Bah Lili, Usai Citarum di Keruk Tanah Bahan Bata Merah Harus Memberi Jauh dari Gunung

- 24 Juni 2023, 14:31 WIB
Proses pembakaran bata merah dilakukan Bah Lili (57)  masih tradisional di Lembang Kuda, Desa Bojong Emas, Kecamatan Solokanjeruk, Kabupaten Bandung.
Proses pembakaran bata merah dilakukan Bah Lili (57) masih tradisional di Lembang Kuda, Desa Bojong Emas, Kecamatan Solokanjeruk, Kabupaten Bandung. /Portal Bandung Timur/Risma Rismawati/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Kawasan Sapan masa lalu yang masih menjadi wilayah Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung dikenal sebagai kawasan penghasil beras kualitas utama. Lumbung padinya Jawa Barat seperti halnya Haurgeulis ataupun Patrol di Indramayu dan Telukjambe di Karawang.

Disela rutinitas bertani, tidak sedikit masyarakat yang mencari tambahan dengan memanfaatkan limpahan tanah lumpur dari luapan sungai Citarum. Hingga derah Sapan, Rancakasumba, Solokanjeruk dan Bojongemas yang merupakan wilayah sepanjang aliran sungai Citarum dikenal sebagai penghasil bata merah

Seorang diantaranya yang hingga, Abah Lili  warga Kampung Padarangkung, RT 04/ RW 08, Desa Sukamanah Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten Bandung. Pria yang kini berusia 57 tahun tersebut mengawali profesinya sebagai pembuat bata merah tahun 1980an di Kampung Bojongemas dan kemudian pindah ke Kampung Lembangkuda, Desa Bojong Emas hingga saat ini.

Baca Juga: Curahan Isi Hati Sang  Qayyimul Masjid Penerima Beasiswa KIP 

 Di usianya yang mulai renta, tidak menyurutkan semangat Abah Lili dalam mencari nafkah untuk keluarganya dengan menekuni profesi sebagai pembuat bata merah. Bertempat di sudut Kampung Lembang Kuda, Desa Bojong Emas, Kecamatan Solokanjeruk, Kabupaten Bandung, Abah Lili melakukan proses pembuatan batu bata dengan tangan tuanya.

“Sudah hampir 38 tahun ia menekuni sebagai pengrajin batu bata. Biasanya bahan sebagai pembuatan batu bata diambil dari tanah walungan (sungai) dicampur dengan pasir,” aku Bah Lili.

Namun pasca normalisai aliran sungai Citarum, saat ini telah dilakukan penutupan dan masyarakat di larang untuk mengeruk tanah dari sepadan sungai Citarum. Karenanya Bah Lili harus mencari solusi lain yaitu dengan membeli tanah gunung dengan harga sekitar Rp 400.000-, yang diantar oleh truk hingga tempatnya.

Baca Juga: Abah Ruslan, Memanfaatkan Kedekatan dengan Anak Muda Pasarkan Sepatu Buah Tangannya

“Tanah gunung yang dibeli biasanya dari daerah Majalaya. Hasil tanah dari satu truk tersebut bisa menghasilan 4000 bata dengan harga satuan 100 rupiah,” tutur Bah Lili.

Bila sudah terbentuk harganya menjadi 200 rupiah. Belum lagi dengan kayu bakar, satu truk dengan harga Rp 400.000-, untuk proses pembakaran batu bata satu kali diperkirakan 12.000 bata. Pembuatan rutin batu bata biasanya dilakukan 1 bulan sekali, dengan melihat stok barang sudah habis terjual atau belum.

Menurut Abah Lili pembeli batu bata biasanya kebanyakan dari daerah Rancaekek seperti Kencana, Buah dua, dan sebagainya. Batu bata abah Lili laku dipasaran sekitar tahun 1989 hingga 2001, tetapi dari tahun 2001 batu bata abah Lili mulai surut peminatnya hingga saat ini.

Hadirnya batu bata hebel juga menjadi pesaing dalam usahanya abah Lili. Karena itu, abah Lili dan keluarga tetap berupaya dalam memproduksi batu bata untuk mencukupi kebutuhan keluarga meskipun tidak seberapa.

Abah Lili (57) warga Kampung Lembangkuda, Desa Bojong Emas, Kecamatan Solokanjeruk, Kabupaten Bandung, tetap menekuni profesinya sebagai pembuat bata merah meskipun tanah bahan pembuat bata harus membeli.
Abah Lili (57) warga Kampung Lembangkuda, Desa Bojong Emas, Kecamatan Solokanjeruk, Kabupaten Bandung, tetap menekuni profesinya sebagai pembuat bata merah meskipun tanah bahan pembuat bata harus membeli.
Di sepanjang jalan sungai Lembangkuda, Desa Bojong Emas, Kecamatan Solokanjeruk, Kabupaten Bandung. Abah Lili menjadi salah satu pengrajin di daerah tersebut, memang belum banyak pengrajin batu bata lainnya. Batu bata abah Lili memiliki daya tahan yang cukup kuat daripada batu bata lainnya.

Misalnya ketika di tancapkan paku pada batu bata hasil racikan abah Lili tidak akan mudah rusak begitu saja, daripada batu bata berjenis lain yang mudah hancur ketika ditancapkan paku kemudian dicabut seperti pasir. Kelebihan dari batu bata abah Lili juga membuat bangunan menjadi lebih kokoh dari jenis batu bata lainnya.

Pekerja batu bata abah Lili sendiri memang tidak begitu banyak, hanya melibatkan keluarganya seperti istri, anak, saudara atau tetangga terdekat. Terjalinnya sebuah pekerjaan yang melibatkan keluarga bahkan hingga tetangga. Dari hasil karya ciptanya berupa batu bata membuat abah Lili terus giat dalam mencari nafkah meskipun usianya pun ikut bertambah. Terlihat dari senyumnya yang tulus, kerja yang giat, tangan yang menua, kaki yang mulai rapuh dan sebagainya.

Batu bata abah Lili memang belum memasuki matrial-matrial yang ada sebagai toko kebutuhan bangunan. Karena, mengingat bahwa abah Lili membutuhkan modal yang cukup besar, sedangkan beliau hanya memiliki uang yang pas-pasan. Perhatian pemerintah pun belum begitu besar terhadap pengrajin seperti batu bata sebagai pelaku bisnis kecil. Bahkan batu bata abah Lili tak lekang oleh waktu yang selalu dibutuhkan untuk kontruksi bangunan.

Dalam harapannya abah Lili, pemerintah lebih memperhatikan terhadap pelaku usaha kecil seperti batu bata miliknya. Ia berharap pemerintah memberikan permodalan untuk usahnya semakin maju dan berkembang kedepannya. Sehingga, abah Lili dapat memproduksi dan meningkatkan kualitas batu bata miliknya serta mempekerjakan lebih banyak orang yang membutuhkan pekerjaan. (Risma Rismawati)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah