Ruwatan Bumi, Menjaga Alam Melalui Tradisi

- 24 November 2020, 07:00 WIB
MASYARAKAT Kampung Cikareumbi Desa Cikidang Kecamatan Lembang Kab. Bandung Barat berjalan beriringan mengular menuju mata air di gunung Hejo salah satu anak gunung Tangkuban Parahu, pada tradisi Ruwatan Bumi.
MASYARAKAT Kampung Cikareumbi Desa Cikidang Kecamatan Lembang Kab. Bandung Barat berjalan beriringan mengular menuju mata air di gunung Hejo salah satu anak gunung Tangkuban Parahu, pada tradisi Ruwatan Bumi. /Portal Bandung Timur/Heriyanto Retno/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Memasuki musim penghujan tahun ini akan dirasakan warga Kampung Cikareumbi Desa Cikidang Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat sangat beda dengan tahun sebelumnya.

Bukan hanya terasa dengan cuaca dan udara yang terasa panas pada siang hari dan dingin pada malam hari, tidak ubahnya seperti musim kemarau.

“Puluhan tahun sejak buyut kami mendiami Kareumbi, senantiasa kami selalu membaca alam. Meski lokasi kami berada di kaki gunung Tangkuban Parahu, Insyaallah dengan selalu dekat pada Yang Maha Kuasa dan juga menjaga alam, bencana tidak akan datang,” ujar Henda salah seorang tokoh masyarakat Cikareumbi, Desa Cikidang Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat, kepada Portal Bandung Timur.

Baca Juga: Kawasan RTH Bandung Utara Mulai Rimbun Pepohonan

Baca Juga: Libatkan Peranserta Masyarakat, Pembenahan Lingkungan Lakukan Secara Masif

Karena ingin selalu mendapatkan ketenangan pula, masyarakat Cikareumbi menggelar Ruwatan Bumi atau merawat bumi disaat merasakan akan adanya perubahan, iklim atau cuaca.

“Penghasilan warga Cikareumbi umumnya dari berkebun sayuran, karenanya sangat bergantung pada cuaca, agar cuaca dan lingkungan bersahabat makan kita harus merawatnya dan hidup berdampingan,”terang Effendi salah seorang sesepuh Cikareumbi.

Adapun rangkaian kegiatan Ruwatan Bumi dilakukan warga dengan menyepakati waktu yang tepat kapan akan dilaksanakan. Setelah ada kesepakatan baru ditentukan rangkaian acara dan pembagian tugas.

Baca Juga: Pilbup Serentak 2020 Kabupaten Bandung Disosialisasikan Secara Daring

Baca Juga: Tinggal 0,4% Warga Kabupaten Bandung Belum Lakukan Perekaman e-KTP

“Harus dipastikan waktunya, karena semua warga di Cikareumbi petani semua pasti harus pergi ke kebun. Karenanya setelah dipastikan, pada pagi hari tidak ada yang pergi ke kebun, tapi bersama-sama menggelar tradisi Ruwatan Bumi,” ujar Effendi.

Kegiatan biasanya dilaksankan awal pekan antara hari Senin hingga Kamis. Diluar waktu itu merupakan larangan atau dianggap para orang tua kurang tepat.

Hari Senin dianggap waktu yang paling tepat. Warga Cikareumbi mulai dari orang tua, kali perembuan, anak muda, remaja hingga anak kecil sejak pagi hari sudah membentuk kelompok kecil di jalanan kampung atau di teras rumah.

Baca Juga: Oli Tumpah, Belasan Pengendara Sepeda Motor Terjatuh di Jalan Mahar Martanegara

Baca Juga: Puspresnas Adakan Medical Online Championship

Setelah sesepuh kampung Aki Endun mengiyakan, barulah rombongan bergerak menuju Gunung Hejo yang merupakan sumber utama mata air yang juga diyakini sebagai salah satu sumber air untuk sungai-sungai di wilayah barat Kota Bandung, seperti Cibarani, Citepus, Cipaganti dan lainnya.

Iring-iringan warga menuju Gunung Hejo yang berjarak sekitar 7 kilometer dari perkampungan mengular diiringi canda tawa dan senda gurau. Hingga perjalanan menuju anak gunung Tangkuban Perahupun tidak terasa.

Digunung Hejo, tanpa mendapat perintah warga laki-laki langsung membersihkan mata air dan juga saluran air. Sementara kaum ibu mempersiapkan makanan yang sebelumnya sudah dibekal.

Baca Juga: Tindakan Pepe Undang Amarah Arteta

Baca Juga: Awas Cara Ini Sering Dipergunakan Menghack Akun WA

Tidak membutuhkan waktu lama untuk membersihkan belukan dan sedimentasi tanah lumpur yang menutupi mata air Gunung Hejo. Bahkan dengan cepat air dari mata air mengali dengan sangat deras.

Aki Endun yang sudah mempersiapkan tradisi Numbal langsung memimpin doa. Seekor ayam berwarna abu dipotong lebih awal, kemudian seekor kambing dipotong belakangan dan tradisi Numbalpun usai diakhiri dengan makan besama murak tumpeng.

Setelah rangkain acara di Gunung Hejo selesai, sebelum pulang beberapa warga mengisi tempat air untuk disiramkan dikebun sayuran mereka kelak.

Baca Juga: Video Porno; Nyandu, Iseng atau Gejala Kejiwaan?

Baca Juga: Kesenian Tradisional Rengkong, Bentuk Syukur Berlimpahnya Hasil Panen

“Memang masih ada kepercayaan dari masyarakat bila menyiram langsung dengan air dari gunung hejo panen akan berlimpah. Mereka mencampurkan air dengan obat-obatan insektisida untuk menyemprot hama,” terang Effendi tokoh Cikareumbi.

Setelah itu masyarakat Cikareumbi kembali pulang, namun ada juga yang langsung pergi ke kebunnya untuk bekerja. Namun sebagian besar pulang ke perkampungan untuk menyiapkan acara Tawasulan yang akan diselenggarakan pada malam harinya.

Mereka akan berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT agar diberikan keselamatan dijauhi dari berbagai marabahaya. Sebuah tradisi dan budaya yang sarat akan makna.  (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x