Sunan Gunung Jati (1478-1568), atau Syarif Hidayatullah, yang kini menjadi objek wisata ziarah atau wisata buadaya, merupakan wali paling berpengaruh dalam pengislaman Jawa wilayah bagian barat. Ia juga pendiri dan raja pertama Kasultanan Cirebon.
Wisatawan hanya diizinkan berkunjung sampai bangsal Pesambangan, di depan pintu Lawang Gedhe atau di tingkatan pintu keempat. Sementara khusus peziarah dari kalangan Tionghoa, yang ingin berdoa untuk Putri Ong Tien Nio (salah seorang istri Sunan Gunung Jati), disediakan tempat di sebelah barat serambi muka masuk melalui Lawang Mergu.
Sedangkan pintu kelima sampai kesembilan terkunci rapat, hanya sesekali dibuka khusus bagi anggota keluarga Kerajaan Cirebon, atau orang yang mendapat izin khusus dari Keraton Kasepuhan Cirebon, atau pada momen-momen tertentu seperti pada malam Jumat Kliwon, Maulud Nabi, Gerebeg Idul Fitri, dan Gerebeg Idul Adha.
Baca Juga: Kata Robert Alberts, Kunci Kemenangan Persib Bandung Atas Persikabo 1973
Pada waktu-waktu tertentu tersebut, pintu satu hingga pintu ketujuh dibuka untuk umum, tetapi pengunjung tetap dilarang menerobos sampai ke bangsal Teratai, tempat kuburan Sunan Gunung Jati beserta istri-istrinya bersemayam. Di kompleks ini, pengunjung dilarang memotret, apalagi mengambil video.
Upaya yang dilakukan pemerintah melalui Program Revitalisasi dan Renovasi diharapkan bukan hanya mampu menyelamatkan bangunan-bangunan bersejarah di komplek makam Sunan Gunung Jati. Tapi lebih jauh pemerintah mengharapkan perbaikan untuk kenyamanan wisatawan ataupun peziarah melakukan ibadah yang juga diikuti dengan tumbuhnya kesadaran dari masyarakat (pengunjung/peziarah) untuk memelihara bangunnan memeliki nilai sejarah. (heriyanto)***