Kasidah Cinta Al Kubra di Pentaskan Kelompok Teater Senapati di Gedung Kesenian Rumentang Siang

11 April 2023, 01:23 WIB
Salah satu adegan pegelaran Drama Musikal Religi Sunda Kasidah Cinta Al Kubra, yang dipegelarkan di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Jalan Baranang Siang Kosambi Bandung. /Portal Bandung Timur/may nurohman/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Setelah vakum 3 tahun karena pandemi Covid-19, kelompok Teater Senapati SMA Pasundan 3 Bandung kembali menggelar Drama Musikal Religi Sunda. Bertempat di Gedung Kesenian Rumentang Siang Jalan Baranang Siang Kosambi Bandung, memainkan naskah karya Rosyid E Abby dengan judul Kasidah Cinta Al Kubra yang dimainkan tidak kurang dari 50 orang pemain.

Kasidah Cinta Al Kubra adalah tentang kesaksian  Sukainah binti Husain yang diperankan Rinrin Candraresmi dan  Mush’ab ibn Zubair yang diperankan Heri Awie, tentang peristiwa Karbala.

Sukainah binti Husain, puteri Husain bin Ali bin Abi Thalib menceritakan kesaksiannya tentang Zainab binti Ali bin Abi Thalib bibinya yang berjuang keras bak Srikandi Padang Karbala.   Zainab binti Ali bin Abi Thalib menentang musuh-musuhnya, dan mengembalikan lagi nama harum keluarganya yang sempat dianggap pemberontak oleh musuh utamanya, Khalifah Yazid bin Muawiyah.

Baca Juga: Persija Salip Persib Bandung di Dua Tikungan Terakhir, Menang 1-0 Atas Dewa United

Di Kasidah Cinta Al Kubra ini, di  gambaran dan bukti cinta Zainab binti Ali bin Abi Thalib pada Tuhannya, Allah Azza wa Jalla, dan Rasul-Nya, Muhammad Shalallahu allaihi wassalam yang tiada lain kakeknya.

Diceritakan, pada  10 Muharram 16 Hijriyah, cucu tercinta Nabi Muhammad Shalallahu allaihi wassalam dari putrinya, Fathimah Az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib, yakni Imam Husain as, mengadakan perjalanan ke Kufah. Mereka pergi  dengan diiringkan sekitar 72 orang kerabatnya, para Ahlul-bait (keluarga/keturunan) Nabi.

Keberangkatan para keluarga Nabi itu bertujuan untuk memastikan dan berkoordinasi dengan penduduk Kufah. Mereka telah berjanji akan mem-baiat Imam Husain sebagai khalifah.

Tapi di tengah perjalanan, rombongan Imam Husain dihadang pasukan Yazid bin Muawiyah. Sang khalifah yang kekhalifahannya hasil warisan sang ayah, Muawiyah bin Abu Sufyan.

Kekhalifahan Muawiyah sendiri didapatkannya secara licik dan keji dari tangan Imam Hasan bin Ali, khalifah yang sah, kakak sang Imam Husain, yang kemudian disingkirkannya dengan dibunuh. Tak beda jauh dengan ayahnya, karena jadi khalifahnya tanpa restu umat dan syariat, dengan berbagai cara Yazid mencari baiat (pangakuan sah) dari seluruh umat dengan cara paksa.

Maka, ketika rombongan Imam Husain menuju Kufah untuk “menagih” janji warga Kufah yang akan mem-baiat-nya, Yazid di Syam segera mengirimkan pasukan untuk menghadang mereka. Kemudian memeranginya.

Baca Juga: Cileunyi Sumedang Dawuan Akan di Buka Fungsional Dukung Mudik Lebaran 2023 Mulai 15 April 2023

Rombongan Imam Husain yang hanya berjumlah 72 orang, diperangi habis-habisan oleh pasukan tentara yang berjumlah 40 ribu orang, tentu saja tak seimbang. Keluarga Ahlul bait yang terhormat itu, semua gugur dalam pertempuran di Karbala, termasuk Imam Husain, cucu Nabi yang tercinta.

Yang tersisa hanyalah 20 orang kaum wanita, termasuk Zainab Al Kubra adik Imam Husain bersama 12 anak-anak dari kaum Bani Hasyim (Ahlul-bait). Mereka dijadikan tawanan, dan diarak menuju Kufah bersama penggalan kepala para syuhada yang ditancapkan di ujung tombak para prajurit biadab.

Di hadapan para pemimpin zalim dan haus darah dinasti Umayyah, Zainab Al Kubra Sang Srikandi Karbala itu tanpa takut mengecam sikap mereka. Zainab Al Kubra membela kebenaran Ahlul bait Nabi Muhammad Shalallahu allaihi wassalam.

Zainab Al Kubra menilai Imam Husain as dan sahabat-sahabatnya sebagai pemenang. Pidatonya yang lugas, fasih dan mematikan di istana Yazid, dan juga di hadapan Gubernur Ibnu Ziyad, sungguh mempengaruhi hadirin yang membuat mereka kembali mengenang ayahnya, Imam Ali as. Zainab Al-Kubra adalah matahari bersinar dalam sejarah Islam dan kemanusiaan.

Adegan Drama Religi Basa Sunda, Kasidah Cinta Al Kubra.
Kasidah Cinta Al Kubra yang dipentaskan merupakan ‘daur ulang’ dari drama musikal religi Sunda dengan judul yang sama di tahun 2012 dan 2018. Pentas ini merupakan rangkaian dari pentas episodial Drama Musikal Religi Sunda “Kasidah Cinta”, yang dipergelarkan setiap tahun di bulan Ramadan (sejak 2006) oleh kelompok Teater Senapati SMA Pasundan 3 Bandung.

Sebelas tahun sudah berlalu sejak drama ini dipentaskan 2012 silam, dan 5 tahun dipentaskan terakhir kalinya (2018), persoalan yang hendak disampaikan lewat drama ini masih tetap sama namun sangat kontekstual dengan zaman sekarang, di mana agama menjadi semacam kedok untuk meraih kekuasaan. Pada akhirnya tak dapat dipungkiri, agama menjadi perisai utama dalam kancah politik di belahan dunia mana pun, dan di zaman kapan pun.

Pentas drama musikal ini digarap secara semi-kolosal, dengan didukung tak kurang dari 50 pemain. Konsep garapnya memadukan seni drama, nyanyian (seni musik), dan seni tari (gerak/koreo), dengan media dialognya menggunakan bahasa Sunda. (may nurohman)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler