Rumah Angklung Semarak Kegiatan MPLS Tahun Ajaran 2022/2023 Anak Sekolah

- 22 Juli 2022, 03:34 WIB
Kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) 280 siswa SDN 207 Cibogo Kota Bandung diselenggarakan di Rumah Angklung untuk mengenal kesenian dan alat tradisional Jawa Barat.
Kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) 280 siswa SDN 207 Cibogo Kota Bandung diselenggarakan di Rumah Angklung untuk mengenal kesenian dan alat tradisional Jawa Barat. /Portal Bandung Timur/heryanto/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tahun ajaran 2022/2023 di Kota Bandung yang berlangsung serentak sejak Senin 18 Juli 2022 dan akan berakhir hari ini, Jumat 22 Juli 2022 berlangsung semarak. Berbagai kegiatan di isi setiap sekolah dengan menekankan pada aspek edukasi mencoba laksanakan pihak sekolah.

Hal yang cukup menarik adalah MPLS yang diselenggarakan sejumlah sekolah di sekitar Rumah Angklung di Jalan Pariwisata, Kelurahan Sukawarna Kecamatan Sukajadi Kota Bandung. Bangunan yang menyerupai rumah adat Sunda jenis badak heuay, selalu ramai dikunjungi anak-anak sekolah yang menyelenggarakan MPLS dengan tema mengenal alat musik tradisional Jawa Barat.

Seperti sepanjang Kamis 21 Juli 2022, ratusan anak dari SDN 207 Cibogo Kota Bandung menghabiskan waktu di Rumah Angklung yang dikelola UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat yang berada dibawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat.

Baca Juga: Beban Jalan Kota Bandung Semakin Berat, Sistem Ganjil Genap Diusulkan

“Kolaborasi yang dilaksanakan Disparbud Jabar melalui UPTD PKD Jabar bersama pihak sekolah  sesuai dengan tugas dari UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat,” ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat Benny Bachtiar.

Kegiatan MPLS 280 orang siswa SDN 207 Cibogo Kota Bandung ke Rumah Angklung menurut Benny Bachtiar sebagai upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan untuk pemajuan kebudayaan Jawa Barat. “Tentunya di Rumah Angklung anak-anak dikenalkan pada alat musik bambu berikut sejarahnya, kemudian diajarkan cara bermain alat musik dari bambu,” ujar Benny Bachtiar didampingi Kepala UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat Erick Henriana.

Setelah mengenal alat-alat musik dari bambu, khususnya angklung dan arumba yang  rutin di ajarkan kepada setiap pengunjung Rumah Angklung, secara tidak langsung telah dilaksanakan tugas perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan untuk pemajuan kebudayaan.

Baca Juga: Sudah 19 Ribu Lebih Jemaah Haji Telah Kembali dari Tanah Suci

“Kolaborasi seperti ini yang kami harapkan, karena melalui kegiatan seperti ini anak-anak dikenalkan pada budaya tradisinya, dari mulai mengenal akan merasa senang, setelah senang tentunya akan semakin mencintai dan mengembangkan serta melestarikan,” ujar Benny Bachtiar.

Dikatakan Benny Bachtiar, UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat yang berada di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat tidak hanya mengelola Rumah Angklung saja, tapi juga fasilitas lainnya.

“Seperti Taman Budaya di Dago, Gedung Indonesia Menggugat, Museum Monumen Perjuarang Rakyat Jawa Barat, Museum Sri Baduga, Rumah Inggit Garnasih, (gedung kesenian) Rumentang Siang dan Pusat Pengembangan Kebudayaan (dulu YPK), silahkan pergunakan fasilitas tersebut sebagai ruang ekpresi, mari kita bersama-sama melindungi, mengembangkan, memanfaatkan dan membina seni budaya bangsa,” tegas Benny Bachtiar.

Ditambahkan Benny Bachtiar, keberadaan Rumah Angklung merupakan bukti keseriusan pemeritah Jawa Barat dalam menjaga, memelihara, mewariskan, mengembangkan dan memanfaatkan kesenian dengan alat musik bambu, khususnya angklung.

Baca Juga: Wapadalah, Kasus DBD Di Kota Bandung Meningkat Saat Musim Penghujan dan Pancaroba

“Pasca ditetapkannya angklung sebagai The Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity pada November 2010, tentunya menjadi kewajiban kita bersama untuk tetap menjaga dan mempertahankan serta mewariskan,” ujar Benny Bachtiar.

Sementara Kepala UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat Erick Henriana menambahkan bahwa selama ini orang Indonesia cenderung melihat angklung dari fungsi kebendaannya saja sebagai alat musik. “Padahal, dalam angklung ada banyak nilai filosofi  yang bisa diambil, hal inilah yang menjadi tantangan UPTD PKD Jabar untuk menyampaikan kepada masyarakat luas, khususnya generasi muda,” ujar Erick Henriana.

Ketika angklung sudah ditetapkan UNESCO sebagai The Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity, atau warisan dunia tak benda, nilai-nilai yang terkandung pada alat musik ataupun kesenian angklung harus lebih dimasyarakatkan.

“Apalagi di masyakarat Sunda, alat musik dan kesenian angklung tak bisa dilepaskan dari pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi sebagai makanan pokok, dengan mitosnya Dewi Padi Sri Pohaci,” ujar Erick Henriana.

Baca Juga: Pusat Perbelanjaan dan Pertokoan di Madinah di Serbu Jemaah

Kesenian dan alat musik angklung  diyakini pertamakali muncul di daerah Jawa Barat. Angklung kemudian berkembangan dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera.

Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung. Lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di negara berjuluk Negeri Gajah Putih.

Pada tahun 1938 seorang Pandu (anggota pramuka) Daeng Soetigna mengembangkan angklung tradisi menjadi angklung dengan nada diatonik. Angklung Daeng turut dimainkan menyambut para tamu pada Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Kota Bandung.

Kemudian Udjo Ngalegena salah seorang muridnya mengembangkan angklung lebih serius dengan secara rutin menggelar kesenian angklung di sanggar seninya di Padasuka Bandung. Ditangan anak-anak asuh Daeng Soetigna yang diantaranya Udjo Ngalagena angklung semakin berkembang hingga kini dan mendapat pengakuan dari UNESCO. (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah