PORTAL BANDUNG TIMUR - Perusahaan fintech lending atau layanan pinjaman online (pinjol) mulai dikenal masyarakat Indonesia sekitar tahun 2016 silam. Pada saat itu, pinjaman online lebih banyak digunakan untuk membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal.
Baca Juga: 3 Karyawan TB Aries yang terbakar di Temukan Tewas
Namum seperti pedang bermata dua, kehadiran fintech lending atau Peer-to-Peer (P2P) Lending ini terus tumbuh dan berkembang hingga dimanfaatkan olen perusahaan pinjol ilegal yang berkamuflase hingga acapkali memakan korban tak hanya harta benda bahkan nyawa pun melayang akibat jerat pinjol ilegal ini.
Mencermati fenomena tersebut, Rektor Universitas Al Ghifari (Unfari), Prof. Dr. H. Didin Muhafidin, S.IP, M.Si berpandangan bahwa masyarakat kita rentan menjadi korban penipuan, apalagi ketika menghadapi menghadapi situasi ekonomi yang sulit.
Baca Juga: Toko Bangunan Terbakar Hebat, Butuh 17 Jam Memadamkannya
"Kehadiran pinjol apalagi yang ilegal ini seperti malaikat penolong padahal aslinya menjerumuskan. Mereka hadir dengan menawarkan kemudahannya. Cukup dengan identitas diri, mengisi aplikasi dan tanpa waktu lama, uang instant pun akan segera masuk rekening," kata Guru Besar Kebijakan Publik Unpad tersebut di ruang kerjanya. Rabu, 17 Januari 2024.
Menurut Prof. Didin, hal ini terjadi karena mayoritas masyarakat kurang mendapatkan literasi yang memadai akan pinjol ini. Pada umumnya, marketing pinjol ilegal ini memancing korbanbya melalui blas pesan singkat , menawari calon korbannya untuk mendapatkan penawaran yang sangat menarik.
Pinjol ilegal ini, kata Prof. Didin modus operandinya dimulai dengan iming-iming bunga rendah jika dibandingkan dengan bunga perbakan. Selain itu persyaratannya pun sangat mudah bahkan tanpa perlu ada BI Cheking. Proses pencairan dananya pun cukup cepat tidak sampai hitungan hari dana instant sudah ada dalam genggaman.
Baca Juga: WADUH, 93 Pegawai KPK Akan di Sidang Etik Mulai Hari Ini