Nevi Zuairina, Holdingisasi PLTP dan PLTU Kenapa ke Pertamina Geothermal Energy Bukan ke PLN

- 6 Agustus 2021, 20:19 WIB
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang yang mulai beroperasi tahun 1982 di Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung Jawa Barat. Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina pertanyakan holdingisasi PLTP dan PLTU diserahkan pada Pertamina Geothermal Energy (PGE).
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang yang mulai beroperasi tahun 1982 di Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung Jawa Barat. Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina pertanyakan holdingisasi PLTP dan PLTU diserahkan pada Pertamina Geothermal Energy (PGE). /Portal Bandung Timur/heriyanto/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina menyatakan setuju dengan rencana pemerintah melakukan holdingisasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan holdingisasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Serta melanjutkan Initial Public Offering (IPO) holding geotermal pada tahun 2021.

“Hanya saja masih ada hal yang dianggapnya janggal, sehingga mesti dilakukan berbagai pertimbangan. Persoalan mendasarnya, perusahaan holding yang mestinya di amanatkan kepada PLN, tapi ini malah diserahkan pada Pertamina Geothermal Energy (PGE) sebagai perusahaan holdingnya,” ujar Nevi Zuairina dalam siaran persnya.

Disampaikan Nevi Zuairina, minimal ada tiga hal kenapa bukan PGE yang mesti menjadi Holding, tapi seharusnya PLN. “Pertama PGE inikan masih baru, sekitar tahun 2006 berdiri. Kekuatan manajemennya dalam menguasai bisnis dan operasional masih meragukan untuk mengemban holding," jelas Nevi Zuairina.

Baca Juga: Dari Sosial Movement Explore Store, 7 Ton Sawi Untuk Hewan di Kebun Binatang Bandung

Sementara yang kedua menurut Nevi Zuairina, pembangkit listrik panas bumi ini mahal investasinya yang mesti dijaga asetnya tetap milik pemerintah. Karenanya, jika melakukan IPO, maka aset berharga ini akan dimiliki swasta.

“Yang ketiga, regulasi EBT pada RUU energi baru terbarukan (RBT) yang digodok di DPR RI masih berpolemik terutama pada  Pasal 40 ayat (1) yang berbunyi, ’Perusahaan listrik milik negara wajib membeli tenaga listrik yang dihasilkan dari Energi Terbarukan’,” ujar Nevi Zuairina.

Selain itu, juga pada Pasal 51 ayat (4) yang berbunyi,  ‘Dalam hal harga listrik yang bersumber dari Energi Terbarukan lebih tinggi dari biaya pokok penyediaan pembangkit listrik perusahaan listrik milik negara, Pemerintah Pusat berkewajiban memberikan pengembalian selisih harga Energi Terbarukan dengan biaya pokok penyediaan pembangkit listrik setempat kepada perusahaan listrik milik negara dan/atau Badan Usaha tersebut.

Baca Juga: Target Herd Immunity di Jabar Tercapai Bila Mendapat 15 Juta Dosis Vaksin per Bulan

Dikatakan Nevi Zuairina, proyek pengembangan lapangan panas bumi ada di tiga lapangan. Proyek tersebut berada di Bukit Daun (Bengkulu), Gunung Lawu dan Seulawah (Aceh), semua lapangan tersebut masih dalam tahap pemboran sumur eksplorasi dan belum sampai pada tahap produksi listrik.

Menurut Nevi Zuariana, dari segi pengalaman, PGE kurang layak untuk menjadi holding karena masih terlalu awal dan kurang pengalaman. Sehingga  manajemennya belum piawai dalam menghadapi berbagai persoalan bisnis dan operasional.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah