PORTAL BANDUNG TIMUR - Ketua DPRD Kota Bandung Tedy Rusmawan patut gusar terhadap kondisi stilasi atau penanda peristiwa Bandung Lautan Api 23 Maret 1946 di 10 titik mengalami berbagai kondisi. Mulai dari yang terpelihara, tersembunyi hingga yang hilang sama sekali.
Sebenarnya buka hanya Tedy Rusmawan seorang yang merasakan gusar. Bahkan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Legiun Veteran Republik Indonesia(LVRI) Kota Bandung, Serka (Purn) Patmo Notodisastro, serta juga Ully Hary Rusady dan Paramitha Rusady kedua orang puteri dari Raden Mas Yus Rusady Wirahaditenaya mantan Komandan Batalyon 33 Pelopor Resimen Sukapura Divisi III Siliwangi yang bertugas di Front Bandung Timur.
“Sebenarnya, pertempuran heroik pada 23 dan 24 Maret 1946 yang kemudian dikenal dengan peristiwa Bandung Lautan Api, ada dibanyak titik, bukan hanya di 10 titik yang ditandai stalasi. Bahkan yang paling heroik dari pengakuan pelaku sejarah, selain di Jembatan Baru (Jalan Lengkong depan kampus UNPAS sekarang) dan eks Radio NIROM (Gereja Gloria Tegallega sekarang), juga di sepanjang Jalan Pos antara Cikudapateuh sampai Legit Cipadung,” ujar Patmo Notodisastro.
Baca Juga: Perpres Nomor 98 Tahun 2020 tentang PPPK Dibebankan ke Pemda, Sosialisasi Aturan Belum
Pada acara bedah buku ‘Tiada Berita Dari Bandung Timur’ berupa kesaksian dari Raden Mas Yus Rusady Wirahaditenaya mantan Komandan Batalyon 33 Pelopor Resimen Sukapura Divisi III Siliwangi yang bertugas di Front Bandung Timur, pertempuran yang dilakukan oleh anak buahnya lebih heroik.
“Karena kalau pasukan yang ke selatan hanya mengawal warga kota agar keluar dari Kota Bandung menuju wilayah selatan ke Dayeuhkolot, Ciwideuy dan Pangalengan. Sementara kami yang di Front Timur dan juga Front Barat harus melakukan perlawanan, tidak sedikit dari anak buah saya yang gugur,” ujar Yus Rusady Wirahaditenaya saat bedah buku di Auditorium Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat pada tahun 2016.
Selain petempuran di Cikudapateuh dan Cicadas menurut Yus Rusady, pertempuran paling lama terjadi di Legit Cipadung. “Kalau di Cikudapateuh dan Cicadas pesawat Sekutu menjatuhkan lima bom, tapi di Legit, bom berjatuhan entah berapa puluh,” ujar Yus Rusady Wirahaditenaya, hingga Komandan Divisi III Siliwangi pada waktu itu Kol. A.H. Nasution mengira pasukan Batalyon 33 Pelopor Resimen Sukapura Divisi III Siliwangi yang bertugas di Front Bandung Timur, sudah habis.
Memang, keesokan paginya beberapa anak buah Yus Rusady diperintahkan untuk kembali ke Lapang Legit Cipadung melakukan pemeriksaan. Ditemui banyak mayat bergelimpangan dan bahkan tidak sedikit mayat yang sulit dikenali karena hancur.
Hal ini dibenarkan oleh Tarmidi (98) dan Paimo (83) dua orang pelaku pembakaran dikawasan Cikudapateuh yang paling dicari tentara NICA dan Sekutu. Pasalnya kedua orang ini yang membakar gudang logistik tentara NICA dan Sekutu.
“Yah, kami berdua ini sudah dianggap hilang oleh komandan kami. Karena waktu itu bukan hanya hujan peluru dari mouser engkol jenis chamber tiger grendel, tapi juga bom yang dijatuhkan dari pesawat,” ujar Tarmidi, disela acara bedah buku ‘Tiada Berita Dari Bandung Timur’ sekaligus reunian mantan Batalyon 33 Pelopor Resimen Sukapura Divisi III Siliwangi.
Baca Juga: Guru Honorer Jadi PPPK Sudah Disosialisasikan Tapi Aturan Legal Formal di daerah Belum Ada
Saat kembali ditemui pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus tahun 2019 lalu di Alun-alun Ujungberung, baik Tarmidi maupun Paimo berharap sejarah peristiwan Bandung Lautan Api untuk diluruskan. Bukan berharap jasa-jasanya dikenang, tapi dengan harapan nilai-nilai perjuangan dari peristiwa Bandung Lautan Api dapat diambil hikmahnya.
“Bandung Lautan Api bukan hanya sekedar warga Kota Bandung mengungsi ke selatan. Tapi di dalam kota sendiri terjadi pertempuran yang sangat luar biasa dengan pengorbanan harta serta jiwa raga,” imbuh Paimo. (heriyanto)***