Jaluddin Embah Malim dan Sejarah Kota Bandung

- 28 Juni 2024, 22:02 WIB
Gerbang masuk ke komplek pemakaman Jaluddin atau Embah Malim  di di Jalan Embah Malim  RT 01 RW 18 Kelurahan Babakansari Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung.
Gerbang masuk ke komplek pemakaman Jaluddin atau Embah Malim di di Jalan Embah Malim RT 01 RW 18 Kelurahan Babakansari Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung. /Portal Bandung Timur/Muhammad Julfatansah /

Untuk membuka kawasan baru pada masa itu dimana Bandung masih berupa hutan belantara, dibutuhkan banyak pekerja untuk membabat hutan.  Mendengar hal tersebut, Jaluddin atau Embah Malim merasa tertarik dan datang ke Bandung.

Meski mengalami pemugaran nisan makam Jaluddin atau Embah Malim  tetap masih yang aslinya bertuliskan Palawa dan angka tahun 1850.
Meski mengalami pemugaran nisan makam Jaluddin atau Embah Malim tetap masih yang aslinya bertuliskan Palawa dan angka tahun 1850.
Sejumlah keterangan menyebutkan Embah Malim mendapat tugas membabat kawasan rawa Geger Hanjuang sisa Danau Bandung di wilayah Ujungberung hingga daerah batas kota di daerah Kosambi.

Ada juga keterangan menyebutkan Embah Malim turut membabad hutan dari hulu aliran sungai Cikapundung di kawasan Lebak Gede yang sekarang kawasan Lebak Siliwangi atau  Babakan Siliwangi hingga ke hilir kawasan Sumur Bandung, Kantor PLN saat ini.  

Pada masa  pemindahan pusat pemerintahan Bandung dari Karapyak ke Bandung saat ini, kondisinya masih berupa rawa-rawa sisa dari Danau Bandung purba. Banyaknya kawasan hutan dan tanah rawa mengakibatkan Bandung pada masa itu sangat rentan dengan penyebaran berbagai penyakit, seperti penyakit Malaria yang sempat mewabah dan banyak menyerang anak-anak.

Karenanya, sangatlah tidak aneh bila pada masa pembukaan dan penataan lahan Bandung pada masa itu banyak anak yang tewas karena terserang penyakit. Hingga di Bandung pada masa itu banyak pemakaman anak atau dikenal sebagai kinderkerkhof.

Baca Juga: Benarkah Abattoir Bandoeng di Kota Cimahi Masuk Bangunan Cagar Budaya yang Patut Diselamatkan

Embah Malim diantara banyak pekerja dikenal sebagai sosok yang taat menjalankan agama Islam. Selain itu juga memiliki kemampuan menyembuhkan berbagai macam penyakit, bahkan penyakit yang diakibatkan oleh hal-hal gaib akibat pembukaan lahan hutan dipinggiran Sungai Citarum maupun kawasan ranca atau rawa sisa Danau Bandung yang terbentuk akibat banjir luapan sejumlah sungai dan anak sungai pasca letusan Gunung Tangkuban Perahu.

Kemampuan Embah Malim tersebut sampai ke telinga Bupati  RA Wiranatakusumah II. Saat itu Embah Malim mendapat kepercayaan untuk membuka lahan di kawasan peritirahatan pedagang di Alun Alun Kota Bandung sekarang.

Pada masa itu, pedagang dari Kabupaten Bandung di Karapyak Dayeuhkolot  yang hendak ke  Bandung di Cilaganti ataupun ke Ujungberung, singgah di kawasan Alun Alun sekarang ini. Selesai membuka Alun Alun Bandung untuk dibangun Pendopo dan Masjid, Embah Malim mendapatkan hadiah tanah didekat aliran Sungai Cidurian.

Bersama sejumlah pengikutnya Embah Malim membuka lahan untuk pemukiman yang disebutnya sebagai Babakan Surabaya. Dikawasan baru yang sebelumnya juga sudah ada perkampungan kecil, Embah Malim mensiarkan agama Islam serta banyak menolong warga yang terkena berbagai penyakit, karenanya Embah Malim atau Jaluddin lebih dikenal sebagai Embah Pawang.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah