PORTAL BANDUNG TIMUR - Tidak banyak yang tahu di Nol Kilometer Citarum, ada patilasan Dipati Ukur. Pendiri Bandung yang bersembunyi dari kejaran VOC. Tapi jejak-jejaknya bisa disusuri di Situ Cisanti, di hulu sungai Citarum.
Datanglah ke Situ Cisanti, hulu sungai Citarum yang bercerita tentang tapanya Prabu Siliwangi sebelum masuk Islam. Juga tempat persembunyian Dipati Ukur dari kejaran musuh.
“Pengunjung tidak henti-hentinya datang ke sana, selain untuk healing ada juga yang memang memanfaatkan mata air untuk wisata religi. Pada malam-malam tertentu banyak yang datang untuk mandi di hulu sungai Citarum,” cerita Bayu (40) seorang penjaga pintu gerbang Situs Hulu Wotan Citarum Situ Cisanti, di Dusun Tarumajaya, Desa Pejanten Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung Jawa Barat.
Baca Juga: Bantaran Mata Air Sungai Citarum Situ Cisanti Kertasari Kabupaten Bandung, Ditanami Pinus
Konon kata Bayu, dahulu mata air ini dipakai m andi dan bertapa Prabu Siliwangi sebelum masuk Islam. Selain itu, katanya, banyak yang berziarah ke makom patilasan Dipati Ukur.
“Sebelum datang Pak Jokowi ke sini, Situ Cisanti belum dikenal banyak orang. Situ Cisanti sebelumnya dipakai sebagian orang untuk kegiatan spiritual dan pemancingan,” terang Bayu.
Airnya yang jernih menjadi rumah untuk tinggalnya ikan dan tumbuhan air endemik yang kaya bagi keanekaragaman hayati. Banyak warga sekitar untuk menjadikan ikan khas Situ Cisanti sebagai lauk pauk.
Baca Juga: 10 Kilogram Ikan Pengganti Pemancing Tertangkap Basah di Situ Cisanti Kertasari Kabupaten Bandung
Kondisi sesudah agenda kunjungan bapak Presiden Joko Widodo pada tahun 2018 nampaknya membuat naiknya eksistensi situ Cisanti. “Setelah datangnya Bapak Presiden, keadaan Situ Cisanti di kelola para jajaran TNI dan hulu sungai Citarum mulai dikenal banyak khalayak” ujar Bayu.
Sejak saat itu di hulu sungai Citarum diadakan program pembersihan dan rehabilitasi yang dilakukan oleh TNI dan masyarakat setempat dengan mengandeng berbagai organisasi.
Meskipun keadaan di hulu sungai Citarum sudah terlihat adanya rehabilitasi oleh pemerintah, menurut Bripka Irwan Wardani, hal itu tidak menutup akses untuk melakukan kegiatan spritual di kedua patilasan yang ada di Situ Cisanti. “Situs Patilasan Eyang Dipatiukur dan Prabu Siliwangi masih banyak dikunjungi oleh sebagian masyarakat,” tambah Bripka Irwan Wardani.
Setelah dilakukannya rehabilitasi, kedua patilasan tersebut menjadi lebih tertata, yang membuat pengunjung yang datang ke Situ Cisanti dengan mudah menemukan patilasan makam Dipatiukur dan pemandian Prabu Siliwangi.
Baca Juga: Majalaya Kabupaten Bandung diKepung Banjir Luapan Sungai dan Anak Sungai Citarum
Ketika masuk Situ Cisanti jalan arah kesebelah kanan terdapat mata air Citarum dan Cikahuripan. Kesebelah kiri terdapat mata air Cikasadane, Cikawadukan, Cikoleberes, Cihaniwung dan Cisanti.
Dari salah satu mata air tersebut, terdapat mata air yang dulunya digunakan pemandian Prabu Siliwangi yang sekarang menjadi sebuah tempat pemandian yang suci dan sakral dan diyakini oleh sebagian masyarakat.
“Beberapa malam tertentu banyak pengunjung datang untuk berziarah dan datang ke tempat pemandian untuk menjalankan kegiatan spritual.” Melalui patilasan ini, kita dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana nilai-nilai kebijaksanaan dan spiritualitas yang diwariskan oleh Eyang Dipatiukur masih hidup dan relevan dalam kehidupan masyarakat saat ini,” terang Bayu.
Jejak Dipatiukur dan Prabu Siliwangi yang terukir dalam setiap batu dan genangan air di tempat ini mengingatkan kita akan pentingnya menghormati dan mempelajari warisan sejarah yang berharga. (Asqi Hilmi Sauqi)***