Perkawinan Anak Timbulkan Efek Domino, Apa Saja

- 2 Juni 2021, 00:19 WIB
Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Keluarga Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak (PKK) DP3AKB Jawa Barat, Iin Indasari, saat menyampaikan Program Stopan Jabar.   
Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Keluarga Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak (PKK) DP3AKB Jawa Barat, Iin Indasari, saat menyampaikan Program Stopan Jabar.   /Foto : Istimewa

PORTAL BANDUNG TIMUR -Angka pernikahan anak di Jawa Barat diklaim berhasil ditekan melalui program Stop Perkawinan Anak Jawa Barat (Stopan Jabar) yang diselenggarakan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Barat (DP3AKB Jabar) sejak tahun 2020. Perkawinan anak berisiko menimbulkan efek domino yang sangat merugikan anak. 

Disampaikan Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Keluarga Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak (PKK) DP3AKB Jawa Barat, Iin Indasari, Program Stopan Jabar berhasil menekan angka perkawinan menjadi 9.821 kasus. Jumlah tersebut melampaui target yang diberikan Gubernur Jawa Barat yakni 15.000 kasus.

"Saat pandemi, kami khawatir akan ada kenaikan kejadian perkawinan anak. Tapi itu tidak terjadi. Data dari Kemenag, perkawinan anak di Jabar pada 2020 sebanyak 9.821 perkawinan, secara umum di Jawa Barat berhasil ditekan dari 21.499 menjadi 9.821, meskipun ada beberapa kabupaten/kota yang meningkat,” jelas Iin Indasari.

Baca Juga: Viral di Medsos, Pembacokan di Baleendah Diamankan Polsek Baleendah

Dijelaskan Iin Indasari, penyebab kasus perkawinan anak di Jawa Barat tidak jauh berbeda dengan  perkawinan anak secara umum di tingkat nasional. Pertama adalah permasalahan ekonomi, rendahnya pendidikan, budaya, kepercayaan, globalisasi atau akses informasi yang begitu mudah diakses anak.

Perkawinan anak menurut Iin Indasari, adalah sumber dari masalah keluarga lainnya yang mengarah pada risiko kematian ibu dan anak. “Perkawinan anak merupakan akar atau sumber dari masalah keluarga lainnya, karena menyebabkan kematian pada ibu dan anak, anak secara fisik belum siap hamil dan melahirkan risiko terjadinya distosia atau kesulitan dalam melahirkan, resiko pendarahan yang mengarah pada risiko kematian ibu dan anak,” papar Iin Indasari.

Baca Juga: Kembali, 8 Juta Bulk Vaksin Sinovac Tiba di Tanah Air

Diakhir keterangannya Iin Indasari mengatakan bahwa perkawinan anak berisiko menimbulkan efek domino yang sangat merugikan anak. “Perkawinan anak rentan menyebabkan kekerasan rumah tangga, karena secara fisik, ekonomi dan mental masih belum siap dalam mengarungi perkawinan," ujar Iin Indasari.

Selain itu, kekerasan bukan hanya milik perempuan dan anak tetapi juga pada laki-laki. Kekerasan ini dapat mendorong perceraian, kehilangan sumber penghasilan rentan dan terhadap perdagangan orang atau human trafficking. "Ini efek dominonya luar biasa," pungkas  Iin Indasari. (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah