Nyantrik Seni Salah Satu Penyelamatan Seni Tradisi

- 13 Desember 2020, 14:00 WIB
SALAH satu tarian yang ditampilkan mahasiswi Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung hasil dari program nyantrik atau panyadapan seni ditampilkan dalam bentuk ujian.
SALAH satu tarian yang ditampilkan mahasiswi Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung hasil dari program nyantrik atau panyadapan seni ditampilkan dalam bentuk ujian. /Portal Bandung Timur/Heriyanto Retno/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Semua hal tentang tradisi tidak selalu berisikan masa lalu dan kekunoan ataupun ketinggalan jaman. Apalagi bila sudah bergubungan dengan kesenian yang sifatnya sangat dinamis dan terus berkembang mengikuti kreativitas jaman.

Sebagai upaya pelestarian dan juga bagian dari tugas kelembagaan sebagai perguruan tinggi seni. Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung menggelar Program Nyantrik Tarian Tradisional, yang diselenggarakan. Salah satu terobosan yang tidak dilakukan oleh perguruan seni maupun perguruan tinggi yang memiliki jurusan seni atau tari manapun.

Inti dari program yang dilaksanakan dan akhiri dengan pegelaran merupakan suatu bentuk pendekatan mahasiswa secara langsung dengan dunia seni dalam kenyataan sebenarnya, dan juga memupuk rasa empati mahasiswa untuk merasakan pahit getirnya berkesenian, yang secara tidak langsung akan tumbuh rasa memiliki dan memeliharanya.

Baca Juga: Trebang Randu Kentir, Tarian Pengungkap Rasa Kehilangan  

Baca Juga: Hasil Liga Inggris, Newcastle Taklukan West Brom di St James Park

Hal ini pula yang disuguhkan calon seniman dan seniwati  di Gedung Studio Institut Seni Budaya (ISBI) Bandung, Sebanyak enam tarian tradisional hasil Program Nyantrik Tarian Tradisional dipertontonkan dan cukup mendapat apresiasi, bukan hanya dari kalangan dosen pengajar maupun mahasiswa, tetapi juga  dari kalangan penikmat seni tari.

Pengkayaan dan penggayaan gerak tarian tradisional yang selama ini dijauhi para pelaku seni tari masa sekarang diperlihatkan mahasiswi jurusan tari semester VII lewat tarian Cikeruhan. Suatu bentuk tari pergaulan yang dipelajarinya dari maestro tari Ketuk Tilu Buhun di Kebun Binatang Bandung.

Tari Cikeruhan yang merupakan bagian dari Tari Ketuk Tilu Buhun, lahir seiring dengan kehadiran Dierentuin (Derenten, bahasa Sunda) di Kota Bandung sekitar tahun 1930an. Pada masanya, tarian merupakan sarana silaturahmi dan pergaulan kaum muda maupun para orang tua, dan pada masa pergerakan menjadi ajang tukar informasi para pejuang serta para pendekar silat.

Baca Juga: Drama Korea Terbaru City Couple’s Way of Love: My Lovable Camera Thief

Baca Juga: Menjaga Kesatuan, Persatuan dan Kerukunan Perlu Kewaspadaan

Tarian memperlihatkan kemahiran para penari wanita untuk menggoda kaum pria dan juga menolak dengan lembut prilaku nakal penari pia. Gerakan badan yang lebih banyak mempertontonkan liukan bagian pinggul menjadikan tarian Cikeruhan Ketuk Tilu berbau erotisme.

Namun dipenghujung tarian, gerakan gemulai para penari wanita berubah menjadi gesit dan cekatan. Diantara gerak jurus silat para penari mencoba berkelit dan menghindari dari tangan penari pria (pamogoran) yang berbuat nakal.

Keunikan tari tradisional juga ditampilkan empat mahasiswi yang membawakan tarian Topeng Banjet asal Karawang.  Gaya khas tarian Karawan dengan goyang pinggulnya dipertunjukan Nini sejak awal hingga akhir pertunjukan.

Baca Juga: Jalan-Jalan Kuliner bersama Pesona 3 Kumis

Baca Juga: Klasemen Sementara Seri A Liga Italia dan Daftar Pencetak Gol Terbanyak 12 Desember 2020

Kesenian yang dikembangkan keluarga besar (alm) Djiun dan kemudian dibawa oleh anak cucunya ke Jakarta mulai dari  (Alm) Haji Bokir hingga kini Haji Mandra, Mastur dan (alm) Omas, berkembang menjadi Topeng Betawi. Bahkan sejumlah tarian yang dikembangkanpun, seperti Cokek, lebih berkembang di Jakarta ketimbang didaerahnya sendiri.

Nasib serupa juga terjadi pada Tari Doger Kontrak dan Tari Gaplek hasil nyantrik atau penyadap langsung dari maestro tari yang masih ada. Kedua tarian tersebut di daerah pinggiran Jakarta, Bekasi dan Tanggerang menjadi hiburan yang sangat fenomenal, karena dimainkan dilapak atau panggung kecil dibawah jalan laying, dipasar atau di pelabuhan.

Dua tarian yang pernah tumbuh berkembang di daerah perkebunan Kab. Subang, untuk menghidupkan terus periuk nasi dan kelanggengan warisan kesenian, mereka harus bersaing dengan kesenian modern . Bahkan di kawasan Jatinegara, kelompok kesenian tradisional tersebut harus pula berurusan dengan petugas ketertiban. (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah