Inovasi di Tengah Pandemi COVID-19, Panen Sayuran Setiap Minggu

- 2 Desember 2020, 10:30 WIB
IRMAWATI (21) salah seorang ibu rumah tangga di Kampung Waas Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung tengah menyiapkan media tanam untuk kebun polybag yang ditekuninya dalam enam bulan terakhir dan sudah menghasilkan.
IRMAWATI (21) salah seorang ibu rumah tangga di Kampung Waas Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung tengah menyiapkan media tanam untuk kebun polybag yang ditekuninya dalam enam bulan terakhir dan sudah menghasilkan. /Portal Bandung Timur/Heriyanto Retno/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Pandemi COVID-19 bagi masyarakat berpenghasilan pas-pasan tentunya akan semakin membuat ekonomi rumah tangga morat-marit. Halnya sekedar mengandalkan bantuan dari pemerintah bukanlah sebuah pilihan tepat.

Demikian pula halnya dengan Irmawati (21) warga Kampung Waas Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Untuk mencukupi keperluan hidupnya bertani menjadi pilihan.

Namun meskipun tinggal didaerah perbukitan dengan masih banyak lahan, bukan berarti masalah selesai. “Karena saya dan suami hanya warga biasa tidak memiliki tanah ataupun kebun luas, karenanya berkebun di pekarangan rumah menjadi pilihan untuk berkebun yang hasilnya bisa sedikit-sedikit menutupi kebutuhan dapur” ujar Irmawati.

Baca Juga: KPU Kabupaten Bandung Siapkan Ini di Setiap TPS

Baca Juga: Sudah Waktunya Kabupaten Bandung Miliki BNNK

Bersama dengan sepuluh orang ibu rumah tangga lainnya, Irmawati pada Juli 2020 mendapat bantuan 100 polybag berikut bibit sayuran dan berkembang kembali diberi bantuan 600 polybag. Sebelumnya untuk memulai diakuinya ragu-ragu karena tidak terbiasa bercocok tanam sayuran di polybag.

“Banyak orang yang kurang menerima pekerjaan ini karena alasan takut hasil panennya tidak ada yang membeli. Soalnya biasanya mereka menjual saat musim panen tiba satu tahun 2 kali. Sementara kalau tani pekarangan itu memanennya bisa kapan saja. Ada juga yang merasa ribet karena harus mengumpulkan tanah dan pupuk,”terang Irmawati.

Keuntungan budidaya pertanian pekarangan menurut Irmawati adalah soal waktu kerja. Kapanpun ditengah waktu luang dirinya bisa melakukan.

Baca Juga: UMKM Harus Bisa Berdaya Saing Secara Global

Baca Juga: Korban Dump Truk Maut, 2 Tewas Seketika 8 Luka Parah

Suaminya juga mendukung karena selalu punya waktu. Dengan kata lain, pekerjaan tani pekarangan tidak mengambil waktu kerja yang sudah biasa dilakukan di ladang. Keuntungan kedua, hasil panen bisa rutin karena jadwal tanam mudah diatur. Hal ini berbeda dengan tani di ladang yang biasanya menunggu musim hujan baru menanam dan panen massal.

“Panen dari kebun pekarangan memang kecil, tetapi hasil sayurannya lebih bagus karena terawat. Dan panennya rutin. Setiap minggu bisa dapat pemasukan,” ujar Irmawati.

Keuntungan ketiga adalah keluarga petani pekarangan tidak lagi perlu belanja sayuran. Kalau biasanya Irmawati dan ibu rumah tangga lainnya mengeluarkan uang khusus untuk sayuran Rp 10.000, sekarang tidak lagi keluar uang. Dengan kata lain, sepanjang 30 hari, otomatis keluarga Irma menghemat pengeluaran uang Rp 300.000. 

Baca Juga: Tanjungsari Sumedang Dump Truk Rem Blong

Baca Juga: Tingkatkan Pelayanan, Bapenda Kabupaten Bandung Buka 8 Layanan

Pendamping Ekonomi dari Yayasan Odesa Indonesia Basuki Suhardiman, mengungkapkan, tani pekarangan adalah inovasi yang paling realitis diterapkan pada keluarga petani yang memiliki lahan pekarangan. Sekalipun kegiatannya berskala kecil, tetapi bisa menjadi solusi memperbaiki sumberdaya manusia di perdesaan. 

“Ekonomi yang efektif itu kalau lahir dari tradisi. Petani punya modal karena kebiasaan menanam di ladang. Hanya saja mereka akan terus kekurangan karena panen satu tahun hanya dua kali. Dengan kebiasaan baru tani pekarangan mereka bisa memanen secara rutin dengan durasi mingguan,” kata pegawai Teknologi Informatika Institut Teknologi Bandung yang lebih 4 tahun mendampingi para buruh tani di Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. 

Dikatakan Basuki, dirinya merasa yakin, bahwa model pertanian yang relevan dengan kehidupan pekerjaan para petani akan membentuk kebiasaan positif.  Hal ini bisa menjadi solusi mengatasi kemiskinan. Sebab menurutnya, akar dari kemiskinan itu sendiri disebabkan oleh akses ilmu dan pemanfaatan kesempatan. Ketika pendampingan menemukan cara yang realistis kemajuan pun bisa dicapai. 

Baca Juga: SMPN Satu Atap Cikoneng Butuh Air Bersih

Baca Juga: Anggota KPPS dan Pamsung Cileunyi Kembali Kedapatan Reaktif

“Sebelumnya kami juga membangun model bisnis pertanian dengan pembibitan kelor. Ada belasan pembibit kelor yang ekonominya meningkat setiap bulan hanya dengan memanfaatkan halaman rumahnya. Mengatasi kemiskinan dengan target pendapatan Rp 300 hingga 700ribu perbulan merupakan langkah penting yang harus dilakukan untuk penduduk Indonesia saat ini,” pugkas Basuki (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah