Bukan Karena Langka, Harga Cabai Rawit Akibat Kondisi Cuaca Ekstrim Pengaruhi Tanaman

- 9 Maret 2021, 08:00 WIB
Petani di Kampung Cikareumbi Desa Cikidang Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat tengah memanen cabai rawit. Di tingkat petani harga cabai rawit merah mencapai Rp60.000 hingga Rp80.000, setelah sampai pasar bisa mencapai Rp120.000.   
Petani di Kampung Cikareumbi Desa Cikidang Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat tengah memanen cabai rawit. Di tingkat petani harga cabai rawit merah mencapai Rp60.000 hingga Rp80.000, setelah sampai pasar bisa mencapai Rp120.000.   /Portal Bandung Timur/heriyanto/

 

PORTAL BANDUNG TIMUR - Kenaikan harga cabai rawit bukan dikarenakan kelangkaan akibat petani tidak menanam cabai. Pemicu harga cabai rawit melambung akibat dampak cuaca ekstrim yang menyebabkan peningkatan serangan OPT, kerusakan tanaman, dan banjir di beberapa wilayah sentra produksi menyebabkan pasokan cabai rawit berkurang.

Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto berdasarkan data series produksi 5 tahun terakhir, produksi cabai rawit pada bulan Desember-Februari adalah bulan waspada karena produksi cenderung menurun dibanding bulan-bulan lainnya. Dan untuk saat ini dengan adanya cuaca ekstrim (La Nina) semakin menyebabkan produksi terganggu.

“Seperti bunga rontok menyebabkan gagal berbuah, serta proses pemasakan buah menjadi lebih lama karena kurangnya intensitas cahaya matahari. Masa produktif tanaman juga menjadi lebih pendek, yang biasanya 12-20 kali petik saat ini hanya 8-12 kali petik karena pematangan buah menambah hari petik yang biasanya 4 hari bisa 7 sd 8 hari per sekali petik,” terang Prihasto Setyanto.

Baca Juga: Perempuan di Parlemen, Harus Berjuang Menghadapi Stigma dan Kendala Struktural

Dijelaskan Prihasto Setyanto, musim hujan juga meningkatkan serangan OPT seperti virus kuning, antraknosa, lalat buah, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, serangan OPT terbanyak adalah virus kuning 26 persen, Antraknosa 29 persen, Lalat buah 17 persen, Virus keriting 16 persen, dan Thrip 12 persen dari luas pertanaman yang ada.

Virus kuning menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak produktif. Jika tanaman yang terserang masih bertahan, maka produktivitasnya menurun 20-30 persen.

Sedangkan serangan antraknosa dan lalat buah yang masif mendorong petani untuk memanen buah sebelum waktunya sehingga kualitas buah menjadi turun. ”Secara nasional luas pertanaman cabai yang terkena serangan OPT saat ini sebanyak 1.152 ha dan puso 0,15 ha,” terang Prihasto Setyanto.

Baca Juga: Hermanto, Bila Benar Pemerintah Lakukan Impor 1 Juta Ton Beras Menyakiti Hati Petani Indonesia  

Dikatakan Prihasto Setyanto, cuaca ekstrim juga menyebabkan banjir di beberapa wilayah sentra produksi cabai. Dampaknya pertanaman rusak bahkan puso.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah