Kyai Haji Zainal Mustafa Bersama Santrinya Gunakan Pedang Bambu Gombong Lawan Kampetai Jepang

- 9 Juli 2023, 17:50 WIB
Yusuf Mustafa (45) cucu Kyai Haji Zainal Mustafa menunjukan pedang bambu yang terbuat dari bambu gombong untuk melawan Tentara Jepang pada  peristiwa 25 Februari 1944  yang dikenal dengan Pertempuran Rakyat Singaparna.
Yusuf Mustafa (45) cucu Kyai Haji Zainal Mustafa menunjukan pedang bambu yang terbuat dari bambu gombong untuk melawan Tentara Jepang pada peristiwa 25 Februari 1944 yang dikenal dengan Pertempuran Rakyat Singaparna. /Portal Bandung Timur/Sintianisa/

Atas jasa Brigadir Jenderal (Purn) TNI Prof. Dr. Raden Panji Nugroho Notosusanto, di tahun 1970an berpangkat Kolonel TNI dan menjabat sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI, menemukan catatan keberadaan  Kyai Haji Zainal Mustafa.  

Pada tanggal 23 Maret 1970 ditemukan data dari Kepala Kantor Taman Ereveld Belanda atau Taman Makam Pahlawan Belanda  di Ancol bahwa  Kyai Haji Zainal Mustafa bersama 23 orang santrinya telah menjadi hukuman mati pada tanggal 25 Oktober 1944 dan dimakamkan di Taman Ereveld Belanda Ancol, Jakarta.

Baca Juga: Masjid Raya Bandung Kini, Butuh Perbaikan Pasca Renovasi Besar-besaran 2021

“Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto pada 20 November 1972 Kyai Haji Zainal Mustafa diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keterangan Presiden RI Nomor 64 Tahun 1972. Setahun kemudian, tepatnya pada 25 Agustus 1973 makam Kyai Haji Zainal Mustafa bersama 23 orang santrinya atas upaya Kolonel Syarif Hidayat yang juga salah seorang santri Kyai Haji Zainal Mustafa berinisiatif untuk memindahkan jasad  Kyai Haji Zainal Mustafa bersama 23 orang santrinya ke Desa Sukamanah, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, yang kemudian dinamai Taman Makam Pahlawan Kyai Haji Zainal Mustafa,” cerita Yusuf Mustafa.

Memang sangat sulit diterima dengan logika, pada masa itu Kyai Haji Zainal Mustafa dan santrinya hanya menggunakan bambu runcing dan pedang bambu pada pertempuran melawan 6 Kompi Heiho bersenjata lengkap.

 “Ini pedang bambu asli nya berwarna kuning. Disebutnya bambu gombong ini dibentuk sebagai pedang. Sederhana sangat sederhana bentuk nya sangat sederhana karena genting kan saat membuat ini. Nah hitam nya ini darah bukan cat tapi darah Jepang. Masih bau darah,” ujar  Yusuf Mustafa saat menunjukan salah satu pedang bambu yang digunakan untuk melawan Tentara Heiho.

Senjata pedang yang digunakan sang pejuang itu adalah pedang yang terbuat dari bambu gombong. Pedang bambu ini warna aslinya berwarna kuning namun sekarang berwarna hitam. Dikarenakan masih ada bekas darah Jepang yang menempel dan bau amis yang masih tercium dalam bambu tersebut.

Baca Juga: Gedong Pemancar Radio Belanda Cililin, Diakui sebagai Bangunan Cagar Budaya Tapi Tidak Jadi Cagar Budaya

“Pedang bambu ini dapat dari pelaku sejarah namanya saya lupa lagi lah. Sudah meninggal sekarang mah sudah lama. Ini dari putri nya. Kebetulan saya langsung yang menerimanya. Kuning ini tuh neng aslinya mah warna nya kuning. Bambu gombong ini tuh kuning cuma hitam karena  darah, di cat darah ini tuh!. Ini bukti nyata bahwa pedang ini mengeluarkan darah Jepang, tentara Jepang, ujar Yusuf Mustafa.    

Diceritakan Yusuf Mustafa, hunusan pedang bambu ini mampu membuat leher musuh terputus. “Saya bertemu dengan pelaku sejarah yang ikut perang, yaitu Aki Oot yang meninggal pada usia 150 tahun.  Beliau bercerita bahwasanya beliau heran, dengan pedang dari bambu ini, ketika menempel ke leher musuh, leher musuh berhasil putus. Pedang bambu ini lebih tajam dari samurai karena begitu kena dengan musuh pasti lehernya putus. Maka tentara Jepang yang tiga ratus itu, kurang lebih tiga ratus Jepang kan mati saat itu. dari tiga puluh satu truk dan tentara yang tanpa kendaraan itu tiga ratus tentara Jepang mati,” ujar Yusuf Mustafa.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x