Mulyanto Anggota Komisi VII DPR RI, Ada Keganjilan Perpanjangan Kontrak Listrik Swasta

- 5 Agustus 2021, 20:12 WIB
Petugas PLN tengah melakukan perbaikan jaringan. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto melihat ada keganjilan dibalik perpanjangan kontrak listrik swasta.
Petugas PLN tengah melakukan perbaikan jaringan. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto melihat ada keganjilan dibalik perpanjangan kontrak listrik swasta. /Portal Bandung Timur/heriyanto/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto melihat ada keganjilan dibalik perpanjangan kontrak listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) yang seharusnya telah habis masa operasi pembangkitnya. Sebagai Badan Usaha Milik Negara seharusnya PLN dapat menolak perpanjangan kontrak listrik swasta di tengah surplus listrik seperti sekarang ini.

"Keganjilan yang saya lihat itu salah satunya terkait klausul take or pay (TOP) yang merupakan kewajiban PLN membeli minimal 70 persen produksi listrik swasta, yang tetap ada dalam perpanjangan kontrak tersebut. Padahal saat ini pasokan listrik secara nasional surplus lebih dari 30 persen," ujar Mulyanto dalam siaran persnya. 

Hal tersebut menurut Mulyanto, seolah memperlihatkan posisi daya tawar manajemen PLN yang lemah. Seharusnya pihak PLN dapat menolak perpanjangan kontrak listrik swasta di tengah surplus listrik seperti sekarang ini.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Kota Bandung, Mulai Terjadi Penurunan

"Untuk apa memperpanjang kontrak dengan pihak IPP, dimana PLN sudah tidak membutuhkan listrik di tengah demand listrik yang rendah.  Apalagi klausul TOP tetap masih disertakan di dalam kontrak tersebut.  Ini mengherankan," tegas Mulyanto.

Diingatkan Mulyanto, bahwa ketentuan TOP merupakan beban berat untuk PLN. Karena mereka terpaksa harus membayar listrik sebanyak minimal 70 persen, baik yang dibutuhkan atau tidak dibutuhkan. 

"Dulu saat kita kekurangan listrik, klausul TOP ini menjadi alat yang efektif untuk membujuk IPP swasta, agar mereka mau membangun pembangkit listrik. Tapi saat ini kondisinya sudah berbalik seratus delapan puluh derajat, listrik kita berlebih, sedang program tambahan listrik 35 ribu MW sudah terlanjur kontraktual beserta klausul TOP-nya," ujar Mulyanto.

Baca Juga: Pemerintah Jawa Barat Hanya Jadi Tukang Pos Penyalur Vaksin ke Kota dan Kabupaten

Dikatakan Mulyanto, hal tersebut semakin membebankan keuangan PLN. “Pasalnya, utang PLN saat ini hampir mencapai Rp500 triliun, jadi, saya mendorong penuh agar PLN me-renegosisasi lagi klausul dan besaran TOP ini. Tidak perlu ada perpanjangan kontrak listrik dengan tetap mencantumkan klausul TOP di tengah kelebihan listrik seperti sekarang ini," tegas Mulyanto.

Ditambahkan Mulyanto, ke depan sumber energi primer yang murah dan memberikan keuntungan selama ini, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) harus terus dikurangi dan dengan tanpa kontrak baru, demi komitmen terhadap pengembangan green energy. Hal ini juga akan semakin menambah beban berat untuk PLN.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x