Membangunkan Seni Wayang Wong Cerbon Ki Kandeg Dari Mati Suri

8 Oktober 2020, 23:34 WIB
SALAH satu adegan pementasan virtual Wayang Wong Cerbon Ki Kandeg di Gedung Kesenian Nyi Rarasantang, Kesambi Kota Cirebon, yang difasilitasi UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat,beberapa waktu lalu. /Heriyanto Retno

PORTAL BANDUNG TIMUR - “Apa kabar kesenian tradisional Wayang Wong Cerbon? Lama tidak terdengar ada panggungan, sudahkan pupus nasibnya?

Wajar, kiranya pertanyaan tersebut disampaikan para pecinta kesenian yang sudah puluhan tahun pernah melekat dihati penikmatnya. Bukan hanya sebagai sarana hiburan semata, Wayang Wong Cerbon juga menjadi penyampai syiar agama Islam, jiga sarana perjuangan pada masanya.

Hampir 30 tahun lamanya kesenian Wayang Wong Cerbon Mama Santika atau Ki Kandeg, mengalami mati suri. Karenanya sangatlah wajar bila Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat melalui UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat mengelarnya secara virtual dan disebarkan melalui media daring.

Baca Juga: 153 WBTB Ditetapkan Kemendikbud, 11 WBTB Dari Jawa Barat

Memang pegelaran tidak berlangsung lama sebagaimana mestinya. “Namun setidaknya hal ini untuk mebayar kerinduan para pecinta kesenian Wayang Wong Cerbon,” ujar Iwan Gunawan, Kepala Seksi Atraksi Seni Budaya di UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat, disela pengambilan gambar pegelaran virtual Wayang Wong Cerbon Ki Kandeg di Gedung Kesenian Nyi Rarasantang, Kesambi Kota Cirebon, beberapa waktu lalu.

Padahal semasa jayanya, Mama Kandeg dengan grup kesenian Setiya Negara di Desa Suranenggala Lor, Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon, sempat malang melintang tidak hanya di Kabupaten Cirebon ataupun di tanah air. Tapi juga pernah pentas disejumlah negara, seperti di Belanda, Amerika, Jepang, Perancis, Suriname serta Jerman, dan bahkan Erik dari California dan Matthew Cohen (Inggris) dua dari sekian banyak murid Mama Kandeg dari luar negeri, hingga kini masih aktif.

Lumprahnya kesenian tradisional, masa kejayaan Wayang Wong Cerbon mengalami pasang surut dan akhirnya meredup sepeninggal tokohnya. Mama Kandeg mangkat (wafat) pada 1991 dan eksistensi Wayang Wong mengalami mati suri. “Karena kelebihan Mama Kandep sebagai dalang membawakan cerita, membaca macapat, mengatur lakon hingga mengatur nayaga tidak diwarisi anak cucu, dan juga para nayaganya,” terang Wawan Dinawan, cucu Mama Kandeg yang baru empat bulan ini berupaya menghidupkan kembali sanggar seni Wayang Wong Cerbonan Setiya Negara yang didirikan kakeknya pada tahun 1964.

Baca Juga: Mapag Hujan Gedebage, Puluhan Kubik Eceng Gondok Diangkat

30 tahun bukan waktu yang pendek untuk kesenian tradisional yang mengalami mati suri karena ditinggalkan sosok dan tokoh utamanya. Apalagi masyarakat pencintanya yang mulai beralih menjadi penikmat kesenian lain yang lebih menjanjikan menghibur, serta ruang ekspresi yang kian menyempit dan bahkan nyaris tidak ada.

Hal ini pula yang terjadi pada kesenian tradisional Wayang Wong (wayang orang) di Kabupaten Cirebon yang tumbuh dan berkembang dimasyarakatnya sejak abad ke 18 masehi. Sempat mengalami masa pasang surut dikarenakan kondisi perekonomian serta politik yang tidak menentu, bahkan seperti sekarang ini, dimana wabah virus corona yang belum tahu akan sampai kapan berakhir.

Salah satunya grup kesenian Setiya Negara yang didirikan Suntika atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Mama Kandeg, di Desa Suranenggala Lor, Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon. Sempat mengalami pasang surut hingga awal tahun 1990an.

Baca Juga: Kemenparekraf Tekankan Pentingnya Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Labuan Bajo

Kondisi yang penuh tidak ada kepastian, anak cicit kesenian tradisional Wayang Wong Mama Kandeg, merasa bahwa saat ini bukan waktunya untuk meratapi keadaan. Bahkan bagi Wawan Dinawan salah seorang cucu Mama Kandeg,menjadi waktu yang tepat untuk mengembalikan masa kejayaan Wayang Wong yang didirikan Mama Kandeg pada tahun 1964.

Membawakan cerita “Sumantri Gugur” yang diinisiasi UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat, diharapkan menjadi pematik. Pematik bagi tumbuhnya seni tradisi yang tengah dirundung nestapa.

Bukan tanpa alasan UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat, menampilkan Wayang Wong Cerbon Mama Kandeg. Selain karena merupakan bagian dari upaya pemuliaan (pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan), juga sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan kepada cucu dan cicit Mama Kandeg yang berupaya kembali menghidupkan kesenian tradisional kakek buyutnya mulai dari nol.

Baca Juga: Membangunkan Seni Wayang Wong Cerbon Ki Kandeg Dari Mati Suri

“Sudah sewajarnya kami memberikan apresiasi terhadap perjuangan cucu dan cicit Mama Kandeg dalam menghidupkan kembali kesenian yang sudah 30 tahun tidak manggung. Lebih dari itu, kami berharap Wayang Wong Cerbon tetap eksis karena kekhasan kesenian Wayan g Wong Cerbon yang berbeda dengan kesenian wayang wong pada umumnya dimana tokoh wayang dimainkan para penari dan cerita dibawakan oleh dalang,” terang Kepala Seksi Atraksi Seni Budaya UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat, Iwan Gunawan, alasan pihaknya tetap melaksanakan program revitalisasi seni tradisional Jawa Barat meski digelar dalam bentuk virtual. (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler