Bandung Lautan Api, Dikenang Mayor Tarmidi dengan Senyuman

- 19 Maret 2021, 23:19 WIB
Tarmidi (98) dan Paimo (83) dua sahabat Mohamad Toha dan Mohamad Ramdan pelaku sejarah penghancuran gudang mesiu Belanda di Dayeuhkolot.
Tarmidi (98) dan Paimo (83) dua sahabat Mohamad Toha dan Mohamad Ramdan pelaku sejarah penghancuran gudang mesiu Belanda di Dayeuhkolot. /Portal Bandung Timur/heriyanto

PORTAL BANDUNG TIMUR - Setiap ditemui menjelang peristiwa bersejarah Bandung Lautan Api, Pertempuran Bandung Timur, ataupun Hari Kemerdekaan, Hari Veteran dan Hari Pahlawan, Tarmidi (98) selalu menyambutnya dengan senyuman. Senyuman yang penuh dengan makna yang bagi dirinya sendiri sulit untuk mengungkapkannya dengan kata-kata.

Selain Mohamad Toha dan Mohamad Ramdan, antara bulan November hingga luluh lantaknya gudang mesiu tentara Belanda di Dayeuh Kolot, Tarmidi orag paling dicari tentara Belanda.

“Dia temannya Toha (maksudnya Mohamad Toha) orang yang paling dicari (pasukan) Belanda karena sering membuat keributan. Dia juga yang membakar rumah-rumah di Cicadas, Padasuka dan Ujungberung sampai Kota Bandung terbakar,” ujar Paimo (83) sahabat akrab Tarmidi sesama veteran pejuang Jawa Barat.

Baca Juga: Liga Champions, Akan Tersaji Dua Laga Ulang Final Liga Champions di Perempat Final

Saat ditemui beberapakali peringatan sejarah pertempuran di Kota Bandung, Tarmidi dengan pangkat terakhir Mayor golongan D, tampak sumringah dan semangat bila  menuturkan pengalaman masa perang kemerdekaan (sebelum 1945) dan mempertahankan kemerdekaan (1945-1949).

“Diantara pertempuran-pertempuran yang pernah dijalani, paling berkesan saat pertempuran Bandung lautan api, persiapan peledakan gudang mesiu Dayeukolot  dan pertempuran Legit (Bandung Timur),” ujar Tarmidi.

Dirinyalah yang memipin langsung Pasukan Berani Mati wilayah Bandung Timur. Dikenangnya, pasca banjir  yang melanda Kota Bandung akibat meluapnya sungai Cikapundung (25 November 1945) membuat para pejuang yang tergabung dalam Barisan Rakyat Indonesia di Kota Bandung mudah tersulut emosinya.

Baca Juga: Dirgantara Indonesia Serahkan CN235-220 MPA Pesanan Senegal Air Force

 “Karena disaat rakyat Bandung sedang menderita akibat banjir yang menewaskan ratusan warga Bandung, justru dimanfaatkan Belanda dan Sekutu untuk menekan. Bahkan provokasi yang berakhir dengan pertempuran-pertempuran kecil di dalam kota Bandung hingga Jenderal Donald (Kolenel Mc Donald Komandan Divisi 23 Sekutu) membagi Kota Bandung menjadi dua bagian, selatan dan utara,” ujar Tarmidi.

Pertempuran demi pertempuran terus terjadi disetiap ada kesempatan. Pertempuran Ledeng (pertempuran Isola), Ciroyom, Cikudapateuh, Kosambi, Lengkong, Cicadas dan daerah pinggiran Kota Bandung lainnya. Hingga puncaknya kekesalan para pejuang terjadi pada akhir Desember 1945 dimana Sekutu menghujani pos-pos pejuang dengan bom.

“Pemboman yang dilakukan Sekutu di Lengkong, Ciroyom, Cicadas dan Legit (Cipadung), membuat kami marah. Apalagi perundingan-perundingan yang dilakukan pimpinan di Jakarta dirasakan kami tidak ada hasilnya maka pada tanggal 20 Maret 1946 kami dari Barisan Rakyat Indonesia merasa kesal,” kenang Tarmidi.

Baca Juga: Kata Menpora, Tentang Tim Bulu Tangkis Indonesia Harus Mundur

Dirinya bersama Pasukan Berani Mati, Barisan Banteng dan Hizbullah berniat untuk melakukan balasan, tapi disaat rencana disusun pada 23 Maret sudah ada pembakaran bangunan di tengah kota. Kamipun langsung mengkuti membakar bangunan sepanjang jalan Asia Afrika  hingga Cibiru disertai dengan pertempuran,” kenang Tarmidi, yang  bersama pasukannya dihujani bom mulai dari Cikudapateh, Cicadas dan Legit yang paling banyak memakan korban jiwa.

Pertempuran sangat melelahkan sepanjang dua pekan, dirasakan Tarmidi dan pasukan semakin menimbulkan amarah. Dirinya diperintahkan menyusup ke dalam Kota Bandung pada Mei 1946. “Saya merasa sedih melihat Kota Bandung, bukan karena banyaknya bangunan yang terbakar dan porak poranda dibom, tapi banyak teman yang gugur,” kenang Tarmidi.

Hal inilah yang mempertemukan dirinya kembali dengan Mohamad Toha sahabat masa remajanya di Kampung Suniaraja (Cikapundung). Kemarahan para pemuda yang tergabung dalam Barisan Benteng RI, Pasukan Pangeran Pakpak, Hizbullah dan Pasukan Berani Mati, berkumpul merencanakan untuk memberikan balasan.

Baca Juga: Bupati dan Wakil Bupati Bandung, Saatnya Buktikan Janji Lewat RPJMD

“Rencana yang kami putuskan adalah menghancurkan gudang-gudang persenjataan milik Sekutu. Salah satunya gedung di Dayeuh Kolot, agar Sekutu tidak lagi membom dan menembaki kami,” ujar Tarmidi.

Setelah rencana sudah matang, merekapun menantikan waktu yang tepat dengan selalu memantau situasi sekitar Dayeuhkolot. “Tapi sebelum kami memutuskan siapa yang akan melakukan peledakan, Toha dengan Ramdan sahabatnya sudah turun ke Citarum dengan alasan mumpung sungai surut dan saya hanya sempat mengantar ke seberang sampai Toha dan Ramda masuk gorong-gorong,” kenang Tarmidi, mengenang peristiwa pada 9 Juli 1946.

Hingga ditunggu tengah malam, peledakan belum dilakukan Toha dan Ramdan membuat Tarmidi dan rekan lainnya mulai dihinggapi rasa cemas. Takut Toha dan Ramdan keburu ketangkap sebelum menjalankan aksi peledakan.

Baru keesokan harinya  pada 10 Juli 1946 seusai adzan dzuhur berkumandang terjadi ledakan sangat dahsyat dari seberang sungai. “Hingga ditunggu sampai magrib Toha dan Ramdan tidak kunjung kembali, kami memastikan kalau keduanya turut mati bersama meledaknya gudang senjata,” ujar Tarmidi berharap perjuangan yang dilakukan para pejuang tidak disia-siakan oleh generasi saat ini. (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x