Djiaw Kiang Lin dan Liaw Ching Lan Jaga Rumah Soekarno Hatta Susun Teks Proklamasi

11 Juni 2023, 07:07 WIB
Pasangan suami istri Djiaw Kiang Lin dan Liaw Ching Lan yang akrab disapa Bapak dan Ibu Yanto di teras rumah sejarah Djiaw Kie Siong di Kampung Bojong, Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat. /Portal Bandung Timur/Suci Nurrohmah/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Andaikan Ir Soekarno masih ada, tentunya beliau akan sedih melihat rumah bekas dulu menulis naskah proklamasi menua dan rapuh. Di sanalah, di rumah milik Djiaw Kie Siong, Soekarno berdebat sengit dengan para pemuda yang mendesak agar Indonesia dimerdekakan.

Kini rumah Djiaw Kie Siong di Kampung Bojong Desa Rengasdengklok Selatan, Kecamatan Rengasdengklok Kabupaten Karawang, yang dijadikan artefak kemerdekaan seolah terlantar. Direnovasi harus menaati cagar budaya, tidak direnovasi kondisinya mengkhawatirkan.

Memasuki rumah tersebut rasanya seperti kembali pada masa menjelang proklamasi. Nampak sepasang kekasih yang sudah berusia lanjut, sehari-harinya mereka merawat rumah sejarah tersebut. Mereka terus mempertahankan bangunan tua bersejarah itu yang sudah berusia satu abad, dengan usia yang sudah lanjut mereka masih ingin menjaga.

Baca Juga: Resep Brownies Kukus Simple dengan Bahan Sederhana

“Harus dilestarikan, dirawat agar tidak hilang sejarahnya karena sejarah tidak bisa diulang. Perlu dirawat juga karna ini juga menjadi tempat tinggal jadi memang sudah seharusnya dirawat” ujar Liaw Ching Lan yang akrab disapa Ibu Yanto (75) generasi ketiga atau cucu  Djiaw Kie Siong yang merawat tinggalan sejarah tersebut.

Beliau sangat berharap rumah tersebut bisa bertahan 1 abad kemudian hingga seterusnya. Namun sayangnya rumah ini tidak begitu diketahui oleh masyarakat luas.  “Seperti inilah rumah sejarahnya, kita sebagai keturunannya hanya bisa merawat juga melestarikan ya kalau bukan kita siapa lagi, dirawat dijaga jangan sampai hilang sejarahnya. Beginilah kalau hari biasa sepi” ujar Ibu Yanto generasi ketiga Djiaw Kie Siong  yang merawat tinggalan sejarah tersebut.

 Diusia yang sudah memasuki kepala tujuh, pasangan suami istri Djiaw Kiang Lin atau Yanto (75) dan Liaw Ching Lan atau Bu Yanto (75)  terus berusaha merawat sebisanya, dirawat layaknya rumah seperti pada umumnya. Bukan hanya dirawat rumah tersebut juga dilestarikan keasliannya. Meskipun rumah ini sempat mengalami perpindahan lokasi karna terkikis oleh air sungai yang mengalir dekat rumah tersebut.

Baca Juga: Terowongan Sasaksaat,  Bukti Kelam Masa Penjajahan di Cipatat

Rumah milik kakek moyangnya, Djiaw Kie Siong dahulu lokasinya berada di pinggir aliran sungai citarum. Jika tidak ada keturunan Djiaw Kie Siong yang banting tulang mempertahankan rumah tersebut mungkin saat ini tempat Istirahat Soekarno-Hatta sudah luluh lantak dimakan Banjir.

Saat ini rumah tersebut dirawat  Djiaw Kiang Lin dan Liaw Ching Lan yang akrab disapa warga Bapak dan Ibu Yanto, yang usianya sudah tidak lagi muda. Rumah ini diteruskan setiap keturunan Djiaw Kie Siong dan pemilik rumah saat ini merupakan generasi ketiga dari Djiaw Kie Siong. Saat ini rumah tersebut terletak jauh dari pinggir sungai “Waktu itu karena banjir besar terpaksa rumah ini harus dipindahkan, dicopot satu persatu kayunya kemudian dipasang kembali seperti semula” terang Ibu Yanto.

Salah satu bagian dalam rumah Djiaw Kie Siong di Kampung Bojong Desa Rengasdengklok Selatan Kecamatan Rengasdengklok Kabupaten Karawang.
Pada peristiwa Rengasdengklok kala itu Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta dibawa oleh golongan muda untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu Soekarno-Hatta datang pada 15 Agustus 1945 ke rumah milik Djiaw Kie Siong itu.

Baca Juga: MAU Healing, ke Desa Wisata Bojonggambir Aja

Rumah itu dibangun pada 1920 oleh Djiaw Kie Siong dan dinyatakan menjadi rumah sejarah pada 1960. Rumah ini berada tidak jauh dari pusat kota Karawang yakni terletak di Kampung Bojong, Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, sekitar 300 meter dari Tugu Kebulatan Tekad yang berada di sisi jalan.

Menengok rumah tersebut kita akan masuk pada pemukiman warga. “Orang hanya mengetahui tugu kebulatan tekad saja karena itu dipublikasi diberikan petunjuk arah menuju tugu sedangkan rumah orang hanya mengandalkan bertanya saja, apalagi dahulu masyarkat sekitar saja tidak mengetahui, sekarang sudah mudah diakses namun ya masih tetap kurang dikenal” ujar Ibu Yanto.

Berkunjung kesana pada hari biasa akan terasa sangat sepi, masyarakat lebih banyak berkunjung pada hari hari weekend dan hari hari libur nasional. “Ya paling rame kalau bulan Agustus neng, banyak dari sekolah sekolah yang dateng, biasanya juga ada dari institusi. Kalau hari biasa ya sepi” Ujar Ibu Yanto.

Tempat tidur di rumah Djiaw Kie Siong yang dijadikan Soekarno saat diasingkan sebelum membuat teks Proklamasi bersama Mohammad Hatta.
Terkadang juga terdapat para tokoh pemrintah yang berkunjung namun tidak sering. Kurangnya Publikasi membuat rumah ini lama kelamaan mulai terlupakan. Pemerintah dan Kita perlu sekali mengenalkan sejarah melaui berbagai media agar kita tidak kehilangan sejarah. Kesadaran akan pentingnya sejarah sangat diperlukan untuk membentuk anak bangsa yang mencintai tanah airnya.

Baca Juga: Sampah dan Pa Dede, Akrab dengan Bau Busuk Sampah Demi Kenyamanan Warga

Terlihat sederhana, ternyata rumah itu sudah berusia satu abad yakni 103 tahun. Namun tetap kokoh hingga saat ini, barang barang hingga material rumahnya pun masih asli. Ke 95 persen material serta barangnya tidak ada yang diubah.

Ketika masuk kita akan lihat bangunan tersebut yang masih menggunakan kayu serta lantai yang menggunakan bata. Terdapat dua kamar di dalamnya disebelah kanan kita dapat melihat langsung kamar Ir.Soekarno dengan ranjangnya serta terdapat bangku dan meja, kemudian disebelah kiri kita dapat melihat kamar Mohammad Hatta.

“Dulunya tembok ini di,lapisi kapur sirih terus tahun 1980an kita cat ya mengikuti zaman ya. Kasur sama kelambunya pun kita ganti terus sekarang kasurnya udah diganti 2 kali, kelambu juga kita ganti karena kelambu lama kelamaaan bisa tepo (rusak)” ujar Ibu Yanto.

Setiap kali ada yang rusak pasti selalu dibetulkan dengan biaya sendiri, paling tidak juga tambahan dari para pengunjung yang memberikan seikhlasnya.  Rumah yang memiliki peran penting menjelang proklamasi kini kian terlupakan dimakan jaman.

 Setelah berkunjung kesana akan terasa betapa pentingnya merawat sejarah karena sejarah tidak akan terulang kembali, bukti dan kenangannya akan tersimpan pada tempat tersebut. Seperti pesan Ir.Soekarno yakni Jasmerah “Jangan sekali kali meninggalkan sejarah”. Kita sebagai generasi bangsa perlu terus melestarikan, menjaga, merawat sejarah kemerdekaan Indonesia.(Suci Nurrohmah)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler