Uben, UMK 2022 Harus Naik Untuk Mengubah Perekonomian Buruh

- 1 November 2021, 10:00 WIB
Teaterikal buruh pada aksi buruh di depan Gedung Sate  Jalan Diponegoro Kota Bandung menuntut kenaikan UMK 2022 dan Menolah Omnibuslaw.
Teaterikal buruh pada aksi buruh di depan Gedung Sate Jalan Diponegoro Kota Bandung menuntut kenaikan UMK 2022 dan Menolah Omnibuslaw. /Portal Bandung Timur/hp.siswanti/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Penetapan upah minimum kabupaten (UMK) 2022 tinggal beberapa pekan lagi. Setiap tahun jelang penetapan UMK menjadi perhatian serikat pekerja maupun para pekerja, tidak terkecuali dari Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPTSK SPSI) Kabupaten Bandung. 

Ketua SPTSK SPSI Kabupaten Bandung Uben Yunara mengungkapkan, bahwa pihaknya dari SPTSK SPSI sebagai organisasi pekerja akan berupaya bagaimana caranya supaya upah buruh pada 2022 itu naik. 

"Dengan harapan kenaikan upah ibu bisa dinikmati oleh para pekerja. Mengingat saat ini masih pandemi Covid-19, yang menyebabkan kondisi ekonomi para buruh kurang baik," ungkap Uben Yunara ketika dihubungi Portal Bandung Timur, Senin 1 November 2021.

Baca Juga: Kian Sengit, Siapa yang Unggul di Persaingan E-Commerce Indonesia di 2021?

Menurut Uben Yunara, dampak pandemi itu berpengaruh signifikan pada kelangsungan para pekerja, ada yang bekerja 25 persen hingga 50 persen.  "Tapi saat ini alhamdulillah, perusahaan sudah mulai beroprasi maksimal, namun kami akan mengusulkan kepada pemerintah ada perusahaan yang kena dampak akibat pandemi khususnya lokal dan ada yang ekspor. Kalau yang ekspor ekspansinya itu sangat luar biasa," ungkap Uben Yunara. 

Pada saat pandemi saja banyak perusahaan yang ekspor melanggar prokes, imbuh Uben, dengan tidak menjalankan aturan pemerintah. "Kita kalau dilihat kemampuan perusahaan berarti, harus memilah dua kategori. Untuk upah kerja yang bekerja di sektor prodak lokal dan prodak yang ekspor. Kalau perusahaan itu mampu berarti kami akan titip pesan kepada pemerintah bahwa sesuai dengan instruksi DPP SPSI, bahwa upah itu tidak boleh kurang dari 8 persen," ujar Uben Yunara.

Ia mengungkapkan, jadi untuk yang prodak eskpor kenaikan upah 8-10 persen, sedangkan untuk yang lokal minimal kenaikan setengahnya. "Kalau dengan Undang-undang Cipta Kerja, sampai saat ini itu adalah kelihatannya kalau betul-betul terjadi ini akan sangat memperburuk, citra dari pembuat kebijakan karena kalau kita menerapkan upah sesuai dengan Undang-undang Cipta Kerja, upah itu bukannya naik. Menurut informasi malah minus, minus 1,75 persen," lanjutnya.

Baca Juga: Kesetaraan Gender Dalam Transformasi Ekonomi Digital dan Inklusi Keuangan, Jadi Fokus Pemerintah

Dengan demikian, kata Uben, kalau upah itu bukan naik malah minus 1,75 persen, maka kelihatannya ini akan sangat mempengaruhi keamanan di masing- masing wilayah kabupaten/kota terutama di Jawa Barat.

"Ini dikhawatirkan akan mengundang emosi sesaat, para pekerja atau para buruh karena saya yakin ini akan ada gejolak yang sangat luar biasa," tandasnya.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x