"Saya pernah nyusuri siapa yang coret-coret? Ternyata anak dari daerah Maja. Malah ada anak-anak dari Panyindangan, makanya saya ngasih pelajaran. Maksudnya pelajaran itu kita menjelaskan bahwa Bunker ini dulunya tempat sel tahanan, tempat penyiksaan. Mungkin saja saya bilang, ini yang pernah ditahan ini aki atau buyut sampean,” ujar Kang Naro.
Sayangnya, karena bangunan Goa Jepang yang memiliki nilai sejarah ini belum ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Sehingga para pelaku perusakan Goa Jepang bernilai sejarah tidak mendapatkan sanksi hukum dan hanya dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
Baca Juga: Masjid Babussalam, Rumah Angker Jadi Masjid Indah dan Megah Bergaya Timur Tengah
Padahal, Goa Jepang merupakan salah satu aset berharga yang dimiliki oleh rakyat di Kota Majalengka. Goa Jepang banyak menyimpan sejarah perjuangan rakyat Majalengka.
“Goa Jepang itu sebenarnya penyebutan zaman sekarang. Goa Jepang itu sebenarnya sejak zaman Belanda sudah ada. Dalam keterangan buku Selayang Pandang Sejarah Majalengka yang dicatat tahun 1981 bahwa pemerintahan colonial Belanda membangun Markas Marsose Belanda pada tahun 1923. Sebagai markas besar Marsose otomatis sekaligus fasilitas yang ada disitu, yang pertama berbentuk Barak-barak tentara, kemudian ada beberapa bangunan untuk komandan Marsose, kemudian ada Water Toren untuk penyediaan air di lingkungan Markas Besar Marsose, kemudian bunker-bunker pertahanan,” ujar Kang Naro.
Bunker pertahanan pada masa Kolonial Belanda digunakan sebagai tempat untuk mengamankan senjata yang mereka miliki. Selain itu, bangunan ini juga digunakan sebagai tempat pengintaian untuk memata-matai kaum pergerakan di Majalengka, seperti pergerakan yang diketuai oleh KH. Abdul Halim dan pergerakan lain yang harus diwaspadai oleh Kolonial Belanda, yaitu pergerakan yang diketuai oleh Ki Adnawi dari daerah Panyindangan yang mengaku sebagai Ratu Adil.
Kemudian pada masa pendudukan Jepang, mereka merenovasi bunker ini dengan menggunakan tenaga pribumi dan digunakan sepenuhnya oleh Jepang sebagai tempat penyimpanan senjata dan tempat untuk menawan musuhnya, baik pribumi maupun tentara Belanda yang berhasil mereka tangkap. Oleh karena itu, bangunan ini justru lebih dikenal orang-orang dengan sebutan Goa Jepang.
Bagian dari Jembatan Tonjong ke Majalengka kota kembali didapatkan oleh pihak Belanda, sedangkan sisi lain dari jembatan tersebut menjadi kawasan yang berhasil dipertahankan oleh Tentara Republik Indonesia.
Sebelum covid, bangunan yang lokasinya berada di Jalan KH. Abdul Halim, Kelurahan Tonjong, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka ini sudah pernah melalui tahap perbaikan. Pada proses perbaikan ini ada beberapa bagian dari bangunan yang diperbaiki, seperti bagian dinding yang menghubungkan antara satu pintu dengan pintu yang lain ditambahakan dengan batu-batuan agar lebih kokoh dan terjaga dari longsor.