Menyusur Jejak Peradaban Sunda di Museum Ki Pahare Kabupaten Sukabumi

- 9 Mei 2021, 11:08 WIB
Salah satu sudut penyimpanan koleksi benda-benda di Museum Ki Pahare Jalan Baros, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, Jawa Barat.   
Salah satu sudut penyimpanan koleksi benda-benda di Museum Ki Pahare Jalan Baros, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, Jawa Barat.   /Foto : Istimewa

PORTAL BANDUNG TIMUR - Belum banyak yang tahu tentang keberadaan Museum Ki Pahare. Museum dengan berbagai koleksi sejarah kerajaan Padjajaran dan kehidupan masyarakat Sunda serta zaman pra-sejarah yang berlokasi di Jalan Baros, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, Jawa Barat.

Dari paguyuban Ki Pahare memiliki ide atau gagasan untuk membuat museum kecil, sehingga terbentuklah museum Ki Pahare. Disebut Ki Pahare karena diambil dari nama pohon pada zaman padjajaran, pohon itu nilai sejarahnya sangat tinggi dan merupakan salah satu pohon yang dikeramatkan dan dari simbol Padjajaran.

Tak hanya ada bukti artepak saja, bahkan terdapat perpustakaan untuk umum. Dan ternyata terdapat tulisan-tulisan zaman kuno. Dan kertasnya pun masih kertas zaman kuno. Akan tetapi, tidak bisa sembarang orang melihatnya.

Harus ada izin terlebih dahulu dari pemilik museum. Museum ini baru diresmikan pada tahun 2017 dan mendapat izin penyelenggarakan, serta diresmikan oleh Wali Kota Sukabumi pada tanggal 25 Maret 2017.

Baca Juga: Adita Irawati, Larangan Mudik di Aglomerasi Bukan Berarti Aktivitas Transportasi Dilarang

Sejak diresmikan, museum Ki Pahare mulai menerima kunjungan wisatawan. Bahkan beberapa diantaranya ada yang dari Jepang, Meksiko, Polandia, Belanda hingga Spanyol.

Benda peninggalan sejarah yang menjadi koleksi museum seperti, bedog atau golok, tombak, keris dan kujang. Dan semua itu merupakan peninggalan dari zaman Padjajaran.

Kemudian ada benda lainnya berupa patung atau arca yang merupakan peninggalan dari zaman Polenesia. Benda yang bersejarah yang menjadi koleksi tidak hanya dari Jawa Barat atau dari kerajaan Padjajaran saja. Akan tetapi ada beberapa koleksi pusaka dari kesultanan Banten serta Mataram. Disini juga terdapat carita Parahiyangan yang dibuat pada akhir abad ke-16 yang menceritakan tentang sejarah tanah sunda.

Pada masa Hindu-Budha terjadilah bersatunya kedua kerajaan. Dengan menyebut nama Sanjaya anak Sena Penguasa Galuh. Raja Sena diserang oleh Rahyang Purba Sora dan dibuang ke Gunung Merapi. Setelah dewasa, Sanjaya kembali merebut kekuasaan dari Rahyang Purbasora dan kemudian bertahta di Galuh.

Baca Juga: Tentang Mudik, Pemerintah Jangan Keluarkan Kebijakan Kontroversi

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x