Baca Juga: Persatuan Pelajar Indonesia dan KBRI Turki Meresmikan Endonezya Evi
“Alfiyanto Wajiwa sang koreografer tak canggung untuk memberdayakan masyarakat di seputar lingkungan tempat tinggalnya, yang tengah trauma psikologis karena lingkungan berinteraksinya mengalami desakan hebat karena persoalan urbanisasi,” ujar Suhendi Apriyanto yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor II di ISBI Bandung.
Diungkapkan Suhendi, tercerabutnya kenyamanan serta kedamaian yang menjadi penciri kehidupan mayarakat perdesaan, adalah fenomena menarik yang dimatangkan melalui konsep koreografi Anto (sapaan akrabnya).
“Anto sangat sadar masyarakat di sekeliling dirinya (terutama anak-anak dan remaja) yang kena dampak stigmatik butuh penyaluran hasrat yang positif agar potensi 'mereka' mengarah pada simpul kreatif,” tambah Suhendi.
Baca Juga: Indonesia-Kolombia Perkuat Kerja Sama di Tengah Pandemi dan Tantangan Global
Dan benar adanya, Anto tak rikuh dengan sejumlah belia yang dihadapinya bisa menari atau tidak ketika proses kreatif itu dilakukan. Ya, akhirnya 50 bocah-bocah dan remaja itupun secara gemulai membuat konfigurasi gerak yang menarik untuk dinikmati dan seakan telah menepis keraguan siapapun bahwa mereka sebenarnya bukan para penari profesional, akan tetapi anak-anak terlatih yang potensial, punya disiplin serta kemauan keras yang tampil ekspresif. (heriyanto)***