Kampung Kabuyutan, Jejak Masyarakat Sunda Masa Lalu di Bayongbong Garut

12 Mei 2021, 09:26 WIB
Gerbang masuk menuju Kampung Kabuyutan Ciburuy di Desa Pamalayan, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut. /Foto : Istimewa

PORTAL BANDUNG TIMUR - Kabuyutan Ciburuy, merupakan sebuah situs yang berlokasi di Desa Pamalayan RT. 01 RW. 05, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Meski merupakan sebuah Kabuyutan atau perkampungan para sesepuh masa lalu orang Sunda, situs ini berada dekat dengan pemukiman warga.

Namun demikian, hal itu tidak mengurangi ciri khas yang dimiliki tempat ini. Kabuyutan dapat diartikan sebagai kawasan yang dianggap suci yang biasanya terletak di daerah yang lebih tinggi. Secara geografis, Kabuyutan Ciburuy ini pun terletak di kaki Gunung Cikuray.

Kawasan Situs Kabuyutan Ciburuy begitu bersih dan asri. Terlindungi pepohonan besar nan rimbun tentunya memberikan kesejukan di dalamnya.

Tidak hanya terdapat pohon-pohon rindang saja, di dalam Kabuyutan Ciburuy terdapat beberapa bangunan yang memiliki fungsi serta makna yang berbeda. Beberapa bangunan tersebut, Bumi Patamon, bangunan yang biasa digunakan untuk menerima tamu dan juga sebagai tempat tinggal juru kunci atau kuncen di Kabuyutan Ciburuy. Bangunan ini juga bisa disebut sebagai balai informasi.

Baca Juga: Bupati Nganjuk Sudah Kumpulkan Uang Sebanyak Rp647,9 Juta di Brangkas Pribadinya

Kemudian, Bumi Padaleman, berupa bangunan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan naskah-naskah kuno dan beberapa benda pusaka lainnya seperti keris, tombak trisula, dan sebagainya. Bangunan ini dikelilingi oleh pagar atau bambu yang dianyam.

Selain itu, Saung Lisung, yang berfungsi sebagai tempat penumbukan padi atau hasil bumi lainnya. Namun, seiring berkembangnya teknologi di era modern ini, padi pun diproses menggunakan alat yang lebih modern.

Ada juga bangunan Leuit atau lumbung padi, bangunan ini digunakan untuk menyimpan hasil bumi. Bangunan terakhir, Bumi Pangalihan atau disebut juga dengan tempat pemindahan sementara. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat untuk memindahkan sementara naskah-naskah kuno sebelum diadakannya Upacara Seba.

Baca Juga: Faskes Disiapkan Untuk Pasien Covid-19 Pasca Lebaran

Meski bangunan-bangunan yang ada pada dasarnya termasuk bangunan bilik, namun tidak mengurangi keindahan tempat ini. Kesederhanaan yang menyatu dengan alam menjadi daya tarik tersendiri.

Selain lingkungan fisik yang alami, tradisi di kabuyutan ini juga masih dilakoni hingga saat ini. Salah satu tradisi yang masih hidup adalah Upacara Seba. Ritual keagamaan ini biasa dilakukan pada minggu ke-3 bulan Muharram, tepatnya pada hari Rabu malam Kamis.

Upacara ini merupakan upacara penyerahan permohonan maaf dan penghormatan kepada leluhur, khususnya kepada Prabu Siliwangi dan Raden Kian Santang. Sebenarnya, terdapat beberapa area di kabuyutan ini yang masih berhubungan dengan sejarah Prabu Siliwangi dan Raden Kian Santang.

Adanya keterlibatan kedua tokoh ini dalam Upacara Seba juga menjadikan tradisi ini lebih bernapaskan Islam. Dalam pelaksanaan Upacara Seba, selain melakukan permohonan maaf kepada leluhur atau doa, ritual lainnya adalah mencuci atau membersihkan benda-benda pusaka yang ada di kabuyutan. Maka, bisa dikatakan bahwa Upacara Seba ini selain sebagai ritual keagamaan, juga sebagai upaya pelestarian dan perawatan terhadap beberapa benda warisan.

Baca Juga: Mal di Kota Bandung Padat Bukan oleh Warga Kota Bandung

Selain terkenal sebagai tempat yang masih melaksanakan tradisi nenek moyang, tempat ini juga dikenal sebagai skriptorium naskah kuno di Jawa Barat. Salah satu naskah terkenal yang ditemukan di kabuyutan ini adalah Naskah Amanat Galunggung.

Naskah Amanat Galunggung ditulis di atas daun nipah menggunakan bahasa dan aksara Sunda Kuno ini banyak menjelaskan mengenai nasihat-nasihat dari seorang raja bernama Rakeyan Darmasiksa. Nasihat-nasihat ini sejalan dengan pandangan hidup dari orang Sunda.

Sebagai benda warisan budaya, naskah dan beberapa benda pusaka lainnya dirawat dan dilestarikan oleh juru kunci dan beberapa pihak terkait lainnya. Upaya pelestarian atau perawatan tersebut juga mendapatkan apresiasi dari beberapa pihak, baik dari kalangan mahasiswa ataupun pemerintah.  

“Selain naskah, terdapat juga beberapa peninggalan lain seperti keris, kujang, tombak trisula, juga bangunan. Selain peninggalan wujud benda, kabuyutan ini juga mewariskan sejarah wujud hidup, yaitu berupa gen,” terang Abah Nana Suryana Juru Kunci Kabuyutan Ciburuy.

Gen yang dimaksud Abah Nana Suryana di sini adalah gen albino. Tidak heran jika kemudian banyak masyarakat yang mengenal atau menyebut tempat ini dengan daerah atau kampung albino.

Baca Juga: Waduh, Hanya 72 Petugas Disdagin Kota Bandung Awasi Pusat Perbelanjaan di Kota Bandung

Beberapa pantangan juga masih dilaksanakan di kabuyutan ini. Contohnya seperti pantangan untuk memasuki situs Kabuyutan Ciburuy pada waktu-waktu tertentu. Juga ada beberapa waktu khusus untuk bisa memasuki area Bumi Padaleman, yaitu hari Senin dan Kamis dari pagi sampai pukul 03.00 sore, serta hari Rabu dan Minggu pada waktu setelah ashar.

“Semua ini masih dilaksanakan dan ditaati sampai sekarang. Karena apa yang sudah menjadi tradisi dan adat kebiasaan tentunya harus dijaga dan dilestarikan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari,” pungkas Abah NanaSuryana. (sania afifah nuraisyah)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler