Seren Taun, Nampa Taun, Mapag Taun Kasepuhan Girijaya Cidahu-Sukabumi

11 Oktober 2023, 00:22 WIB
Masyarakat adat Kasepuhan Girijaya di Cidahu Kabupaten Sukabumi tengah mempersiapkan ikatan padi untuk acara Seren Taun atau Sedekah Bumi yang diselenggarakan setiap tanggal 1 Muharram berdasar penanggalan Islam. /Portal Bandung Timur/yustialaras mayangsari/

PORTAL BANDUNG TIMUR – Sungguh menarik dan merupakan pengalaman tidak terlupakan saat berkunjung ke Kampung Kasepuhan Girijaya yang berada di kaki Gunung Salak dengan ketinggian 800 Mdpl (meter diatas permukaan laut). Bukan hanya karena suasana pedesaan yang masih kental dengan masyarakatnya yang sangat ramah, juga tradisi yang masih di jaga oleh masyarakat adat yang wilayahnya masuk ke Desa Girijaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Salah satunya adalah tradisi Seren Taun atau Serah Taun, Nampa Taun atau Mapag Taun, yang diselenggarakan setiap tanggal 1 Muharram berdasar penanggalan kalender Islam. Pada tahun 2023 ini 1 Muharram 1445 Hijriah jatuh pada hari Rabu tanggal 19 Juli 2023 Masehi.

Masyarakat adat Kasepuhan Girijaya Cidahu setiap 1 Muharram menggelar tradisi ritual sedekah dan tawasul. Di acara tradisi Seren Taun,  Pada setiap setiap  warga akan mengirimkan setiap hasil bumi yang mereka miliki kepada Kaseupuhan untuk disedekahkan kepada para pengunjung yang datang.

Baca Juga: Tradisi Babakti Masyarakat Desa Cihideung Membersihkan Saluran Air dan Mata Air

Tradisi ritual sedekah tersebut dikenal masyarakat dengan istilah Grebek Dongdang. Dimana para pengunjung akan berebutan mengambil sajian dari para warga yang telah disusun dengan berbagai hasil bumi.

Terlebih dahulu dongdang akan diarak menuju padepokan oleh warga, dongdang yang diarakpun berjumlah sangat banyak bisa sampai 500 dongdang dengan berbagai jenis bentuk dan isinya.

Menurut Sesepuh Kasepuhan Girijaya Danu Brata, Kaseupuhan Girijaya berdiri antara abad 15 atau 16. “Ini sesuai dengan kitab kuno yang kami punya, dan Girijaya ini mempunyai tradisi Seren Taun, Nampa Taun, atau Mapag Taun disetiap 1 Muharram,” terang Danu Brata.

Disetiap acara tradisi Seren Taun menurut Danu Brata, selalu ditampilkan berbagai kesenian tradisional khas Kasepuhan Girijaya. “Diantaranya seni wayang golek, panca silat, degung, jaipong dan lain sebaginya,” kata Danu Brata.

Baca Juga: Warga Adat Kampung Cireundeu Gelar Tutup Taun Ngemban Taun dengan Suka Cita

Seren Taun atau Nampa Taun 1 Muharram dilaksanakan sesuai dengan perhitungannya dari sesepuh atau para orang tua Kasepuhan Girijaya. Pelaksanaan Seren Taun dipusatkan di  Imah Gede atau Paseban yang merupakan rumah pertama yang didirikan di Kasepuhan Girijaya. Hingga saat ini Imah Gede di isi keturunan para leuluhur Kasepuhan Girijaya yang sudah memasuki generasi ke-5.

Prosesi Seren Taun dan Mapag Taun pada tanggal 1 Muhanrram  atau disebut juga Sedekah Bumi bertujuan syukuran kepada Allah SWT, dan juga pada leluhur Kampung Adat Kasepuhan Girijaya.   Sebagai wujud bakti kami selama satu tahun telah diberikan rezeki yang begitu melimpah dan kami kembalikan lagi syukuranya kepada Allah SWT. 

“Dan mengapa cara sedekahnya dilakukan diluar rumah? Karena memang tujuannya bakti kepada ibu bumi sebagai sarana bumi yang telah menjungjung bukti. Jika tidak ada bumi, manusia tidak akan pernah bisa hidup di alam dunia ini, dan kami sebagai komunitas adat Kaseupuhan Girijaya mengutamakan itu sebagai syari’at yang hakikatnya kepada Allah SWT,” ungkap Mardi atau lebih akrab dengan sapaan Akang  salah seorang pengurus di Kasepuhan Girijaya.

Di acara Seren Taun biasanya ditutup tradisi tulak bala. “Tulak bala adalah suatu proses yang begitu sakral bagi kami, karena apa? Disitu ada penguburan dari mulai kepala kambing, kepala kerbau atau hewan yang berkaki empat. Itu merupakan aturan dari leluhur,” ujar Mardi.

Baca Juga: Seren Taun 1956 Saka Sunda Warga Adat Kampung Cireundeu Cimahi Berlangsung Meriah

Kemudian semua hasil usaha disisihkan untuk dikubur, hasil usaha mulai dari uang, sembako atau hasil panen. Itu semua dilakukan sebagi rasa wujud bakti terhadap ibu bumi yang telah memberikan semuanya, mulai dari rezeki, kenikmatan dan kesehatan jasmani dan rohani, utamanya yaitu mengembalikan bala di empat malahab, yaitu di kulon, wetan, kidul, kaler, atas dan bawah.

Menurut Mardi sampai sekarang tradisi budaya dalam prihal adat istiadat yang ada di padepokan ini masih sangat terjaga dan setiap acara berlangsung dengan sangat hikmat. Antusias dari masyarakat setempat sangat mendukung.

Pengunjung yang datang dari luar daerah pun terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sedangkan pada bulan Mulud pada Rabiul Awal lazim disebut dengan Muludan atau Maulid Nabi Muhammad SAW di Kasepuhan Girijaya ini juga dalam peringatinya selalu dilangsungkan berbagai acara gelaran budaya dan ritual bernuansa religi.

Sejak zaman dulu pagelaran budaya tersebut dilaksanakan secara bersama-sama, sampai saat ini rutin dilakasanakan agar tradisi tersebut tidak luntur oleh waktu dan tidak punah oleh jaman. “Sejak saat Raden Neneng dituakan di lingkungan keluarganya, tepatnya tahun 1987 mengingat ayahnya Raden Dadang wafat, Raden  Neneng Ru'yat menghuni Bumi Ageung (Rumah adat) dan menambah kalimat Padepokan Girijaya hingga saat ini,” terang Mardi.

Hal senada dituturkan Andy, putra bungsu Raden Neneng Ru'yat, bahwa acara ritual maupun budaya peninggalan leluhur di padepokan Girijaya termasuk benda pusakanya terus dilestarikan. Dengan harapan mendapat ridho Allah SWT, dan didukung oleh semua pihak serta berupaya menumbuh kembangkan ikatan tali silaturahmi keluarga besar Padepokan Girijaya dalam kerangka NKRI yang berlandaskan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pancasila 'Nyukcruk galur mapay tapak lacak'.

Baca Juga: Seren Taun, Air Sumber Kehidupan

Dirinya berharap kepada pihak terkait, khususnya Pemkab Sukabumi untuk lebih memperhatikan dan lebih peduli dengan keberadaan padepokan yang menyimpan berbagai sejaha tersebut.

Tradisi nampa taun mapag taun ini pertama kali dilakasanakan ketika Girijaya dipimpin oleh Rd. Dadang, cucu dari Eyang Kulon (leuluhur Girijaya) pada tahun 1942. Dimana Rd. Dadang mempunyai program pertama yaitu: Seren Taun Nampa Taun Mapag Taun Baru Hijriyah setiap tahun (Muludan), ditambah dengan khitanan massal; dan menngajak warga masyarakat untuk membangun jalan dari Girijaya sampai Cibaregbeg, sehingga kendaraan yang akan menuju Girijaya bisa sampai kesana.

Sejak saat itulah mulai berdatangan orang-orang dari berbagai daerah menuju Girijaya untuk mendukung pelaksanaan Seren Taun, seperti dari Kab. Sukabumi, Bogor, Bekasi dan lain sebagainnya. “Raden Dadang kemudian menambah bangunan seperti: rumah kidul (rumah besar), pendopo, dapur umum, ruang penginapan tamu, dan merapihkan halaman-halaman,” kata Andy.

Selain itu juga dibuat  Bale Paseban yang merupakan bale musyawarah. Namu pada saat tradisi Seren Taun dijadikan tempat pentas memegelarkan berbagai kesenian tradisi. Seuruh masyarakat bisa berinteraksi dan terlibat dalam pagelaran seni tradisi.

Di Kasepuhan Girijaya memiliki beberapa tempat yang di kramatkan. Ada Pasarean yang merupakan tempat kramat para sesepuh lehur masyarakat ada Kasepuhan Girijaya.  Pondok Gusti berupa patilasan, dimana pada zaman dahulu para leuluhur kami datang ke Girijaya itu pertama kali menginjakan kakinya di Pondok Gusti terlebih dulu baru turun ke Girijaya dan membuat suatu daerah karena jika membuat daerahnya di pondok gusti itu tempatnya terlalu tinggi, lebih tepatnya berada di pertengahan hutan Halimun Salak, dan terakhir Makam Eyang Abu atau makam leluhur. (yustialaras mayangsari)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler