PORTAL BANDUNG TIMUR - Pernikahan merupakan hal yang sangat sakral, yang diharapkan hanya dialami sekali dalam seumur hidup. Karenanya dalam setiap tahap pelaksanaannya mengandung makna dan filosofi yang sangat dalam di kalangan masyarakat Sunda dan menjadi hal yang pokok dalam rangkaian acara menjelang pernikahan.
Dalam tradisi Sunda, terdapat beberapa rangkaian upacara adat sebelum dilaksanakan akad dan resepsi pernikahan, diantaranya yaitu Upacara Siraman. Di tatar Sunda, masih banyak daerah-daerah yang tetap melestarikan dan memelihara tradisi ini, seperti di Sukabumi, Cianjur, Ciamis, Pangandaran dan kota-kota lainnya, khususnya di Jawa Barat.
Upacara Siraman mengandung makna yang bertujuan untuk membersihkan diri baik secara lahir maupun batin, sebelum melangsungkan pernikahan dan memulai berumah tangga. Hal ini juga memberi simbol sebagai upaya penyucian diri untuk membangun mahligai rumah tangga yang suci, maka calon mempelai khususnya mempelai wanita harus memulainya dengan keadaan yang suci juga.
Upacara Siraman ini biasanya dilaksanakan sehari sebelum dilangsungkannya akad. Seorang calon pengantin wanita dituntun untuk menjalankan beberapa prosesi upacara siraman yang didalamnya terdapat makna dan pesan yang tersirat.
Calon pengantin yang beragama Islam selalu melaksanakan pengajian terlebih dahulu sebelum dilaksanakannya Upacara Siraman. Karena bagaimanapun pelaksanaan adatnya, tetap tidak boleh lupa dan meninggalkan tuntunan agama.
Upacara Siraman tidak dilaksanakan meriah sebagaimana acara resepsi, melainkan hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat calon pengantin wanita. Dalam prosesnya, calon pengantin wanita keluar dari kamar menuju tempat sungkeman dengan di ais (di gendong) secara simbolis oleh ibunya dan sang ayah berjalan didepan mereka sambil membawa lilin lalu.
Baca Juga: Tari Wayang, Tuntutan Hidup dan Kehidupan Mengandung Unsur Filosofinya dari Isi
Ketika sampai di tempat sungkeman, sang ayah 'Ngecagkeun Ais' (melepaskan gendongan). Ini bermakna bahwa orangtua yang selama ini bertanggung jawab terhadap anaknya dan seorang ayah sebagai penerang dalam keluarga akan segera menyudahi tanggungjawab mereka kepada anaknya dan akan digantikan oleh calon pengantin pria yang kelak akan menjadi suami dari anaknya.
Setelah sampai di tempat sungkeman, prosesi selanjutnya yaitu 'di pangkon'. Kedua orangtua calon pengantin wanita duduk berdampingan, dan calon pengantin wanita duduk di pangkuan mereka.