PORTAL BANDUNG TIMUR - Teriknya sinar mentari, seolah menjadi teman perjalanan di Kota Majalengka. Kota selama ini di kenal sebagai Kota Pensiunan dan daerah penghasil kecap.
Melalui keramaian penduduk dan banyaknya kendaraan yang berlalu lalang, dapat kita rasakan bagaimana ramainya kawasan Kota Majalengka sekarang ini. Diantara keramaian, ada satu objek yang sangat menarik perhatian.
Di bawah jembatan, Jalan KH. Abdul Halim, Kelurahan Tonjong, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka, terdapat satu bangunan tua. Bangunan yang seakan-akan merasakan kesepiannya di tengah keramaian kota, yang dikenal masyarakat sekitar sebagai Goa Jepang.
Majalengka yang juga dijuluki Kota Angin, menjadi salah satu bukti bagaimana kejamnya para penjajah Jepang terhadap kaum pribumi. Seolah belum cukup penderitaan dari para penjajah, rakyat pribumi juga harus mendapat rasa sakit atas penghianatan yang dilakukan saudara sebangsanya sendiri.
Pada zaman pendudukan Jepang, keringat dan jerit kelelahan orang-orang pribumi yang ditugaskan untuk memperbaiki bangunan peninggalan Belanda. Ternyata hanya dibayar oleh pengkhianatan orang pribumi yang tidak memberikan upah yang seharusnya mereka dapatkan.
“Kata Bao yang waktu itu diwawancara, katanya memperbaiki Goa Jepang itu dikasih upah, jadi bukan Romusha. Ada dananya, cuma uang untuk bayar kuli itu kalau zaman sekarang dikorupsi, diambil sama Cutak atau orang yang memerintah para pribumi dalam memperbaiki bangunan ini,” cerita Nana Rohmana yang akrab disapa Kang Naro Ketua Grup Majalengka Baheula.
Diungkapkan pria berusia 49 tahun, seolah belum cukup menjadi saksi bisu atas penderitaan kaum pribumi di zaman penjajahan dulu. Bangunan Goa Jepang juga harus menjadi saksi bagaimana generasi penerus dari para pejuang, belum bisa menghargai dan menjaga peninggalan para leluhurnya dengan baik.
Ketika melihat dari jarak yang lebih dekat, akan terlihat dengan jelas banyak sekali coretan yang seakan menjadi hiasan di dinding bangunan ini. Padahal, bangunan yang seharusnya diresmikan menjadi salah satu bangunan cagar budaya ini dirawat dengan baik oleh masyarakat Kabupaten Majalengka, khususnya Kota Majalengka.