Menurut Abah Lili pembeli batu bata biasanya kebanyakan dari daerah Rancaekek seperti Kencana, Buah dua, dan sebagainya. Batu bata abah Lili laku dipasaran sekitar tahun 1989 hingga 2001, tetapi dari tahun 2001 batu bata abah Lili mulai surut peminatnya hingga saat ini.
Hadirnya batu bata hebel juga menjadi pesaing dalam usahanya abah Lili. Karena itu, abah Lili dan keluarga tetap berupaya dalam memproduksi batu bata untuk mencukupi kebutuhan keluarga meskipun tidak seberapa.
Misalnya ketika di tancapkan paku pada batu bata hasil racikan abah Lili tidak akan mudah rusak begitu saja, daripada batu bata berjenis lain yang mudah hancur ketika ditancapkan paku kemudian dicabut seperti pasir. Kelebihan dari batu bata abah Lili juga membuat bangunan menjadi lebih kokoh dari jenis batu bata lainnya.
Pekerja batu bata abah Lili sendiri memang tidak begitu banyak, hanya melibatkan keluarganya seperti istri, anak, saudara atau tetangga terdekat. Terjalinnya sebuah pekerjaan yang melibatkan keluarga bahkan hingga tetangga. Dari hasil karya ciptanya berupa batu bata membuat abah Lili terus giat dalam mencari nafkah meskipun usianya pun ikut bertambah. Terlihat dari senyumnya yang tulus, kerja yang giat, tangan yang menua, kaki yang mulai rapuh dan sebagainya.
Batu bata abah Lili memang belum memasuki matrial-matrial yang ada sebagai toko kebutuhan bangunan. Karena, mengingat bahwa abah Lili membutuhkan modal yang cukup besar, sedangkan beliau hanya memiliki uang yang pas-pasan. Perhatian pemerintah pun belum begitu besar terhadap pengrajin seperti batu bata sebagai pelaku bisnis kecil. Bahkan batu bata abah Lili tak lekang oleh waktu yang selalu dibutuhkan untuk kontruksi bangunan.
Dalam harapannya abah Lili, pemerintah lebih memperhatikan terhadap pelaku usaha kecil seperti batu bata miliknya. Ia berharap pemerintah memberikan permodalan untuk usahnya semakin maju dan berkembang kedepannya. Sehingga, abah Lili dapat memproduksi dan meningkatkan kualitas batu bata miliknya serta mempekerjakan lebih banyak orang yang membutuhkan pekerjaan. (Risma Rismawati)***