Makna Dibalik Upacara Siraman

- 3 Juni 2021, 12:04 WIB
Tradisi 'Siraman' sebelum berlangsung pernikahan di masyarakat Jawa Barat, khususnya Sunda hingga kini masih berlangsung dan dipercayai awal menuju kehidupan lebih baik dari calon mempelai dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Tradisi 'Siraman' sebelum berlangsung pernikahan di masyarakat Jawa Barat, khususnya Sunda hingga kini masih berlangsung dan dipercayai awal menuju kehidupan lebih baik dari calon mempelai dalam mengarungi bahtera rumah tangga. /Foto : Istimewa

Proses ini mengandung makna bahwa cinta kasih kedua orangtua kepada anaknya tidak ada batasnya. Dilanjutkan calon pengantin wanita berlutut kepada orangtuanya untuk melaksanakan sungkeman.

Tradisi atau Upacara Siraman memiliki makna untuk membersihkan diri baik secara lahir maupun batin.
Tradisi atau Upacara Siraman memiliki makna untuk membersihkan diri baik secara lahir maupun batin. Foto : Istimewa
Prosesi sungkeman ini biasanya diiringi oleh ungkapan isi hati seorang anak kepada orangtuanya yang selama ini sudah membesarkan dan merawatnya dengan penuh kasih sayang, juga nasehat-nasehat orangtua kepada anaknya untuk kehidupannya rumah tangga yang akan dijalani nantinya.

Setelah melaksanakan sungkeman, calon pengantin wanita membasuh kaki kedua orangtuanya, prosesi ini disebut 'ngaras', yang bermakna bahwa seorang anak harus tetap berbakti kepada kedua orangtuanya. Setelah membasuh kaki, kemudian calon pengantin wanita membasuhkan wewangian ke telapak kaki kedua orangtua, yang memiliki arti meakipun seorang anak sudah jauh dari orangtuanya, ia akan selalu membawa harum nama keluarganya.

Usai semua prosesi, berlanjut dengan prosesi pencampuran air siraman. kedua orangtua dari calon pengantin wanita mencampur air siraman dengan 7 jenis bunga yang berbeda-beda dan memiliki wangi. Dikenal dengan istilah ‘kembang setaman’ (kembang 7 rupa) didalam suatu wadah yang disebut 'bokor' (sejenis kendi) untuk melaksanakan prosesi selanjutnya yaitu Siraman.

Siraman dalam istilah Sunda disebut juga 'ngibakan'. Perlengkapan yang harus ada dalam prosesi ini diantaranya 2 helai kain sarung, 1 handuk, 2 helai selendang batik, baju melati, baju kebaya, bandana melati, lilin, payung besar dan lain-lain.

Dalam prosesi Siraman, calon pengantin wanita dituntun oleh kedua orangtuanya menuju tempat siraman sambil menginjak 7 helai kain yang sudah dibentangkan. Setiap helai melambangkan kesabaran, ketakwaan, kesehatan, ketabahan, keteguhan iman dan agar senantiasa istiqomah dalam menjalankan perintah agama.

Prosesi Siraman diawali oleh sang Ibu dari calon pengantin wanita, kemudian sang ayad. Dilanjutkan dengan saudara-saudara dan kerabat-kerabat terdekat seperti bibi, sepupu, teman dari calon pengantin yang sudah menikah dan rumah tangganya berlangsung harmonis.

Jumlah penyiram diharuskan ganjil, misalnya berjumlah 7, 9 atau 11 orang paling banyak. Di akhirnya, prosesi siraman ditutup dengan calon pengantin wanita disirami air wudhu. Ini bermakna bahwa dalam keadaan bagaimanapun, calon pengantin wanita tidak boleh lupa dan meninggalkan ibadah.

Baca Juga: Kuota Haji Indonesia, Antara Ada dan Tiada

Setelah Siraman, prosesi selanjutnya yaitu 'Dulungan Pungkasan' (suapan terakhir). Dulungan Pungkasan diawali dengan pemotongan tumpeng dan kemudian kedua orangtua menyuapi anaknya sebagai lambang suapan terakhir dan orangtua melepaskan anaknya untuk senantiasa hidup mandiri dengan keluarganya yang baru.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah