PORTAL BANDUNG TIMUR - Patung Kuda Kosong di Jalan Raya Bandung Cianjur, tepatnya di Pertigaan Jalan Jonggol Tungturunan Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur memiliki cerita tersendiri. Ada alasan dibalik dibangun patung Kuda Kosong, bukan hanya sekadar pajangan dan hiasan jalan Raya Bandung Cianjur semata.
Kabupaten Cianjur memiliki beberapa tradisi salah satunya adalah Kuda Kosong atau bisa juga disebut pawai kuda kosong. Tradisi asli Kabupaten Cianjur yang sudah turun temurun sejak lama.
Tradisi Kuda Kosong bertujuan mengenang perjuangan Bupati Cianjur terdahulu. Saat Cianjur dipimpin oleh R.A. Wira Tanu yakni seorang Dalem Pamoyanan R.A.A. Wiratanudatar II, saat itu bupati memiliki kewajiban untuk menyerahkan upeti hasil dari palawija atau tanaman sampingan dari padi, kemudian upeti tersebut diserahkan kepada Sultan Mataram di Jawa Tengah.
Baca Juga: Resmi, Vaksin AstraZeneca Batch CTMAV547 Dihentikan
Jenis upeti yang diserahkan adalah sebutir beras, lada, dan sebutir cabai, karena Dalem Pamoyanan R.A.A Wiratanudatar II-lah yang saat itu dianggap memiliki ilmu sakti mandraguna. Karena itu beliaulah yang diembani tugas untuk menyerahkan langsung upeti ke Sultan Mataram.
Setiap menyerahkan upeti, Dalem Pamoyanan selalu mengatakan bahwa rakyat Cianjur itu miskin dalam hasil pertaniannya. Meskipun hasil pertanian kami miskin rakyat Cianjur memiliki keberanian yang besar dalam memperjuangkan bangsa, sama seperti upeti yang diserahkan yakni sama dengan pedasnya rasa cabai dan juga lada.
Pernyataannya yang selalu diucapkannya setiap menyerahkan upeti beliau dianggap pandai dalam diplomasi dan membuat Sunan Mataram kagum terhadapnya. Karena itu Sunan Mataram menghadiahkan seekor kuda kepadanya.
Seekor kuda jantan agar dijadikan sarana angkutan perjalanan pulang dari Mataram ke Cianjur. Hadiah yang diberikan diangggap sebuah penghargaan dan kebanggan tersendiri untuk rakyat Cianjur saat itu untuk Dalem Pamoyanan.
Seperti yang pernah diucapkan oleh Dalem Pamoyanan bahwa rakyat Cianjur memiliki jiwa pemberani ternyata membuahkan sebuah kenyataan. Kurang lebih lima puluh tahun setelah peristiwa penyerahan upeti itu, ribuan rakyat Cianjur berbondong-bondong melakukan perlawanan secara gerilya terhadap penjajah Belanda.
Baca Juga: Waspadalah, Kembali Ditemukan 2 Mutasi Covid Varian Baru Asal Malaysia