Gedong Pencelupan Inpema Majala Saksi Kejayaan Tekstil Indonesia, Sayang Terbengkalai dan Roboh

- 23 Juni 2024, 07:37 WIB
Kondisi Gedong Inpema yang pernah menjadi bagian dari masa kejayaan industri tekstil di Kecamatan majalaya Kabupaten Bandung  sudah terbengkalai dan sebagain hancur.
Kondisi Gedong Inpema yang pernah menjadi bagian dari masa kejayaan industri tekstil di Kecamatan majalaya Kabupaten Bandung sudah terbengkalai dan sebagain hancur. /Portal Bandung Timur/Muhamad Abdussalam/

 

PORTAL BANDUNG TIMUR - Kendaraan hilir mudik melewati sebuah gedung tua yang berada di Jalan Raya Laswi, Desa Sukamukti, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung Jawa Barat. Gedung yang penuh nilai sejarah yang kini hanya di gunakan sebagai tempat parkir kendaraan truk-truk besar pengangkut barang.

Gedung tua itu terlihat sudah terbengkalai, hanya tersisa bangunan gedung bagian timur yang masih berdiri. Sementara sisanya sudah hancur menjadi puing-puing batu-bata, padahal gedung tua itu dahulunya pabrik pertama untuk pencelupan tekstik.

Masyarakat sekitar biasanya menyebut Gedong Inpema yang merupakan singkatan dari  Induk Pencelupan Majalaya. Gedong Inpema  telah menjadi saksi bisu perjalanan masa kejayaan Kota Kecamatan Majalaya sebagai Kota Dolar penghasil tekstil terbesar di tanah air, khususnya di Jawa Barat, yang berangsur menjadi Kota Dokar atau pedati untuk julukan Kota Majalaya.

Baca Juga: Panglejar 1925, Gedung Cagar Budaya Ikonik Jadi Spot Foto Instagramable

Gedong Inpema merupakan bangunan peninggalan pada zaman Kolonial Belanda yang di bangun pada sekitar tahun 1929-30an. “Tidak ada catatan yang pasti mengenai siapa yang mendirikan Gedong Inpema ini, namun dipercaya gedung ini didirikan oleh orang Belanda,” ungkap Heryanto seorang penggiat kesejarahan di Kota Majalaya.

Industri tekstil mulai masuk ke Majalaya pada 1927, dengan dikenalkannya Alat tenun baru dan diyakini bisa bekerja lebih efektif dan efisien. Perajin perempuan disebut menjadi pemeran penting dalam penyebaran teknik tenun baru ini.

Sementara itu pada 1929, di Majalaya kemudian dibangun industri tenun skala besar, pabrik ini memiliki 30 alat tenun. Pada 1930 dunia dilanda depresi ekonomi, hal ini justru memberikan dampak positif kepada industri tekstil di majalaya.

Baca Juga: Benarkah Abattoir Bandoeng di Kota Cimahi Masuk Bangunan Cagar Budaya yang Patut Diselamatkan

Saat itu masyarakat beralih profesi ke industri tekstil, karena ekspor komoditas industri perkebunan yang menjadi pemasukan andalan pemerintah saat itu, terkena dampak depresi. Nah pada saat inilah Gedung INPEMA menjadi pusat pencelupan kain di majalaya.

Pada tahun 1938 industri tekstil mengalami perkembangan pesat, namun ketika pendudukan Jepang di Indonesia industri tekstil Majalaya sempat berhenti sejenak. Apalagi pada 1944, banyak alat tenun dirampas dan disalurkan menuju Malaya, Burma, dan negara lain yang dikuasai Jepang untuk keperluan perang.

Pasca kemerdekaan Indonesia, industri tekstil mulai bangkit kembali. Apalagi saat itu pemerintah Indonesia menetapkan industri ini menjadi kendaraan penting bagi perkembangan ekonomi masyarakat.

Kondis Gedong Inpema di Jalan Raya Laswi Majalaya Kabupaten Bandung.
Kondis Gedong Inpema di Jalan Raya Laswi Majalaya Kabupaten Bandung.
Pada awal tahun 1960-an Industri tekstil mencapai puncaknya dan Majalaya mampu memproduksi 40 persen dari total produksi kain di Indonesia. Bahkan sampai menembus pasar ekspor ke beberapa negara lantaran kualitas produknya yang kompetitif.

Namun sayangnya kondisi industri tekstil lokal kembali mengalami kemunduran setelah Rezim Orde Baru (Orba) mengeluarkan UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Akhirnya karena tidak mampu bersaing, banyak pabrik-pabrik lokal di Majalaya dijual kepada pemodal asing.

Hingga akhirnya pada 1970 sampai 1980, industri tekstil Majalaya yang pernah jaya akhirnya mandek. Sejak akhir 1990 hingga sekarang kondisi pabrik tekstil di daerah ini juga makin menurun, terutama pada skala menengah ke bawah yang memang didominasi oleh pengusaha lokal.

Baca Juga: Gedong Pemancar Radio Belanda Cililin, Diakui sebagai Bangunan Cagar Budaya Tapi Tidak Jadi Cagar Budaya

Begitu juga dengan Gedong Inpema yang kehilangan pamornya karena kalah saing dengan pabrik atau perusahaan asing yang memiliki mesin yang lebih canggih dan SDM yang lebih kompeten. Gedong Inpema telah menjadi saksi sejarah perjalanan industri tekstil di majalaya.

Mulai dari awal kemunculan industri tekstil saat masa kolonial belanda, kejayaan pada masa orde lama, hingga kemundurannya karena kalah saing dengan pengusaha asing dan  kondisi sosial politik indonesia.

Menurut catatan pejabat setempat, kini kepemilikan gedung ini telah menjadi aset milik pemerintah daerah dan dikelola oleh sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu PT Agronesia Jabar. Konon, karena merupakan aset Pemprov Jabar, gedung itu kemudian disewakan Hak Guna Usaha (HGU) kepada perorangan maupun perusahaan-perusahaan swasta.

Namun sangat disayangkan kondisi gedung saat ini sudah tidak terawat dan terbengkalai, bahkan kebanyakan bangunannya sudah hancur. Kondisi terakhir bekas wilayah gedung ini digunakan untuk shalat Idul Adha warga setempat. (Muhamad Abdussalam)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah