Pelanggaran Tak Terbukti, KPPU Perintahkan PT Pos Indonesia Komunikasikan Imbal Jasa Agenpos

- 9 Februari 2022, 10:00 WIB
Ilustrasi logo PT Pos Indonesia.
Ilustrasi logo PT Pos Indonesia. /ANTARA/Aprillio Akbar

PORTAL BANDUNG TIMUR - Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan, PT Pos Indonesia (Persero) tidak terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Putusan tersebut dibacakan terkait Dugaan adanya Pelanggaran Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 terkait Pelaksanaan Kemitraan antara PT Pos Indonesia (Persero) dengan Pemilik/Pengelola Agenpos di seluruh Indonesia.

Kasus ini berawal dari Laporan Dugaan Pelanggaran Kemitraan tanggal 26 November 2019 yang dilakukan oleh PT Pos Indonesia (Persero) sebagai Terlapor. Objek perkara a quo adalah terkait pelaksanaan kemitraan yang dilakukan oleh PT Pos Indonesia (Persero) dengan Pemilik/Pengelola Agenpos di seluruh Indonesia. "Perkara di sektor jasa kurir dan logistik ini, bermula dari adanya dugaan penguasaan terhadap Agenpos oleh PT Pos Indonesia (Persero) melalui penetapan perubahan besaran imbal jasa Agenpos secara sepihak tanpa melibatkan Agenpos sebagai mitranya, serta berbagai pemutusan sepihak atas pelaksanaan kemitraan," ungkap Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, melalui siaran pers yang diterima Portal Bandung Timur, Selasa, 8 Februari 2022.

Dijelaskan, dalam proses Pemeriksaan Pendahuluan, KPPU telah menyampaikan 3 (tiga) kali Peringatan Tertulis dengan usulan-usulan perbaikan kemitraan kepada PT Pos Indonesia (Persero). Praktiknya, PT Pos Indonesia (Persero) hanya melaksanakan sebagian perintah perbaikan, sehingga KPPU menduga perusahaan tersebut melakukan penguasaan terhadap Agenpos dengan menetapkan perubahan besaran imbal jasa secara sepihak tanpa melibatkan mitranya. Dengan tidak dilaksanakannya 3 (tiga) kali Peringatan Tertulis tersebut, KPPU memutuskan untuk menindak pelanggaran tersebut melalui Sidang Majelis Komisi.

Dalam persidangan, Majelis Komisi turut mendengarkan berbagai keterangan saksi, ahli, maupun Terlapor. Ditemukan bahwa perubahan besaran imbal jasa yang dilakukan PT Pos Indonesia (Persero) terjadi dengan tiba-tiba tanpa ada koordinasi, pemberitahuan, dan sosialisasi kepada Agenpos, dan mereka baru mengetahui perubahan besaran imbal jasa setelah menerima pembayaran imbal jasa.

Agenpos juga tidak dilibatkan dalam berbagai diskusi yang membahas imbal jasa. Dalam keterangan lain diperoleh informasi bahwa indikator untuk menyatakan para pihak memiliki kedudukan hukum yang setara dalam hak dan kewajiban adalah para pihak harus diberikan akses yang sama. Perubahan imbal jasa yang ditetapkan secara sepihak akan menjadi penguasaan keputusan. "Namun juga ditemukan fakta bahwa dalam bentuk kerja sama ini, keagenan adalah partner dan imbal jasa sepenuhnya ditentukan PT Pos Indonesia (Persero), sehingga Mitra dapat memilih untuk mengikuti atau tidak ketentuan tersebut," ungkapnya.

Memperhatikan berbagai keterangan tersebut, Majelis Komisi berpendapat pola kemitraan dalam perkara a quo adalah kemitraan keagenan, dimana PT Pos Indonesia (Persero) bertindak sebagai prinsipal dan Agenpos sebagai agen. Dalam hubungan kemitraan tersebut, penetapan besaran imbal jasa oleh prinsipal tidak memerlukan negosiasi dengan agen, sehingga bukan merupakan bentuk menguasai yang dilarang. "Dengan demikian Majelis Komisi menyimpulkan bahwa unsur Memiliki dan/atau Menguasai tidak terpenuhi," katanya.

Dalam Putusan tersebut, Majelis Komisi juga memberikan rekomendasi dan memerintahkan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) untuk menyediakan saluran komunikasi agar Agenpos dapat mengutarakan pendapat dan memberikan partisipasi terkait kemitraan. Jalur komunikasi ini meliputi antara lain pertemuan umum, temu wicara, konsultasi, dan penyampaian secara tertulis. Selain itu, Direksi PT Pos Indonesia (Persero) diperintahkan untuk mengkomunikasikan dan memberikan informasi secepatnya sebelum perubahan besaran imbal jasa diterima oleh Agenpos. Serta melakukan amandemen perjanjian kerja sama apabila terdapat ketentuan yang berbeda dengan perjanjian dimaksud, termasuk terkait besaran imbal jasa.

Majelis Komisi juga meminta Direksi PT Pos Indonesia (Persero) untuk melaporkan pelaksanaan butir (1) dan butir (2) di atas kepada Komisi, paling lama 6 (enam) bulan sejak Putusan Perkara ini dibacakan, serta kepada Dewan Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) untuk mengawasi pelaksanaan perintah tersebut.(syiffa ryanti)***

Editor: Agus Safari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah