Terlalu, Kalau Benar Pemerintah Sampai Berlakukan PPN untuk Sembako

- 11 Juni 2021, 19:27 WIB
Penjual sayur mayur di Pasar Kosambi Bandung, rencana Pemerintah mengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada barang kebutuhan pokok atau sembako di nilai   tidak berperikemanusiaan dan berperikeadilan.
Penjual sayur mayur di Pasar Kosambi Bandung, rencana Pemerintah mengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada barang kebutuhan pokok atau sembako di nilai tidak berperikemanusiaan dan berperikeadilan. /Portal Bandung Timur/hp.siswanti/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Pemerintah berencana untuk mengenaan tarip Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada barang kebutuhan pokok atau sembako. Berdasar draf perubahan kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tetang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ada 11 barang yang akan dikenai PPN.

Rencana pemerintah mengenakan PPN pada sembako terang saja mengundang kritikan pedas bahkan hujatan tidak hanya dari masyarakat pedagang maupun petani yang merasakan langsung dampaknya bilan benar PPN tersebut diterapkan. Tetapi juga membuat geleng kepala sejumlah pratiksi dan pengamat ekonomi, sosial dan budaya.

Bagaimana tidak! Apa yang direncanakan pemerintah dengan pengenaan PPN sembakonya sangat mengusik rasa keadilan.

“Karena selama masa pandemi corona ada banyak hal yang justri banyak berpihak pada pengusaha besar ketimbang pengusaha kecil. Contoh yang sangat ketara pada stimulus listrik dan juga relaksasi pajak pada penjualan mobil baru, sementara untuk masalah gabah diminta Harga Dasar Gabah (HGD) dikembalikan ke semula malah sebaliknya pemerintah justru menggunakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), alih-alih HGD dikembalikan malah Pemerintah berencana untuk membeli 1 juta ton beras,” ujar Rudi Rusyamsi, salah seorang pemerhati sosial yang juga staf pengajar di salah satu perguruan tinggi Kota Bandung, Jumat 11 Juni 2021.

Baca Juga: Covid-19 Kabupaten Bandung Barat Terus Melejit

Hal yang tidak masuk akal menurut Rudi Rusyamsi, PPN dikenakan pada sembako yang benar-benar selama ini menjadi kebutuhan utama masyarakat mulai dari tingkat rendah sampai kalangan atas. “Bagi kalangan berduit mungkin tidak ada masalah kalau sembako dikenai PPN dan pedagang menikan harga, tapi bagi rakyat jelata pasti sangat memberatkan dan dirasakan tidak berperikemanusiaan dan berperikeadilan,” ujar Rudi Rusyamsi.

Berdasarkan bocoran draf perubahan kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dimana dalam aturan tentang PPN sebelumnya telah diubah dalam UU Cipta Kerja, yang menggantikan sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1983 terkait PPN, yang pada perubahan Pasal 4A UU Nomor 8 Tahun 1983 masih memasukkan "barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak" dikecualikan dari PPN.

Barang-barang kebutuhan pokok yang dimaksud adalah, Beras,  Gabah, Jagung, Sagu, Kedelai dan Garam beryodium maupun yang tidak beryodium.

Selain itu juga, Daging segar yang tanpa diolah telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan caralain, dan atau direbus. Barang lainnya, Telur  yang tidak diolah, juga telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas.

Baca Juga: Selama 4 Tahun, Pemkab Bandung Targetkan Perbaiki 37.000 Rutilahu

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x