Godi Suwarna, Corona Jangan Memasung Ambisi Kreativitas

- 2 November 2020, 20:18 WIB
TOTALITAS seniman budayawan Godi Suwarna dalam setiap penampilannya selalu mengundang kekaguman, bukan hanya sosoknya yang esentrik tapi juga karyanya yang kaya makna.***
TOTALITAS seniman budayawan Godi Suwarna dalam setiap penampilannya selalu mengundang kekaguman, bukan hanya sosoknya yang esentrik tapi juga karyanya yang kaya makna.*** /Heriyanto Retno/

PORTAL BANDUNG TIMUR - 

Sajak “Blues Kere Lauk” (1992) ditampilkan seniman budayawan Sunda multitalenta, Godi Suwarna sebagai pamungkas rangkaian pegelaran Seni Unggulan UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat. Mengusung konsep pegelaran seni dengan protokol kesehatan COVID-19, digelar di rumahnya merangkap Sanggar Seni Titik Dua di Kampung Lembur Balong RT 01 RW 02 Jalan Sukamulya, Kota Ciamis, beberapa waktu lalu.

Dipentrang dimentrang-mentring, di sahara nadah salikur srangéngé, dina dada teu kasampak cikaracak. “Raga! Raga geuning bet teu walakaya najan can ditilar sukma!” Tina tapak jarum morphin tinggarajag getih sagibleg-sagibleg jadi saab ngempur beureum mulas langit. “Bulan kuring! Na di mana bulan kuring?” Panonpoé nu salikur gumuruh jeroning tarang. Panon keri da puguh cimata garing tina beungeut nu rarengatsauratna, sauratna. Bet karasa beurang téh bangun rék langgeng dageuning ieu jarum jam ngarandeg jero genggerong. “Purnama kuring di mana?”

Berbeda dengan yang selama ini sering dilakukan dalam pentas karya-karyanya. Pegelaran dalam rangka Program Penguatan Taman Budaya yang difasilitasi Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sastrawan Sunda nan esentrik kelahiran Tasikmalaya, 23 Mei 1956, dibawakan dengan diiringi irama musik blues yang kental dengan suara gitar bending dan vibrato menyayat meratap.

Baca Juga: Bunga Bangkai Beranak Pinak

Larik-larik sajak yang melankolis berceritakan suasana hati diluapkan lewat ekspresi suara maupun gerak tubuh. Seakan ingin ditunjukan Godi bahwa “Blues Kere Lauk”, benar-benar memenuhi unsur musik komunitas Afro Amerika dari abad ke 19 yang lekat dengan call and response, dimana sang vokalis dengan gitaris tengan bercengraman dan menghasilkan suasana penuh kesedihan dan melankolis.

‘Blues Kere Lauk” yang merupakan kumpulan sajak yang ditulis sejak tahun 1989 hingga 1992 merupakan salah satu karya paling monumental tidak hanya bagi diri Godi seorang, tapi juga khasanah seni sastra Jawa Barat, khususnya Sunda pada tahun 1992. Bukan hanya sastrawan budayawan Sunda tanah air saja, seperti Ajip Rosidi, Abah Duduh Durahman, Abdullah Mustafa, Etty RS dan lainnya, tapi juga almarhum WS Rendra pernah mentasbihkan Godi Suwarna dengan karya-karyanya sebagai khasanah sastra tanah air.

Pada pegelaran sepanjang malam yang akan ditayangkan secara tapping di media daring, sesuai dengan protokol kesehatan COVID-19, penerima tigakali Hadiah Sastera Rancage untuk karya yang dibukukan, “Blues Kere Lauk” (1994), Serat Sarwasatwa (1995), dan Sandekala (2007), juga menampilkan sederet karyanya dalam bentuk teaterikal dan juga musikalisasi. Semisal  menjelang petang di panggung kecil Godi membacakan “Dongeng Si Ujang (1996), diiringi musik karinding dan kecapi dihadapan sekelompok anak-anak yang kelelahan usai bermain.

Baca Juga: Kesetiaan Herman Sutardjo Menjaga Amanat

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x