Usai Pedati, Giliran Becak Raib di Kota Dollar Majalaya

12 Juli 2023, 07:45 WIB
Meskipun di pusat keramaian Kota Majalaya Kabuaten Bandung, keberadaan becak yang sempat menyisihkan delman kini harus menyerah kalah tersisih kendaraan bermotor. /Portal Bandung Timur/siti nurhayati/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Kehadiran sarana angkutan becak di Kota Majalaya sempat menjanjikan perubahan akan daerah di kawasan timur Kabupaten Bandung. Bagaimana tidak? Dengan hadirnya becak berarti Kota Majalaya yang selama ini dikenal sebagai Kota Dolar akan terbebas dari kemacetan setiap penjuru kotanya dari lalu lalang kendaraan bertenaga kuda, mulai dari Dokar yang dipergunakan para pedagang di pasar atau petani mengangkut hasil bumi dan Pedati sebagai sarana transportasi.

Namun kehadiran becak di wilayah kecamatan 25 kilometer Tenggara Kota Bandung atau sekitar 35 kilometer dari Ibu Kota Pemerintahan Kabupaten Bandung, Soreang, tidak berlangsung lama. Sebagai sarana transportasi, Becak tidak semelegenda Pedati atau Delman yang menjadi ikon Kota Majalaya.

Kehadiran sarana transportasi tradisional dengan roda 3 dan menggunakan tenaga manusia sebagai energi utamanya, tidak lama mengaspal di Kota Majalaya. Kehadiran becak yang mampu mengurangi Kota Majalaya dari polusi kotoran hewan kuda tenaga transportasi tradisional tak lagi mewarnai jalanan Kota Dollar Majalaya.

Baca Juga: Abah Khairudin Tahun Ini Berusia 100 Tahun, Menikmati Hasil Jerih Payah Berjualan Lumpia Basah

Kian tahun nampak kurang terlihat keberadaannya tergerus modernisasi. Masyarakat cenderung memilih menggunakan jasa ojeg yang dapat mempersingkat waktu karena memiliki kecepatan lebih dan mampu melakukan manuver di jalanan padat.

Bahkan dengan semakin mudahnya mendapatkan kendaraan pribadi, seperti motor ataupun mobil, membuat becak sebagai sarana transportasi di Kota Majalaya  semakin tersisihkan. Kini kehadiran kendaraan bermotor selain menyisihkan transportasi tradisonal Delman, Pedati, Andong atau Dokar, juga menyalip becak serta mematikan profesi tukang becaknya sekaligus.

Didin Mulyadin (38), seorang buruh becak di wilayah Majalaya Kabupaten Bandung, sangat merasakan perubahan yang tengah terjadi. Dirinya menjadi saksi dan mengalami sendiri bagaimana dari waktu ke waktu rekan-rekan seprofesinya menghilang di jalanan.

Baca Juga: Abdul Penjual Jus di Kampus UIN Bandung, Mengoleksi Koin Berharga Tanpa Sengaja

Ditemui di rumahnya, di Kampung Sukamanah Desa Majakerta Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung yang juga merupakan kampung halaman kelahirannya, Didin Mulyadi, bercerita banyak tentang suka duka sebagai tukang becak.

“Dulu becak itu merupakan alat transportasi tradisional yang banyak di jumpai di sekitar Majalaya, yang mau ke pasar naik becak, anak sekolah mau berangkat sekolah naik becak, kemanapun pasti ada becak. Kalau sekarang kan pada lebih milih naik motor, yang lebih cepat,” ujar Didin Mulyadin setengah berkeluh.

Dikatakan Didin Mulyadin, fenomena modernisasi turut memberikan dampak yang cukup besar bagi para pembecak. Terutama mereka yang menjadi tulang punggung keluarganya.

“Dulu, saya dapetnya lumayanlah bisa kasih makan keluarga,cukup untuk menabung dan bisa membeli becak baru juga buat saya sewain ke orang lain. Tapi semakin tahun karena semakin menurun konsumennya yah akhirnya saya gulung tikar juga,” ujar Didin Mulyadin.

Baca Juga: Mang Aman Cerita Tumpas Gerombolan DI TII saat Operasi Pagar Betis di Gunung Geber

Mereka yang telah merajut kasih mencari nafkah setiap harinya melalui tarikan becak, kini hanya bisa mengingatnya sebagai kenangan. Setiap ayunan kakinya yang berat tidak di hiraukannya, mengingat anak dan istri di rumah, tapi kini harapan itu terlihat jelas perlahan hilang.

Didin Mulyadin, salah seorang buruh becak di kawasan Majalaya menjadi salah satu di antara banyaknya buruh becak yang akhirnya memilih gulung tikar. Tukang becak banyak yang lebih memilih memulai pekerjaan baru. Bahkan tidak sedikit yang beralih profesi menjadi badut di jalanan yang banyak di temui di Kota Majalaya belakangan ini. 

Fenomena ini tidak hanya merugikan sepihak, tidak adanya larangan kepemilikan berlebihan kendaraan pribadi juga kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk lebih mencintai lingkungan dan melestarikan alat transportasi tradisional. Membuat para buruh transportasi tradisional semakin mundur di era gempuran transportasi pribadi. 

Namun, semangat para pencari nafkah terutama pekerja buruh becak tak gentar. Mereka memutar balik pikiran hanya untuk sesuap nasi.

Baca Juga: Indah Harjono Turut Jaga Teh Kertasari Karena Kecintaan pada Lingkungan

Melihat fenomena seperti ini,tentunya para buruh becak berharap pemerintah setempat,lebih memperhatikan dan melestarikan para buruh transportasi terutama transportasi tradisional. Selain untuk menjaga warisan budaya, juga sekiranya mampu mengurangi angka kemiskinan di Majalaya kabupaten bandung.

Becak, alat transportasi tradisional yang tentunya sangat amat ramah lingkungan ini. Memiliki 3 ban, 2 ban yang menjaga keseimbangan di area depan dan 1 ban di belakang untuk menopang beban. Dengan tidak digunakannya mesin dan lebih memakai tenaga manusia tentunya patut di pertimbangkan keberadaannya oleh masyarakat.

Salah satu alat transportasi yang ramah lingkungan ini pun mampu kiranya membawa 2 orang dewasa. Selain ramah lingkungan, juga kiranya mampu lebih mencintai alam dan melestarikan transportasi tradisional yang tentunya menjadi warisan nenek moyang kita. (Siti Nurhayati)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler