PORTAL BANDUNG TIMUR - Ketua Umum DPP Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) DR. H. Deding Ishak sangat menyayangkan adanya pejabat di lingkungan PT. Pelni dicopot gegara akan melaksanakan kegiatan keagamaan Kajian Online Ramadan. Penghentian kegiatan dan berujung pada pemecatan sebelumnya dilakukan karena kegiatan yang akan dilaksanakan tidak mengantongi ijin, namun belakangan dituding akan mengarah pada radikalisme.
“Sungguh sangat disayangkan sekali dengan apa yang dilakukan unsur pimpinan di PT Pelni yang melakukan penghentian rencana kegiatan keagamaan dalam mengisi bulan Ramadan. Baru juga rencana mengadakan, tapi sudah dibatalkan dan dituduh akan merembet pada perbuatan radikalisme hingga berujung pada pemecatan,” ujar Ketua Umum DPP MDI, Deding Ishak, kepada Portal Bandung Timur, Minggu 11 April 2021.
Ditegaskan Deding Ishak, akan lebih bijak bila Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan dulu duduk permasalahan. “Hal ini akan memicu keresahan dan sangat sensitif di masyarakat, khususnya umat Islam dimana penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, seharusnya lebih bijaksana kalau dilakukan penjelasan tentang duduk permasalahan, bukan dibatalkan dan diakhiri pemecatan,” ujar Deding Ishak.
Baca Juga: Pascagempa Jawa Timur, BNPB Menerima Laporan dari 16 Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Mestinya, lanjut Deding Ishak, pejabat yang melaksanakan kajian Ramadan online harus mendapat apresiasi karena memiliki kepedulian untuk melaksanakam pengajian sebagai salah satu bentuk pembinaan agama kepada masyarakat.
"Apalagi melalui pembinaan agama ini di antaranya dapat mencegah perbuatan korupsi di BUMN. Ini malah dicopot karena dianggap menebar radikal. Apa gak salah tuh? Apa tidak tahu bos BUMN itu adalah Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES). Tentu beliau paham dan pasti mendukung pembinaan terhadap para pegawai BUMN," ungkap Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI Pusat ini.
Baca Juga: Presiden RI Joko Widodo Keluarkan Keppres Hak Tagih Negara Dana BLBI, Ini Isinya
Deding Ishak pun mengaku sependapat dengan Sekjen MUI Dr Amirsyah Tambunan serta pakar hukum dan agama dalam memaknai radikal. "Secara hukum tidak dikenal istilah radikal. Jadi negara dan aparat penegak hukum harus hati-hati juga dalam hal ini," kata Ketua STAI Al Jawami Cileunyi Bandung ini.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, rohani Islam pejabat yang dicopot itu sudah menjalankan tugas memfasilitasi kegiatan keagamaan sesuai konstitusi UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2. "Justru yang mencopot itu yang harus dicopot karena telah melarang dan menghentikan rencana pengajian online tersebut karena dia bisa dianggap intoleran dan telah menentang Pancasila dan UUD 1945," ucapnya. (neni mardiana)***