Sekda Sumedang Apresiasi Sri Mulyani, Tapi Soal Program 'Ecer-ecer' Belum Dijawab

15 September 2021, 19:18 WIB
Sekda Sumedang Herman Suryatman /Dok Pribadi/

PORTAL BANDUNG TIMUR –Sekretaris Daerah  (Sekda) Sumedang Herman Suryatman memberi apresiasi atas pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal masih lemahnya tata kelola keuangan Pemda. Sayangnya, pertanyaan apakah di Sumedang ada program 'ecer-ecer', tidak dikomentari.

“Kami mengapresiasi kritik dan masukan yang disampaikan Ibu Menteri Keuangan terkait pengelolaan keuangan di daerah,” kata Herman Suryatman melalui chat WA yang diterima Portal Bandung Timur, Rabu 15 September 2021.

Sebelumnya di Jakarta, Menteri Keuangan Sri Mulyani  membongkar kesalahan Pemerintahan Daerah (Pemda) dalam tata kelola keuangan.

Dalam pernyataannya di hadapan Komisi XI DPRD , Sri Mulyani  mengaku selalu memantau tata kelola keuangan daerah bersama jajarannya.  Kesimpulannya, masih banyak hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Sri Mulyani  bahkan menyebut,  Pemda kebanyakan membuat banyak program tapi minim hasil alias tidak produktif.

Baca Juga: Prevalensi Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia Selama Masa Pandemi Covid-19 Meningkat

Menurut  Sri Mulyani, apa yang dilakukan Pemda tersebut adalah “ecer-ecer”, recehan, agar semuanya  dapat. Pemda tidak memperhatikan, apakah pengeluaran itu menghasilkan output dan outcome.

"Belanja juga belum produktif, 32,4% belanja pegawai dan 11,5% belanja infrastruktur dan layanan publik," tegasnya.

Herman Suryatman menjelaskan, dalam struktur  APBD, proporsi DAU untuk mendanai belanja pegawai yang menjadi belanja wajib cukup besar. Dengan demikian, apa yang disampaikan Sri Mulyani bahwa DAU cenderung memiliki korelasi positif terhadap belanja pegawai adalah benar.

“Untuk membiayai program pembangunan yang menjadi urusan wajib dan pilihan, daerah hingga saat ini masih bergantung pada dana yang bersumber dari pemerintah pusat,” tulisnya.

Baca Juga: Penderita Covid-19 Maksa Ngemal, Siap-siap di Isolasi

Mengenai penyusunan APBD, ia mengatakan, daerah selalu mengikuti regulasi yang diamanatkan dalam peraturan perundangan terkait mandatory spending.  Regulasi tersebut adalah belanja pendidikan 20%, belanja kesehatan minimal 10%, belanja infrastruktur sebesar 25% dari dana transfer umum, serta alokasi dana desa sebesar 10%.

Dijelaskan juga, karena kapasitas fiskal yang dimiliki daerah terbatas, maka postur APBD untuk membiaya program pembangunan yang berdampak langsung terhadap pelayanan kepada masyarakat, sebagian besar dipenuhi dari dana DAK dan bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi.

Khusus di Sumedang, agar terjadi peningkatan kapasitas fiskal, Pemda berupaya untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. “Upaya ini dilakukan untuk mendanai program kegiatan yang berdampak langsung terhadap pencapaian target kinerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Ia juga menjelaskan, untuk belanja-belanja yang kurang efektif , Pemda berupaya melakukan refocussing anggaran dan secara bertahap  menerapkan analisis standar belanja. Tujuannya, agar belanja yang dialokasikan dapat lebih efektif, efisien, dan ekonomis sehingga dapat memenuhi konsep value for money dan memperbaiki kualitas APBD.

Baca Juga: Sitem Ganjil Genap Akhir Pekan Terbukti Tekan Mobilitas Kendaraan

“Untuk meningkatkan serapan anggaran dan capaian output serta kegiatan, saat ini dilakukan evaluasi secara berkala terhadap seluruh SKPD sehingga diharapkan proses serapan anggaran dapat dilaksanakan sesuai target yang ditetapkan,” ujarnya

Sumedang juga menerapkan manajemen kas, agar dapat memenuhi likuiditas dan kebutuhan belanja operasi. Manajemen kas di maksud adalah penempatan dana dalam bentuk deposito on call.

Sayangnya, yang menjadi pertanyaan Portal Bandung Timur saat menghubungi Sekda tidak terjawab. Yang ditanyakan adalah penjelasan Menkeu bahwa masih banyak Pemda yang membuat program 'ecer-ecer',  tanpa memperhatikan hasil output dan outcome. “Bagaimana di Sumedang?”. (ap sutarwan)***

Editor: Agus Safari

Tags

Terkini

Terpopuler