PORTAL BANDUNG TIMUR - Hasil pemindaian linimassa media sosial, sebagian warga pengguna internet (netizen) menunjukkan sikap yang salah dalam menyikapi kasus meninggalnya seorang anak di Tasikmalaya berusia 11 Tahun pada hari Minggu 17 Juli 2022 lalu. Kematian anak yang masih duduk di sekolah dasar (SD) tersebut setelah mengalami perundungan (bully).
Menurut keterangan pihak rumah sakit, almarhum didiagnosis suspek depresi yang menyebabkan neuropati serta komplikasi typhoid yang menyerang otak. Kasus ini sempat menjadi perbincangan ramai di platform Twitter selama beberapa jam di pagi hari pada Jumat 22 Juli 2022 dengan kata kunci ‘anak SD’.
Menurut Dosen Komunikasi Stikom Bandung, Nursyawal, pada Forum Diskusi Dosen Komunikasi Sakola Nusa Stikom Bandung , hasil pemindaian linimasa itu memperlihatkan kecenderungan umum netizen yang mengecam perundungan. “Bahkan sejumlah pejabat tinggi pun ikut berkomentar sama,” ujar Nursyawal.
Baca Juga: Kabar Gembira Datang dari Kubu Pangeran Biru Jelang Laga Perdana Lawan Bhayangkara FC
Selain itu juga, menurut Nursyawal, nampak sikap kebanyakan netizen memandang satu-satunya yang bersalah adalah pelaku perundungan dan meminta pihak penegak hukum memberikan hukuman yang setinggi-tingginya tanpa ampun. Selain itu, meminta penegak hukum mengabaikan kenyataan bahwa pelaku adalah anak-anak.
Terhadap hal tersebt menurut Nursyawal pihaknya sangat memaklumi. Karena Sebagai orang tua, siapa yang tidak shock, ketika mendapatkan kabar bahwa almarhum sebelumnya dirundung sedemikian rupa dan dipermalukan melalui penyebaran video rekaman perundungan ke media sosial.
“Akibatnya almarhum selama seminggu mengurung diri di rumah. Tidak mau makan dan minum, sebelum akhirnya hilang kesadaran dan dilarikan ke rumah sakit lalu wafat,” ujar Nursyawal.
Baca Juga: Ada Banyak Faktor Sebabkan Bandung Macet, Ada Banyak Upaya Minimalisir Kemacetan
Disebutkan pula, selama sekolah, almarhum kerap dirundung teman-teman sebaya karena mengalami keterlambatan dalam belajar serta fisik yang lemah. “Dari fakta-fakta yang ada, sebetulnya pihak yang harusnya dimintai pertanggungjawaban adalah orang dewasa di sekitar anak-anak tersebut,” ujar Nursyawal.
Berdasarkan teori, anak-anak berperilaku melalui proses melihat dan meniru dari lingkungan sekitarnya. Kecenderungan perilaku anakanak dipengaruhi lingkungan di sekitarnya. “Termasuk oleh media,” tegas Nursyawal.