BMKG Beberkan Potensi Bencana Akibat Perubahan Iklim di Indonesia

- 23 Februari 2022, 09:30 WIB
oto : Pantauan satelit BMKG terhadap dentuman yang didengar oleh masyarakat Kota Malang pada Selasa  2 Februari malam dan Rabu 3 Februari dini hari (3/2).
oto : Pantauan satelit BMKG terhadap dentuman yang didengar oleh masyarakat Kota Malang pada Selasa 2 Februari malam dan Rabu 3 Februari dini hari (3/2). /Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika /

PORTAL BANDNG TIMUR - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, tren kenaikan suhu udara terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. Menurutnya, dengan menggunakan data observasi BMKG (1981-2020) menunjukkan tren positif dengan besaran yang bervariasi dengan nilai sekitar 0,03 °C setiap tahunnya.

Demikian yang terungkap dalam cara Focus Group Discussion (FGD) Kajian Perubahan Iklim Terhadap Tata Kelola Air bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta,

"Dengan begitu, sehingga dalam 30 tahun, estimasi kenaikan suhu udara akan bertambah sebesar 0,9 °C," ungkap Dwikorita dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 22 Februari 2022.

Baca Juga: PSSI Incar Pemain Top Liga Eropa Untuk Dinaturalisasi Memperkuat Timnas

Disebutkan, perubahan iklim tersebut mengakibatkan kekeringan dan pencemaran air yang mempengaruhi ketersediaan air bersih yang dibutuhkan masyarakat untuk air minum dan sanitasi. menurutnya, krisis air bersih tersebut terjadi akibat tingginya kebutuhan air baku, terutama di kawasan perkotaan dan padat penduduk.

"Dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 yang dikeluarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara diperkirakan meningkat hingga 2030. Proporsi luas wilayah krisis air meningkat dari 6,0 persen di tahun 2000 menjadi 9,6 persen di tahun 2045," paparnya.

Perubahan iklim, lanjut Diwikorita, berpotensi berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi akibat krisis air bersih. Menurutnya, dari hasil kajian dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dampak perubahan iklim juga berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp544 triliun selama 2020-2024, jika intervensi kebijakan tidak dilakukan.

Baca Juga: Angkut Ratusan Ton Sampah di Pasar Banjaran, Dadang Supriatna Minta Jangan Saling Tuding  

Secara ekonomi, tambah Dwikorita, kerugian sektor air dapat dikurangi dengan upaya adaptasi maksimal sebesar Rp17,77 triliun selama periode 2020-2024.

“Air tidak hanya dibutuhkan untuk rumah tangga, namun juga industri dan pertanian. Karena permintaannya lebih besar dari ketersediaan maka krisis air pun terjadi. Penurunan tidak hanya dari sisi kuantitas, namun juga kualitas air yang selanjutnya berpengaruh terhadap kesehatan,” ujar dia menambahkan.

Halaman:

Editor: Agus Safari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah