Indonesia Peringkat 3 Penderita Kanker Serviks di Asia Tenggara Versi WHO, Ini yang Akan Dilakukan Kemenkes

25 Februari 2024, 12:04 WIB
Ilustrasi Kanker Serviks. Penderita Indonesia berada di peringkat tiga terbanyak di Asia Tenggara penderita Kanker Serviks. /Tangkap Layar/mayoclinic/

PORTAL BANDUNG TIMUR – Penyakit kanker telah menjadi penyebab kematian tertinggi baik secara nasional maupun global. WHO Regional Asia Tenggara menyebutkan Indonesia menduduki peringkat ketiga tertinggi di kawasan untuk incidence rate atau angka kasus baru dan peringkat keempat untuk mortality rate.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mendukung akselerasi eliminasi Kanker Leher Rahim atau  Kanker Serviks melalui Rencana Aksi Nasional (RAN) yang diluncurkan tahun lalu. RAN Eliminasi Kanker Leher Rahim berisi empat pilar, di antaranya pilar layanan yang meliputi skrining, imunisasi vaksin Human papillomavirus (HPV), dan tata laksana bagi pasien pra-kanker.

Ketua tim kerja penyakit kanker dan kelainan darah PTM Kementerian Kesehatan dr. Sandra, mengungkapkan RAN terdiri dari  empat pilar.  “Untuk Pilar 1 pemberian layanan berisi kegiatan vaksinasi, skrining dan tata laksana,  Pilar 2 edukasi, pelatihan, dan penyuluhan berisi kegiatan penguatan tenaga kesehatan dan kesadaran masyarakat,” terang Sandra.

Baca Juga: Kanker Serviks pada Perempuan Dapat di Cegah

Sementara untuk Pilar 3 menurut Sandra, pendorong kemajuan berisi kegiatan monitoring, evaluasi, penelitian dan pendukung digital (digital enablers). Pilar 4 pengelolaan dan pengorganisasian berisi kegiatan tata kelola dan kebijakan, pembiayaan untuk eliminasi, kolaborasi dan kemitraan antar-sektor.

“Untuk pilar 1, RAN sudah memuat target vaksinasi, skrining, dan tata laksana. Kemenkes akan melakukan vaksinasi, skrining, dan tata laksana pada dua fase, yakni fase 1 pada 2023-2027 dan fase 2 pada 2028-2030,” jelas Sandra.

Dijelaskan Sandra, untuk vaksinasi fase 1, Kemenkes menargetkan 90% anak perempuan usia 11 dan 12 tahun kelas 5 dan 6 atau setara. “Termasuk yang tidak bersekolah, menerima vaksin lengkap dan di fase ini, Kemenkes menargetkan anak perempuan usia 15 tahun yang belum menerima vaksinasi harus menerima vaksinasi lanjutan,” kata Sandra.

Baca Juga: 36 Ribu Perempuan Indonesia Terdiagnosa Alami Kanker Serviks

Kemudian di fase 2, sebanyak  90% anak perempuan dan laki-laki usia 11 dan 12 tahun harus menerima vaksinasi lengkap. Selain itu, Kemenkes juga akan melakukan vaksinasi lanjutan untuk usia 15 tahun dan semua perempuan dewasa yang berusia di atas 21-26 tahun sesuai permintaan dan kebutuhan.

“Untuk usia 21 hingga 26 tahun ini, kami akan minta untuk mandiri, jadi dia tidak masuk pada program nasional tetapi program mandiri. Mereka yang ingin dan membutuhkan akan kita dorong untuk mendapatkan vaksinasi,” ujar Sandra.

Untuk skrining fase pertama, menurut Sandra,  Kemenkes menargetkan 70% perempuan berusia 30 hingga 69 tahun diskrining menggunakan tes DNA HPV. Sedangkan fase kedua, Kemenkes menargetkan 75% perempuan berusia antara 30 hingga 69 tahun melakukan skrining setiap 10 tahun sekali.

“Metode utama skrining pada dua fase ini akan menggunakan tes DNA HPV. Kalau skrining, kami akan skrining seluruhnya (perempuan) usia 30 sampai 69 yang belum diskrining menggunakan tes HPV DNA dan kotesting dengan IVA, pemeriksaan HPV itu menggunakan (alat) inspekulo sehingga sekaligus kita lihat, kita kerjakan IVA juga, kita juga dapatkan lesi prakanker karena lesi prakanker itu juga bagian untuk mendapatkan deteksi dini,” jelas Sandra.

Baca Juga: Cegah Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri, Kemkes Stratifikasi Rumah Sakit Pemerintah

Dalam skrining, dilakukan juga kotesting, yakni dua jenis tes secara bersamaan. Selain tes DNA HPV, Kemenkes akan melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) untuk membantu mengidentifikasi perubahan sel pada leher rahim.

Kotesting ini dimungkinkan karena skrining HPV dilakukan menggunakan alat yang disebut inspekulo agar dokter dapat mengambil sampel jaringan untuk tes HPV. Melalui proses ini, dokter tidak hanya dapat mengambil sampel, tetapi juga mengamati langsung untuk menggunakan IVA untuk mencari tanda atau lesi pra-kanker pada leher rahim.

Skrining ini memenuhi tujuan deteksi dini infeksi HPV dan lesi pra-kanker. Deteksi dini ini agar dapat dilakukan dan tata laksana yang tepat waktu yang meningkatkan peluang sembuh.

Untuk tata laksana, Kemenkes menyediakan jalur pengobatan tepat waktu dan komprehensif bagi perempuan dengan lesi prakanker atau perempuan yang terdiagnosis kanker leher rahim agar memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan yang berkualitas.

Menurut Sandra, WHO telah meluncurkan Strategi Global untuk Eliminasi Kanker Serviks yang menargetkan eliminasi kanker pada 2030. Strategi global memuat target 90-70-90,  berupa 90% anak perempuan di bawah usia 15 tahun harus menerima vaksinasi HPV untuk mencegah terjadinya infeksi, 70% perempuan berusia 35 tahun dan 45 tahun harus diskrining menggunakan tes performa tinggi, dan 90% perempuan dengan lesi pra-kanker mendapatkan tata laksana sesuai standar.

“Karenanya dalam rangka mendukung akselerasi eliminasi kanker leher rahim global, pada tahun 2023 Indonesia telah menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) eliminasi kanker leher rahim. Kita membuat rencana aksi nasional untuk eliminasi kanker leher rahim yang lebih advance lagi dari yang WHO minta,” kata dr. Sandra dalam paparannya yang disampaikan pada kegiatan temu media melalui Zoom Meeting, sebagaimana dikutip dari situs resmi kemenkes, sehatnegeriku.kemenkes.go,id. Minggu 25 Februari 2024.***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler