Teh Jangkung,  Warisan Preanger Planters Kerkhoven dan Bosscha di Pangalengan

- 8 Juni 2023, 02:00 WIB
Deretan pohon teh yang pertamakali di budidayakan Rudolph Albert Kerkhoven tahun 1869, di kawasan perkebunan teh Malabar Pangalengan sudah berusia ratusan tahun masih tumbuh subur .
Deretan pohon teh yang pertamakali di budidayakan Rudolph Albert Kerkhoven tahun 1869, di kawasan perkebunan teh Malabar Pangalengan sudah berusia ratusan tahun masih tumbuh subur . /Portal Bandung Timur/amila sholeha/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Jika melewati jalan ke arah Nimo Highland sebuah objek wisata anyar dikawasan perkebunan teh Pangalengan Kabupaten Bandung, sisi kiri ke arah villa Bosscha, terlihat deratan pohon teh yang tinggi-tinggi. Itulah cikal bakal teh di tanah kawasan pegunungan Malabar Wayang.

Pohon teh yang ditanam Rudolph Albert Kerkhoven tahun 1869,  tanaman bibit pohon teh yang di Perkebunan Malabar yang dikembangkan  putra sulungnya Rudolph Eduard Kerkhoven bersama Karel Albert Rudolf Bosscha pamannya yang kemudian dikenal sebagai Preanger Planters.

Ditangan Rudolph Eduard Kerkhoven dan pamannya Karel Albert Rudolf Bosscha, teh asal pegunungan Malabar mampu bersaing dengan teh asal China negara asal tanaman teh atau Camellia Sinensis. Hampir 36 tahun lamanya the di tangan  Rudolph Eduard Kerkhoven dan  Karel Albert Rudolf Bosscha, mendapat julukan emas hijau asal Priangan.

Baca Juga: KHAS, Destinasi Wisata Kuliner di Taman Valkenet Malabar Kota Bandung

Hingga  Rudolph Eduard Kerkhoven meninggal pada tahun 1918 di usia 59 tahun dimakamkan di perkebunan teh Gambung dan Karel Albert Rudolf Bosscha, meninggal 10 tahun kemudian, tepatnya pada 26 November 1928 dimakamkan di Pangalengan.

Masa kejayaan teh ditangan Rudolph Eduard Kerkhoven dan pamannya, Karel Albert Rudolf Bosscha, memang telah berlalu. Tetapi kisahnya tak lekang oleh waktu.

Itulah kata yang bisa digunakan untuk menggambarkan situasi Perkebunan Teh Malabar saat ini. Pasca kepergian Preanger Planters Rudolph Eduard Kerkhoven dan Karel Albert Rudolf Bosscha, perkebunan teh Malabar, mengalami pasang surut dan pernah terombang-ambing.

Berpindah tangan beberapa kali, hingga berada di bawah kekuasaan Jepang yang menyebabkan produksi teh dan kesejahteraan buruh setempat berada di titik yang sangat rendah karena kurangnya pengelolaan. Hingga dimasa kemerdekaan dilakukan Nasionalisasi, perkebunan diambi alih Pemerintah Indonesia.

Baca Juga: Dua Pendaki Asal Desa Baros Arjasari yang Hilang di Gunung Malabar Telah Ditemukan

Bahkan di usianya yang menginjak 154 tahun, Perkebunan Malabar tetap kokoh berdiri serta nama sang pendiri tetap di ingat hingga kini. Termasuk dengan segala peninggalannya yang masih bertahan dan setia menjadi saksi dari tahun ke tahun perjalanan perkebunan ini.

Jalanan Perkebunan Malabar yang semula biasanya hanya di lewati oleh warga setempat dan siswa yang hendak bersekolah mendadak ramai dengan kedatangan pengunjung dari berbagai daerah dengan tujuan untuk mengunjungi destinasi wisata “Teh Jangkung”.

Pembangunan infrastruktur yang menunjang kebutuhan para pelancong pun di galakan, seperti warung-warung kecil, tempat duduk, toilet, tempat parkir hingga loket untuk menjual karcis masuk yang di bandrol 15 ribu perorangnya.Sesuai dengan trend saat ini, pengunjung menggunakan lahan Teh Jangkung untuk menggerai tikar dan mengadakan piknik dengan suasana vintage, berkumpul dan berfoto. Akan tetapi, sebagian besar pengunjung tidak tahu menahu mengenai apa sebenarnya tempat yang di sebut Teh Jangkung ini.

Dalam sesi wawancara dengan Bapak Ujang (50) selaku koordinator pengelola tempat wisata Teh Jangkung, di sebutkan bahwa Teh jangkung adalah teh dengan bentuk dan jenis yang pertama ditanam oleh Bosscha pada tahun 1896 pada saat ia membangun perkebunan teh Malabar. Meskipun telah berusia ratusan tahun, tanaman teh tersebut tetap berdiri kokoh di lahan seluas 1 hektar.

Makam Karel Albert Rudolf Bosscha, diantara perkebunan teh Malabar,  Pangalengan Kabupaten Bandung.
Makam Karel Albert Rudolf Bosscha, diantara perkebunan teh Malabar, Pangalengan Kabupaten Bandung.
“Jenis tanaman teh yang ada di perkebunan Malabar saat ini merupakan pengembangan dari Teh jangkung yang dibentuk menjadi bonsai (lebih pendek) supaya mudah dipanen. Penanaman tanaman saat ini tidak menggunakan batang, tetapi menggunakan biji supaya tanaman cepat tumbuh, tetapi dalam hal kualitas produksi dan lama tanaman teh cenderung berkurang” ujar pak Ujang (50) menambahkan.

Namun bila mengutip dari jurnal hasil penelitian Karel Albert Rudolf Bosscha, berjudul ‘Proefstation voor thee No. XXXVII: Bemestingsproeven  genomen te Malabar II. Departement van Landbouw Nijverheid en Handel  yang didapat dari website delpher.id  disebutkan bahwa jenis teh yang dikembangkan di Perkebunan Malabar adalah teh Assam yang didatangkan dari India.

Tanaman teh yang pertama kali datang ke tanah Pangalengan ditanam di kawasan yang sekarang menjadi Objek Wisata Teh Jangkung untuk selanjutnya dirawat hingga mampu menghasilkan bibit berupa biji ataupun batang untuk penanaman teh generasi selanjutnya.

Baca Juga: Keindahan Kawasan Wisata Gunung Wayang Windu Panenjoan Pangalengan Bandung

Sembari menunggu tanaman teh jangkung tumbuh, Karel Albert Rudolf Bosscha, membangun segala fasilitas yang diperlukan oleh perkebunan, mulai dari pembukaan lahan, pembangunan pabrik, pembangunan kampung-kampung dengan setiap rumah penduduk yang berupa barak hingga penelitian-penelitian untuk menunjang keberlangsungan perkebunan.

Selanjutnya  Karel Albert Rudolf Bosscha, mulai menanam teh generasi selanjutnya hingga perkebunan mulai bisa memproduksi teh dengan jumlah yang cukup banyak dan harga yang stabil di pasaran. Pada tahun-tahun berikutnya  Karel Albert Rudolf Bosscha, dijuluki sebagai raja teh hitam karena kualitas teh yang di hasilkan oleh Perkebunan Malabar.

Karel Albert Rudolf Bosscha,  melakukan penelitian terkait pemupukan, fermentasi hingga pengorganisasian perkebunan. Tetapi, meskipun  Karel Albert Rudolf Bosscha, banyak melakukan penelitian dan perluasan lahan perkebunan, tanaman Teh Jangkung tidak pernah di ubah maupun dihancurkan, dibiarkan tetap tumbuh sebagai varietas pertama di perkebunan.

Sepeninggal  Karel Albert Rudolf Bosscha, perkebunan Malabar jatuh ke tangan keluarga juragan teh Priangan. Sempat berada di bawah pemerintahan Jepang yang telah membawa kemunduran yang cukup signifikan.

Reribunan pohon teh jangkung yang ditanam Rudolph Albert Kerkhoven tahun 1869,  kini menjadi lokasi tempat berkemah.
Reribunan pohon teh jangkung yang ditanam Rudolph Albert Kerkhoven tahun 1869, kini menjadi lokasi tempat berkemah.
Tahun 1951 tatkala pemerintah Indonesia melakukan Nasionalisasi seluruh industri asing, perkebunan Malabar menjadi milik pemerintah dan resmi berada dibawah kepemimpinan pemerintah.

Pergantian pengelolaan perkebunan tak pernah mengubah posisi Teh Jangkung hingga saat ini. Teh Jangkung tetap berdiri tanpa tersentuh oleh masyarakat luas, menjadi saksi bisu setiap hal yang dialami oleh perkebunan hingga sejak tahun 2019 tatkala Pangalengan banyak diincar oleh wisatawan berbagai daerah, ada beberapa upaya untuk menjadikan Teh Jangkung sebagai tempat wisata oleh masyarakat setempat.

Pengelolaan oleh masyarakat setempat tidak berjalan dengan maksimal karena kurangnya dana, fasilitas hingga praktek pungli yang berlangsung, Pak Ujang (50) menyebutkan bahwa sejak tahun 2021 pihak Agrowisata yang berada dibawah PTPN VIII banyak melakukan pengamatan terhadap beberapa tinggalan sejarah maupun objek wisata yang ada di wilayah Perkebunan Malabar termasuk Makam dan rumah Bosscha yang telah lebih awal dikelola. Pada tahun tersebut pengelolaan Teh jangkung dipegang oleh pihak agro dan pembangunan fasilitas dilakukan.

 Pada awalnya Teh Jangkung tidak terlalu banyak dikunjungi, hingga sejak akhir 2022 seorang seleb tiktok memviralkan suasana Teh Jangkung dan sejak saat itu pengunjung banyak datang. Dan sejak saat itulah Teh Jangkung memiliki dua peran, yakni sebagai sebuah situs sejarah peninggalan sang Jurangan Teh, Tuan Bosscha dan sebagai objek wisata alam Pangalengan yang tentunya masih eksis hingga saat ini. tetapi, apakah gempuran wisatawan akan menjamin kebersihan lingkungan serta perlindungan terhadap Teh Jangkung sebagai situs sejarah? (Amila Sholeha)***.

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah