenal sebagai Taman Hutan Raya (Tahura) Gunung Kunci.

Berdasarkan  Surat Keterangan Menteri Kehutanan  nomor SK.692/Menhut-II/2009 kawasan Tahura Gunung Kunci memiliki luasan sebesar 36.686 meter persegi atau 3,67 hektar. Sebagai kawasan hutan di dalam kota, Tahura Gunung Kunci digunakan sebagai kawasan pelestarian alam seperti tumbuhan atau flora dan satwa atau fauna yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, bahkan tempat pariwisata dan rekreasi.

Tahura Gunung Kunci dihuni sejumlah spesies flora dengan jumlah kurang lebih 205 spesies. Seperti akasia atau Acacia mangium, Eboni atau Diospyros celebica, Jati atau Tectona grandis dan Pinus atau Pinus merkusii.

Baca Juga: Cut Nyak Dhien Wanita Perkasa dari Lampadang Aceh Berlabuh di Gunungpuyuh Sumedang

Kemudian dari spesies fauna, ada beberapa satwa yang sering dijumpai di kawasan Tahura Gunung Kunci,  diantaranya Burung Kutilang atau Pycnonotus sp, Elang Ular Bido atau Spilornis cheela dan Tekukur.

Sebagai tempat wisata bersejarah di Kabupaten Sumedang. Tahura yang mempunyai simbol 2 kunci yang saling menyilang di pintu masuknya ini mempunyai amphitheater, bangunan pujasera, tempat istirahat, arena bermain anak, benteng Belanda, menara pengawas, mushola dan juga toilet, akan tetapi ada beberapa tempat yang kurang terurus.

Nama Gunung Kunci sendiri berasal dari Belanda karena tempat tersebut menjadi kunci pertahanan Belanda pada saat melawan tentara Jepang di Indonesia, yang kemudian pada masa penjajahan Jepang beberapa tempat yang ada di benteng tersebut dihancurkan karena Jepang khawatir tempat ini dipakai oleh para pejuang Indonesia untuk melawan penjajahan.

Pengelolaan tempat ini dikelola oleh dua lembaga pemerintah yaitu dinas perhutnan dan balai pelestarian kebudayaan (BPK). Kawasan ini awalnya merupakan area hutan produksi karena memenuhi syarat keindahan alam serta nilai-nilai sejarah yang tinggi. Lebih-lebih karena luasnya yang cukup untuk pengembangan koleksi tumbuhan yang mendorong pemerintah untuk mengalihfungsikan Tahura Gunung Kunci.

Tahura Gunung Kunci buka pada pukul 08.00-16.00 dengan harga tiket masuk sebesar Rp. 10.000 saja bagi wisatawan lokal dan Rp. 20.000 bagi wisatawan asing. Adapun denda yang diberikan bagi para pengunjung yang melakukan perusakan, hal ini tercantum dalam UU kehutanan supaya memberikan efek jera.

Dengan demikian, Taman Hutan Raya di Kota Sumedang menjadi salah satu tempat rekreasi dan edukasi yang menarik, serta menjadi tempat pelestarian sejarah dan budaya. (Rizky Syaeful Malik)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah