Puasa di Bulan Suci Ramadan, Berpuasalah dengan Iman dan Taqwa Jangan Sampai Puasa Kita Sia Sia

- 23 Maret 2023, 02:27 WIB
Ilustrasi orang berpuasa.
Ilustrasi orang berpuasa. /Foto : Pixabay/anatoly77/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Ya ayyuhallazina amanu kutiba alaikymus siyamu kama kutiba alallazina ming qablikum la allakum tattaqun. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”

“Dalam surah Al Baqarah ayat 183, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman mewajibkan kepada setiap orang yang beriman untuk berpuasa. Namun demikian Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga dalam di ayat lainnya tidak membebankan hambaNya dalam kondisi tertentu untuk menjalankan ibadah puasa, dan memberikan keringanan dengan membayar fidyah,” ujar Ustad Didi Saefulloh seorang pemuka agama di Palasari Kecamatan Cibiru Kota Bandung.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surah Al Baqarah ayat 184 tersebut berbunyi, yang artinya;  “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberikan makan bagi seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Baca Juga: DINI HARI ini, Tiga Peristiwa Gempa Bumi Tektonik Guncang Wilayah Pesisir Selatan Jawa Barat

Meskipun firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala sangat jelas agar umat Muslim berpuasa di bulan Ramadan seperti halnya umat terdahulu, namun tidak sedikit umat Muslim yang melalaikannya.  “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga,” ujar Ustad Didi Saefulloh mengutip salah satu saba Rasulullah Shalallahu allaihi wassalam dari hadist riwayat Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa.

Meskipun telah menjalankan kewajiban berpuasa menahan lapar dan dahaga mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari, namun ibadah puasa yang dilaksanakan tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja yang menghinggapi tenggorokannya. “Ada banyak perbuatan yang menghapus pahala berpuasa, seperti az zuur ata berkata dusta, sebamana sabda Rasulullah Shalallahu allaini wassalam dalam hadist riwayat Bukhari, yang berbunyi; Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan,” jelas Ustad Didi Saefulloh mengutip sabda Rasululla Shalallahu allaihi wassalam dari salah satu hadist riwayat Imam Bukhari.

Selain berdusta, juga memfitnah atau buhtan, berbicara atau berkata-kata yang tidak baik atau lagwu serta berkata kasar ataupun jorok (porno) atau rofats. “Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa,” ujar Ustad Didi Saefulloh mengutip sabda Rasulullah Shalallahu allaihi wassalam yang dikutip dari hadist riwayat  Ibnu Majah dan Hakim yang disampaikan Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib bahwa hadits ini shohih.

Baca Juga: 50 Dai Moderat di Sebar Kemenag ke Wilayah 3 T di Indonesia

Untuk menghindari perbuatan lagwu dan rofats ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan selama menjalankan ibadah puasa. “Daripada bergunjing atau ghibah, lebih baik bertadarus membaca Al Quran, agar kita terhindar dari perkataan kotor, dusta, sia-sia dan lainnya,” ujar Ustad Didi Saefulloh.  

Selain melakukan az zuur (berkata bohong), buhtan (memfitnah),  lagwu (berkatan kasar) dan rofats (berkata jorok), perbuatan yang dapat menghilangkan pahala berpuasa adalah melakukan perbuatan yang diharamkan oleh agama. “Ada salah satu nasihat yang sering disampaikan para mubaliq dalam setiap dakwahnya, yaitu petuah Jabir bin ‘Abdillah yang menyampaikan petuah, “Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja,” papar Ustad Didi Saefulloh.

Selain perbuatan-perbuatan tersebut, menurut Ustad Didi Saefulloh, hal atau peruatan yang dapat mengugurkan atau membatalkan puasa secara umum diantaranya, Masuknya sesuatu ke dalam tubuh secara sengaja. “Artinya bila kita dengan sengaja memasukan sesuatu ke dalam tubuh melalui salah satu lubang yang berpangkal pada organ bagian dalam (jauf) seperti mulut, hidung, dan telinga. Jika hal itu tidak sengaja, maka puasa tetap sah,” ujar Ustad Didi Saefulloh.

Kemudian, berobat dengan cara memasukkan obat atau benda melalui qubul atau lubang bagian depan dan dubur atau lubang bagian belakang. Semisal pengobatan yang dilakukan penderita wasir atau ambeien.

Baca Juga: Hasil Survei Jelang Ramadan 2023, E-Commerce Mana yang Jad No.1 Pilihan Pengguna?

Muntah dengan disengaja, sedangkan bagi yang muntah karena tidak disengaja maka puasanya tidak batal selama tidak ada muntahan yang ditelan. Perkara lain yang membatalkan puasa adalah melakukan hubungan suami istri di siang hari saat berpuasa. “Bahkan perbuatan yang dilakukan ini tidak hanya membatalkan puasa, tetapi orang yang melakukannya juga dikenai denda atau kafarat,” terang Ustad Didi Saefulloh.

Kemudian perbuatan yang menyebabkan keluar air mani atau sperma karena berbagai sebab. Seperti melakukan onani atau bersentuhan kulit dengan lawan jenis tanpa melakukan hubungan seksual.

Hal yang membatalkan puasa lainnya adalah, haid atau nifas. Wanita yang mengalami haid atau nifas, selain puasanya batal juga diwajibkan untuk mengqadhanya ketika Ramadan usai nanti.

Orang yang murtad atau keluar dari agama Islam. “Dalam perkara ini  jika orang yang sedang berpuasa melakukan hal-hal yang bisa membuat dirinya murtad seperti menyekutukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala atau mengingkari hukum-hukum syariat yang telah disepakati ulama (mujma’ ‘alaih). 

Dan yang terakhir yang membatalkan puasa dan bahkan tidak diwajibkan berpuasa adalah orang yang terganggu jiwanya. “Mengalami gangguan jiwa atau gila atau junun saat sedang berpuasa kumat penyakit jiwanya, maka puasanya batal dan orang yang bersangkutan harus mengqadhanya jika ia sudah sembuh,” ujar Ustad Didi Saefulloh.

Agar kita terhindar dari perbuatan-perbuatan yang dapat menghilangkan pahala berpuasa dan membatalkan puasa, Ustad Didi Saefulloh memberikan tips. “Selalulah ingat akan ganjaran yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala bagi mereka yang berpuasa di bulan Ramadan, seperti dalam hadist yang  diriwayatkan Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu allaihi wassalam bersabda, “Setiap amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku.” (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x