Di Tengah Pandemi, Ziarah Kubur ke Makam Sunan Gunung Jati Tidak Pernah Surut

- 31 Januari 2022, 14:00 WIB
Abdi Dalem Makam tengah membersihkan makam Sunan Gunung Jati  atau Syarif Hidayatullah,   komplek makam Sunan Gunung Jati,  Kota  Cirebon.
Abdi Dalem Makam tengah membersihkan makam Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, komplek makam Sunan Gunung Jati, Kota Cirebon. /Portal Bandung Timur/heriyanto/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Udara panas menyengat selama perjalanan menyusuri Jalan Raya Cirebon-Indramayu, sedikit berkurang manakala langkah kaki melewati gerbang berbentuk Gapura Candi Bentar, gerbang pertama komplek makam Sunan Gunung Jati. Pepohonan Sawo Kecik dan Tanjung, menciptakan kesejukan pemakaman di atas Gunung Sembung, Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Cirebon.

Lafaz kalimah Laa Ilaaha Illallah, yang disuarakan pengunjung di bangsal Pasambangan terdengar bergema menghadirkan ketenangan saat kaki melangkah lebih jauh ke dalam komplek makam Sunan Gunung Jati. Kesejukan semakin terasa saat melakukan wudhu dipadasan dengan air dari Sumur Jati sebelum masuk ke bangsal Pasambangan menghadap Lawang Pesujudan, bergabung bersama ratusan peziarah lainnya yang sudah datang terlebih dahulu.

“Sejak memasuki bulan Ramadhan hingga menjelang pertengahan ini, peziarah nyaris tidak mengenal waktu. Peziarah datang silih berganti untuk berdoa dan berzikir bersama sejak sholat subuh hingga ketemu magrib dan dilanjut setelah sholat tarawih hingga ketemu lagi subuh,” ujar Nasir, salah seorang petugas komplek makam Sunan Gunung Jati.

Baca Juga: Petik Pelajaran dari Kontroversi Kendang, Sule Meminta Maaf

Memang, diakui Nasir sejak dilakukan perbaikan secara besar-besaran yang dilakukan pemerintah pusat melalui Program Revitalisasi dan Renovasi anggaran perubahan APBN 2012, jumlah pengunjung mengalami peningkatan mencapai ratusan dan pada jumat bisa mencapai seribu orang. “Mungkin karena mengunjungi makam (Sunan Gunung Jati) sekarang terasa sangat nyaman,” ujar Nasir.

Komplek Makam Sunan Gunung Jati sekarang ini kondisinya memang berbeda ketika belum direnovasi delapan bulan lalu. Sejak memasuki gerbang Gapura Kulon ataupun Gapura Wetan berbentuk candi bentar, peziarah sudah merasakan perubahan dari kedua gapura dan lantai batu adesit yang kini sudah sangat rapi tidak tambal sulam dengan batu bata ataupun semen.

Demikian pula saat akan mengambil air wudhu. Padasan yang sebelumnya kurang terawat, kini sangat bersih karena berlantai keramik.

Baca Juga: Covid-19 Nasional, Angka Kesembuhan dan Kasus Terkonfirmasi Aktif serta Positif Masih Nambah

Hal serupa juga tampak pada bangunan Bangsal Pasambangan, kayu-kayu penyangga maupun gentingnya terlihat baru. “Dulu secara khusus untuk bangsal yang gentingnya khusus dari kayu jati kami ganti semua seperti aslinya, demikian pula halnya dengan lantai batu adesit. Karena semua makam ini merupakan salah satu peninggalan bersejarah dan untuk merenovasinya harus disesuaikan dengan bahan-bahan asli seperti sediakala,” terang Nasir.

Tidak kalah uniknya adalah bangunan-bangunan utama seperti Pendopo Soka yang fungsinya untuk tempat istirahat bagi tamu yang akan ziarah. Juga bangunan Siti Hingil dan Mande Budi Jajar atau Mande Pajajaran di alun-alun yang dibuat pada tahun 1401 Saka (1479 M) yang merupakan hadiah dari Ratu Nyawa anak Raden Patah dari Demak yang menikah dengan Pangeran Bratakelana anak Sunan Gunung Jati, kini tidak lagi kelihatan kusam dan atapnya hitam karena keropos atau bocor.

Sunan Gunung Jati (1478-1568), atau Syarif Hidayatullah, yang kini menjadi objek wisata ziarah atau wisata buadaya, merupakan wali paling berpengaruh dalam pengislaman Jawa wilayah bagian barat. Ia juga pendiri dan raja pertama Kasultanan Cirebon.

Gerbang menuju makam utama leluhur  raja-raja Kesultanan Cirebon.
Gerbang menuju makam utama leluhur raja-raja Kesultanan Cirebon.
Kompleks makam seluas 5 hektare yang telah berusia lebih dari enam abad itu terdiri dari sembilan tingkat pintu utama, yakni pintu Lawang Gapura di tingkatan pertama, pintu Lawang Krapyak, Lawang Pasujudan, Lawang Gedhe, Lawang Jinem, Lawang Rararoga, Lawang Kaca, Lawang Bacem, dan Lawang Teratai di puncak kesembilan.

Wisatawan hanya diizinkan berkunjung sampai bangsal Pesambangan, di depan pintu Lawang Gedhe atau di tingkatan pintu keempat. Sementara khusus peziarah dari kalangan Tionghoa, yang ingin berdoa untuk Putri Ong Tien Nio (salah seorang istri Sunan Gunung Jati), disediakan tempat di sebelah barat serambi muka masuk melalui Lawang Mergu.

Sedangkan pintu kelima sampai kesembilan terkunci rapat, hanya sesekali dibuka khusus bagi anggota keluarga Kerajaan Cirebon, atau orang yang mendapat izin khusus dari Keraton Kasepuhan Cirebon, atau pada momen-momen tertentu seperti pada malam Jumat Kliwon, Maulud Nabi, Gerebeg Idul Fitri, dan Gerebeg Idul Adha.

Baca Juga: Kata Robert Alberts, Kunci Kemenangan Persib Bandung Atas Persikabo 1973

Pada waktu-waktu tertentu tersebut, pintu satu hingga pintu ketujuh dibuka untuk umum, tetapi pengunjung tetap dilarang menerobos sampai ke bangsal Teratai, tempat kuburan Sunan Gunung Jati beserta istri-istrinya bersemayam. Di kompleks ini, pengunjung dilarang memotret, apalagi mengambil video.

Upaya yang dilakukan pemerintah melalui Program Revitalisasi dan Renovasi diharapkan bukan hanya mampu menyelamatkan bangunan-bangunan bersejarah di komplek makam Sunan Gunung Jati. Tapi lebih jauh pemerintah mengharapkan perbaikan untuk kenyamanan wisatawan ataupun peziarah melakukan ibadah yang juga diikuti dengan tumbuhnya kesadaran dari masyarakat (pengunjung/peziarah) untuk memelihara bangunnan memeliki nilai sejarah. (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x